Makalah Berjudul Putusan - Hukum acara peradilan agama merupakan sebuah rangkaian peraturan - peraturan yang memuat tata cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan tata cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan - peraturan hukum tersebut.
Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah hubungan hukum antara dua pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa yang ditetapkan itu direalisir, jika perlu dengan paksaan.[1]
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan secara lebih detail bagaimana tata cara dan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah putusan. Karena apabila terdapat suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang – undang maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat hukum dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.[2]
Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah hubungan hukum antara dua pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa yang ditetapkan itu direalisir, jika perlu dengan paksaan.[1]
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan secara lebih detail bagaimana tata cara dan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah putusan. Karena apabila terdapat suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang – undang maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat hukum dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.[2]
Mengetahui pengertian Putusan - materi lengkap |
Maka dengan penjelasan singkat diatas, dari pemakalah nantinya akan membahas dan menguraikan tentang apa itu Putusan Hakim. Kebanyakan orang belum mengetahui betul apa itu putusan. Makalahini nanti akan diuraikan ke sub-sub bab yaitu: Pengertian Putusan, Bentuk dan Isi Putusan, Pelaksanaan Putusan Hakim(Eksekusi), dan Kekuatan Putusan.
Dan setelah materi ini dibahas nantinya semoga dapat menambah wawasan kita semua, dan diharapkan kritikan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Putusan disebut vonis (Belanda) atau al-qada’u (Arab) yaitu produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan perkara, yaitu “penggugat” dan “tergugat”. Produk Pengadilan Semacam ini biasa diistilahkan dengan “produk peradilan yang sesungguhnya” atau Jurisdictio cententiosa.
Putusan Peradilan Perdata yang mana putusan peradilan agama termasuk didalamnya selalu memuat perintah dari pengadilan kepada pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu, atau untuk berbuat sesuatu, atau untuk melepaskan sesuatu atau menghukum sesuatu. Jadi dictum vonis bersifat condemnatoir artinya menghukum, atau bersifat constituir artinya menciptakan. Perintah dari Pengadilan ini, jika tidak dituruti dengan suka rela dapat diperintahkan secara paksa yang disebut sebagai eksekusi.[3]
Bentuk dari Putusan ini di golongkan menjadi 2 golongan, yaitu:
Putusan Sela adalah putusan yang diadakan sebelum Hakim memutuskan perkaranya, yaitu untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.
Jadi putusan sela ini merupakan putusan yang diambil oleh hakim sebelum ia menjatuhkan putusan akhir.
Putusan sela ini dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) golongan, yaitu:
Putusan Praeparatoir adalah putusan untuk mempersiapkan perkara.
Putusan Interlacutoir adalah Putusan di mana Hakim sebelum memberikan putusan akhir, memerintahkan kepada salah satu pihak supaya membuktikan sesuatu hal atau putusan yang memerintahkan penyelidikan setempat.
Dan setelah materi ini dibahas nantinya semoga dapat menambah wawasan kita semua, dan diharapkan kritikan yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
A. Pembahasan
1. Pengertian Putusan
Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.Putusan disebut vonis (Belanda) atau al-qada’u (Arab) yaitu produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan perkara, yaitu “penggugat” dan “tergugat”. Produk Pengadilan Semacam ini biasa diistilahkan dengan “produk peradilan yang sesungguhnya” atau Jurisdictio cententiosa.
Putusan Peradilan Perdata yang mana putusan peradilan agama termasuk didalamnya selalu memuat perintah dari pengadilan kepada pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu, atau untuk berbuat sesuatu, atau untuk melepaskan sesuatu atau menghukum sesuatu. Jadi dictum vonis bersifat condemnatoir artinya menghukum, atau bersifat constituir artinya menciptakan. Perintah dari Pengadilan ini, jika tidak dituruti dengan suka rela dapat diperintahkan secara paksa yang disebut sebagai eksekusi.[3]
2. Bentuk dan Isi Putusan
Bentuk dari Putusan ini di golongkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Putusan Sela
Putusan Sela adalah putusan yang diadakan sebelum Hakim memutuskan perkaranya, yaitu untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.
Jadi putusan sela ini merupakan putusan yang diambil oleh hakim sebelum ia menjatuhkan putusan akhir.
Putusan sela ini dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) golongan, yaitu:
a) Putusan Praeparatoir
Putusan Praeparatoir adalah putusan untuk mempersiapkan perkara.
b) Putusan Interlacutoir
Putusan Interlacutoir adalah Putusan di mana Hakim sebelum memberikan putusan akhir, memerintahkan kepada salah satu pihak supaya membuktikan sesuatu hal atau putusan yang memerintahkan penyelidikan setempat.
b. Putusan Akhir
Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan suatu perkara di pengadilan.[4]
Bila diperhatikan secara keseluruhan suatu putusan, mulai dari halaman pertama hingga akhir bentuk dan isi putusan Pengadilan Agama secara singkat adalah sebagai berikut :
a) Bagian kepala putusan.
b) Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara.
c) Identitas para pihak.Duduk perkaranya (bagian posita)
d) Tentang Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum
e) Diktum atau Amar Putusan.
f) Bagian kaki putusan.
g) Tanda tangan Hakim dan Panitera beserta Perincian Biaya.[5]
3. Pelaksanaan Putusan Hakim (Ekseskusi)
Pada dasarnya putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti dapat dijalankan sekalipun demikian ada pengecualiannya, ialah jika suatu keputusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dijalankan terlebih dahulu sesuia dengan pasal 180 HIR/ Pasal 191 R.Bg. dapat pula dijelaskan disini, bahwa tidak semua keputusan yang sudah mempunyai kekuatan pasti harus dijalankan, sebab yang dapat dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat Condennatoir yaitu yang mengandung perintah kepada satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.
a. Asas Putusan Hakim
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal 189 R.Bg. dan beberapa pasal dalam Undang – undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman, maka wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk itu, untuk selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, yakni :
a) Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
Menurut asas ini setiap putusan yang jatuhkan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar putusan, serta menampilkan pasal pasal dalam peraturan undang – undang tertentu yang berhubungan dengan perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adapt baik tertulis maupun tidak tertulis, sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang – undang No. 4 tahun 2004 pasal 25 Ayat (1). Bahkan menurut pasal 178 ayat (1) hakim wajb mencukupkan segala alasan hukm yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara.
b) Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (2) H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap keputusannya harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi tuntutan dan mengabaikan gugatan selebihnya. Hakim tidak boleh hanya memerriksa sebagian saja dari tuntutn yang diajukan oleh penggugat.
c) Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi gugatan yang diajukan (ultra petitum partium). Sehingga menurut asas ini hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugat dianggap telah melampaui batas kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun hal itu dilakukan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.
d) Diucapkan di Muka Umum
Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini ditegaskan dalam Undang undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20. Hal ini tidak terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam sidang tertutup, khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara perceraian, sebab meskipun perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa dengan cara tertutup.
Namun dalam pasal 34 peraturan Pemerintah tahun 1975 menegaskan bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa (imperative), tidak dapat dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.[6]
4. Kekuatan Putusan
Putusan Pengadilan mempunyai 3 kekuatan yaitu :
a. Kekuatan mengikat (Bindende kracht).
b. Kekuatan bukti (Bewijzende kracht).
c. Kekuatan eksekusi (Executoriale kracht).
Suatu putusan mempunyai kekuatan mengikat dan mempunyai kekuatan bukti ialah setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht). Suatu putusan dikatkan in kracht ialah apabila upaya hukum seperti verzet, banding, kasasi tidak dipergunakan dan tenggang waktu untuk itu sudah habis, atau telah mempergunakan upaya hukum tersebut dan sudah selesai. Upaya hukum terhadap putusan yang telah in kracht tidak ada lagi, kecuali permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tetapi hanya dengan alasan-alasan sangat tertentu sekali.
Putusan yang sudah in kracht, sekalipun ada dimohonkan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, tidak berhalang untuk dieksekusi itulah yang dikatakan mempunyai kekuatan eksekusi. Suatu putusan dikatakan mempunyai kekuatan bukti misalnya putusan cerai. Ia merupakan bukti otentik terjadinya cerai.[7]
C. Penutup
Kesimpulan
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan
Bentuk dari Putusan ini di golongkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Putusan Sela
b. Putusan Akhir
Putusan Pengadilan mempunyai 3 kekuatan yaitu :
a. Kekuatan mengikat (Bindende kracht).
b. Kekuatan bukti (Bewijzende kracht).
c. Kekuatan eksekusi (Executoriale kracht).
Isi putusan Pengadilan Agama secara singkat adalah sebagai berikut :
h) Bagian kepala putusan.
i) Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara.
j) Identitas para pihak.Duduk perkaranya (bagian posita)
k) Tentang Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum
l) Diktum atau Amar Putusan.
m) Bagian kaki putusan.
n) Tanda tangan Hakim dan Panitera beserta Perincian Biaya.
wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk itu, untuk selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, yakni :
a) Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
b) Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
c) Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
d) Diucapkan di Muka Umum
DAFTAR PUSTAKA
R. Subekti, HukumAcaraPerdata, Bandung: Binacipta, 1977.
Undang– undang RI
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
[1]R. Subekti, HukumAcaraPerdata, (Bandung: Binacipta, 1977), hlm. 197.
[2]Undang – undang No. 4 Tahun 2004, TentangkekuasaanKehakiman, Pasal 19
[3]Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. 15, hal. 203.
[4] Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. 5, hlm. 49.
[5] Roihan A. Rasyid, Op. Cit, hal. 203.
[6]R. Subekti,Op Cit,hal. 129
[7]Roihan A. Rasyid, Op Cit., hlm. 213-214
[3]Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. 15, hal. 203.
[4] Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. 5, hlm. 49.
[5] Roihan A. Rasyid, Op. Cit, hal. 203.
[6]R. Subekti,Op Cit,hal. 129
[7]Roihan A. Rasyid, Op Cit., hlm. 213-214
EmoticonEmoticon