Minggu, 20 September 2015

Hukum Menghajikan Orang Lain

 
MAKALAH

Hukum Menghajikan Orang Lain

Hukum Menghajikan Orang Lain
Berdo'a dengan khusu' saat haji


Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits

Oleh dosen penggapu :Maya Dina Rahma Musfiroh M,A


DI tulis oleh;

1) Achmad Miftachul Alim
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)JEPARA 
TAHUN AJARAN 2012
 
 
 
 
BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah


Haji merupakan rukun islam yang ke 5 ( lima ). Ibadah haji merupakan ibadah yang sudah lama di syari’atkan. Jauh sebelum lahir Nabi Muhammad SAW. Dari ayat suci al – Qur’an, hadits nabi dan sirah rasulullah kita dapat mengetahui bahwa kaum – kaum terdahulu juga melaksanakana ibadah haji.



salah satu ayat tentang haji juga menunjukkan, yaitu ketika turun ayat mengenai sa’i allah berfirman :

“ Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui “.



B. Rumusan Masalah

1. Mengapa haji hanya wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup?

2. Apa saja macam – macam haji ?

3. Bagaimana hukum menghajikan orang lain ?



C. Tujuan Penulisan

Agar kita semua tahu,haji itu wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup,dan apa macam macam haji,dan bagaimana hukumnya menghajikan orang lain, kaitannya dengan ibadah haji.adapun pembahasan lebih lanjut akan kami jelaskan dalam makalah kami. Mulai dari alas an kenapa ibadah haji yang paling wajib hanya di lakukan satu kali saja, hokum – hukumnya dan serta macam – macamnya.



BAB II
PEMBAHASAN



A. Wajib Haji Hanya Satu Kali.


Haji adalah merupakan rukun islam yang ke 5 ( lima ). Ibadah haji merupakan ibadah yang sudah lama di syari’atkan. Jauh sebelum lahir Nabi Muhammad SAW. Dari ayat suci al – Qur’an, hadits nabi dan sirah rasulullah kita dapat mengetahui bahwa kaum – kaum terdahulu juga melaksanakana ibadah haji.

Bagi orang yang diberi kelebihan harta , kebanyakan mereka ingin melakukan ibadah haji berukangkali . demikian pula sebagian orang yang kaya berangkat umroh. Hampir setiap tahun munhkin mereka berada di makkah.

Haji dan umroh keduanya adalah ibadah yang dilakukan satu kali seumur hidup , sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits . Rasulallah sendiri melaksanakan haji Cuma sekali yang dikenal dngan haji wada’.

Ada sebuah hadits dimana sanadnya tidak diketahui tetapi para sahabat menjadikan acuan hadits itu kalu wajib haji cma satu kali.

“ibadah haji wajib dilakukan satu kali seumur hidupdan apabila seseorang melakukanya lebih dari satu kali maka hal itu merupakan sunnah”.walaupun demikian banyak juga diantara kaum muslimin yang berkeinginan sesering mungkin datang ketanah suci. Sebagian dari mereka beralasan karena rindu kepada ka’bah. Sebagian lagi beralasan ingin mendulang pahala yang banyak, mengingat pahala salat di masjidil haram adalah 10 ribu kali lipat dari shalat di tempat biasa, , demikin pula shalat di masjid nabawi yaitu dengan seribu kali lipat dari shalat di tempat lain.

“ diriwayat,kan dari abu hurairah Ra , ia berkata: Rasulallah SAW, pernah berkhutbah di hadapan kami beliau mengatakan: “saudara-saudara”! sungguh Allah telah mewajibkan haji kepada kalian karena itu berhajilah !” ada seorang yang bertanya, ,apakah setiap tahun ya, rasulallah ?” , rasulallah diam , sehingga orang tersebut menanyakan hingga tiga kali , setelah itu rasul bersabda. “ seandainya aku jawab”Ya” maka tentu haji itu wajib setiap tahun , lalu kalian tidak mampu untuk melaksanakanya “. Sabda beliau selanjutnya ‘ janganlah engkau tanyakan apa yang tidak aku sebutkan , karena celakanya orang-orang sebelum kamu dulu adalah karena mereka banyak bertanya dan mereka tidak mematuhi nabi mereka , apabila aku perintahkan sesuatu kepada kamu maka laksanakanlah menurut kemampuanmu dan apabila aku melarang sesuatu terhadapmu maka tinggalkanlah.[1]



B. Macam-MacamHaji
Berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih dari Nabi shallallah ‘alahi wa sallam, ada tiga jenis haji yang bisa diamalkan. Masing-masingnya mempunyai nama dan sifat (tatacara) yang berbeda. Tiga jenis haji tersebut adalah sebagai berikut

1. Haji Tamattu’


Haji Tamattu’ adalah berihram untuk menunaikan umrah di bulan-bulan haji (Syawwal, Dzul Qa’dah, 10 hari pertama dari Dzul Hijjah), dan diselesaikan umrahnya (bertahallul) pada waktu-waktu tersebut1. Kemudian pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah) berihram kembali dari Makkah untuk menunaikan hajinya hingga sempurna. Bagi yang berhaji Tamattu’, wajib baginya menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh dari sapi/sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzul Hijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzul Hijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq2. Namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya.

2. Haji Qiran


Haji Qiran adalah berihram untuk menunaikan umrah dan haji sekaligus, dan menetapkan diri dalam keadaan berihram (tidak bertahallul) hingga hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah). Atau berihram untuk umrah, dan sebelum memulai thawaf umrahnya dia masukkan niat haji padanya (untuk dikerjakan sekaligus bersama umrahnya). Kemudian melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), lalu shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk umrah dan hajinya sekaligus dengan satu sa’i (tanpa bertahallul), kemudian masih dalam kondisi berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah).

Boleh pula baginya untuk mengakhirkan sa’i dari thawaf qudumnya yang nantinya akan dikerjakan setelah thawaf haji (ifadhah). Terlebih bila kedatangannya di Makkah agak terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan dengan sa’i.

Untuk haji Qiran ini, wajib menyembelih hewan kurban (seekor kambing, sepertujuh dari sapi, atau sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzul Hijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq, namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya



3. Haji Ifrad


Haji Ifrad adalah melakukan ihram untuk berhaji saja (tanpa umrah) di bulan-bulan haji. Setiba di Makkah, melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), kemudian shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk hajinya tersebut (tanpa bertahallul), kemudian menetapkan diri dalam kondisi berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah). Boleh pula baginya untuk mengakhirkan sa’i dari thawaf qudumnya, dan dikerjakan setelah thawaf hajinya (ifadhah). Terlebih ketika kedatangannya di Makkah agak terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan dengan kegiatan sa’i, sebagaimana haji Qiran.

Untuk haji Ifrad ini, tidak ada kewajiban menyembelih hewan kurban. (Disarikan dari Dalilul Haajji wal Mu’tamir, terbitan Departemen Agama Saudi Arabia hal. 15,16, & 19, dan www.attasmeem.com, Manasik Al-Hajj wal ‘Umrah, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)



C.MENGHAJIKAN ORANG LAIN SEBELUM DIRI SENDIRI.


Ada sebuah hadits yang menerangkan tentang hukum orang yang menghajikan orang lain tetapi dirinya belum melakukan haji sendiri .

“dari Ibnu abbas .ra. bahwasanya Nabi mendengar seorang laki-laki yang mengucapkan :” labaika” An syubrumah “, beliau bertanya: siapakah syubrumah itu ?: laki-laki itu menjawab :saudara saya, lalu beliau bertanya kepadanya: apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk diri engkau , dia menjawab: tidak/ belum beliau bersabda : tunaikan haji untuk dirimu dahulu , barulah kemudian hajikan syubana, , (Hrabu daud dan ibnu majah seta dianggap shohih oleh ibnu hiban yang kuat menurut ahmad, )[2] hadits ini mauquf putus sanadnya hingga sampai pada sahabat saja.

Ada hadits lain yang juga membicarakan tentang hokum mernghajikan orang lain.

Artinya : “dari ibnu abbas r.a dia berkata : pernah al fadlu bin abbas r.a duduk di belakang nabi SAW. Lalu datanglah seorang wanita dari khats’ama. Mulailah al fadlu memandang kepalanya dan wanita itu memandang kepalanya. Lalu Nabi SAW memalingkan muka al fadlu kearah lain. Lalu wanita itu berkata : ya rasulullah sesunggughnya kewajiban ibadah haji dari allah itu, atas semua hambaNya. Sedangkan saya mendapatkan masa hidup ayahku dalam keadaan sudah tua bangka, tidak kuat lagi naik kendaraa.

Apakah boleh saya hajikan dia ? beliau menjawab : ya. Dan peristiwa itu pada waktu haji wada’ .

Dalam hadits tersebut terkandung dalil yang menunjukkan sah orang yang sudah mukallaf apabila rang itu sudah tidak mampu menunaikan haji sendiri, seperti orang yang sudah tua, karena orang yang sudah tua itu tidak bisa diharapkan untuk kuat lagi. Apabila ketidak maupuan itu karena sakit atau gila yang masih ada harapan sembuh, maka tidak menghajikannya sah.



BAB III
PENUTUP



A. Kesimpulan


Dalam benak dan hati kecil setiap muslim pasti terlintas dan terpaut keinginan untuk pergi menunaikan ibadah haji. Bagi seorang muslim, haji seakan – akan adalah puncak ibadah. Ketika sesorang sudah melakukan zakat, dan kewajiban lainnya, rasanya belum genap seluruh ibadah tersebut bila tidak di ahiri dengan ibadah haji.

Kadang – kadang juga muncul pertanyaan dikalangan jama’ah haji, yaitu makna dan arti apa yang terkandung di balik nilai keagungan dan amaliyah haji?

Insyaallah makalah kami mampu menjawab semua pertanyaan itu meskipun tidak begitu sempurna, karena kesempurnaan hanya milik allah. Untuk itu kritikan dan saran dari teman – teman sangat kami butuhkan untuk kebaikan makalah kami kedepan.

















BAGIAN PERTANYAAN


Pertanyaan pertama : oleh saudara Ahmad Saiful Huda “ Bagai mana hukumnya menghajikan orang yang telah meninggal dunia?”.

Jawab : “Hukumnya boleh, dengan ketentuan orang yang akan mewakili sudah melakukan ibadah haji terlebih dahulu”

Pertanyaan ke-2 oleh saudari saidah: ”bolehkan mewakilkan haji kepada orang lain yang telah melaksanakan ibadah haji sebelumnya, dengan ketentuan mewakilkan ibadah haji lebih dari satu orang?”

Jawab:”Kalu mewakilkan ibadah haji kepada orang lain hukumnya boleh dengan ketentuan ketika orang itu semisal sedang sakit atau memeng berhalangan dan apabila ada suatu keharusan yang tidak bias melaksanakan ibadah haji maka boleh mewakilkannya, sedangkan oaring yang akn mewakili ibadah haji orang lain tidak bias mewakili lebih dari satu orang”

Pertanyaan ke-3 oleh Saudari Ahmad Firman :”kenapa ada suatu keharusan bagi masyarakat Indonesia ketika ada orang yang melaksanakan ibadah haji, setelah pulang kemudian mendapatkan kelar haji, bagaiman hukumnya pemberian gelar haji?”

Jawab :”memang ada semacam budaya dari bangsa kita, ketika ada orang yang melaksanakan ibadah haji kemudian setelah pulang kemudian orang-orang memanggilnya dengan tambahan gelar haji maupun hajah bagi perempuan, adapun pemberian gelar kepada orang yang melaksanakan ibadah haji tidak lain adalah untuk memberiakan penghormatan serta menghargai dari perjuanganya sewaktu melaksanakan ibadah haji yang membutuhkan perjuangan besar”.



DAFTAR PUSTAKA



Muhammad, abu bakar, Drs., terjemahan subulus salam, AL – IHLAS, Surabaya, 1991.
Sahih Muslim, Imam Alghazali, hlm; 356




[1] Sahih Muslim, Imam Alghazali, hlm; 356
[2] Subulus salam. Abu bakar muhammad , hlm 721.

Hadits Pakaian dan Hiasan yang di pakai manusia di era modern ini

 Hadits Pakaian dan Hiasan 
pakaian yang di jajakan di toko
Banyak pilihan pakaian yang di sajikan di toko di era sekarang ini

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seorang wanita muslimah memakai pakaian atau sandang baru atau yang lainnya, maka hendaklah ia mengucapkan pujian kepada Allah ‘azza wa jalla dan memintah kebaikan dari apa yang di pakainya serta berlindung dari apa yang di pakainya serta berlindung dari keburukannya. Hal itu di dasarkan pada hadis Rosulullah SAW berikut ini:

Dari Abu Sa’id Al-khudri Radiyallahu Anhu, dia menceritakan jika Rasulullah SAW memakai baju senantiasa ber-Do’a yang artinya:

“Ya Allah, untuk-Mu segala puji, karena Engkau telah memberi pakaianku dengannya. Aku mohon kebaikan dan kebaikan dari apa yang di buat untuknya. Dan aku berlindung dari keburukannya dan dari apa yang di buat untuknya”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)

Berhias merupakan Sunnah alami. Dari Aisyah Radhiyallah Anhu. Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya:

“Sepuluh hal yang termasuk fitrah: Mencukur kumis, memotong kuku, menyela-nyela (mencuci) jari jemari, memanjangkan jenggot, siwak, istinsyaq (memasukkan air ke hidung), mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, dan intiqashulmaa’ (istinja), “Musab’ab bin Syaibah mengatakan: “Aku lupa yang ke sepuluh, melainkan berkumur.”

Dalam makalah ini mencoba menguraikan tentang pakaian dan hiasan. Dengan harapan mahasiswa pada khususnya umat muslim, pada umumnya dapat mengetahui cara-cara memakai pakaian dan hiasan menurut ajaran Agama Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Agar mahasiswa memahami petunjuk Nabi Muhammad tenteng pakaian dan hiasan.

2. Dan beberapa hal yang penting untuk di pakai oleh orang-orang beriman, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Memakai Pakaian


1. Pakaian yang halal dan yang haram digunakan


Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud

عن ابي عامر الأشعري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم. ليكونن من أمتي أقوام يستعلون الخر و الحرير

Artinya :”Dari Abu Amir Al- Asy’ariyah r.a, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda: Sungguh akan ada dari Umatku beberapa kaum yang menganggap halal alat kelamin (berzina) dan sutra.”(H.R. Abu Daud dan asalnya dari Shohih Al Bukhariy).

Penjelasan Ayat:

Hadis tersebut sebagai dalil yang menunjukkan haram memakai sutra, karena lafal “Yastahillun” itu berarti : menjadikan barang yang haram itu halal. Dalam Hadits ini terkandung dalil bahwa anggapan halalnya yang haram itu tidaklah menjadikan pelakunya keluar dari umat (jadi dianggap tetap Umat).

Dalam hadis yang lain dijelaskan :

وروى البخاري عن حذيفة قال: نهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نشرب في آنية الذهب والفضة وأن نأكل فيها، وعن لبس الحرير والديباج وأن نجلس عليه

Artinya: “Imam bukhori meriwayatkan dari Hudzaifah r.a, dia berkata: Rasulullah SAW. Melarang kami minum dalam tempatnya atau bejana dari emas dan perak dan beliau melarang kami maka dalam bejana dari emas dan perak itu, melarang memakai sutra dan sutra yang bergambar, dan melarang duduk diatasnya.” (H.R. Al Bukhari)

Dari perselisian tentang alasan di haramkan sutra dalam dua pendapat :

a. Memakai sutra itu termasuk kesombongan atau menimbulkan sifat sombong dan angkuh.

b. Sutra itu adalah pakaian yang megah dan mewah sutra perhiasan bagi kaum wanita, bukan bagi laki-laki.

Manfaat berpakaian bersandar pada 2 asas yaitu:

a. Pakaian harus menutupi aurat.

b. Pakaian merupakan perhiasan, yakni sebagai hiasan bagi orang yang memakainya.


2. Perintah mengenakan pakaian yang sederhana


Dalam surat Al- A’raaf: 31


Artinya :“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah ,dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berlebih-lebihan”.

Penjelasan ayat tersebut:

Dan hendaknya sederhana dalam berpakaian atau sedang-sedang saja, jangan memendekannya terhadap apa apa yang kamu pakai tanpa suatu hajat dan tidak ada tujuan syar’i. Dengan demikian melampaui batas dalam berpakaian untuk kepopuleran, merupakan suatu kehinaan. Kecuali untuk tawadhu’ terhadap Allah SWT dan mengikuti pesan ulama’ salaf, maka suatu amal tergantung pada niatnya. Untuk itu ketika memakai pakaian baru yang sangat indah maka itu merupakan nikmat Allah, dan peringatan terhadapnya bahwa sebagian darinya merupakan hak orang miskin maka mereka harus membantunya dan terhadap orang kaya sesungguhnya dari sebagian kekayaan terhadap hak-hak para miskin.

Dari Umar bin Suaib, dari bapaknya, Nabi Muhammad SAW berkata: Sesungguhnya Allah senang melihat hambanya yang mau mensyukuri atas nikmat yang di berikan-Nya. (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi). Hadis tersebut termasuk Hadis Hasan. Pakaian orang laki-laki berbeda dengan pakaian perempuan karena anggota tubuh wanita seluruhnya adalah aurat. Maka wajib menutupi kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah ini, dimana sejak dini Islam telah memberikan batasan usia seorang wanita dalam menutupi aurat. Mengenai ini Rasulullah SAW bersabda:

يا أسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يُرى منها إلا هذا وهذا ( وأشار الى وجهه و كفيه )

Artinya :“Wahai Asma’, jika seorang wanita telah menjalani haid, maka tidak diperbolehkan baginya di dihat kecuali ini dan ini. (Beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangan).” (HR. Abu Dawud).


3. Pakaian yang melampaui batas


Mengenakan pakaian terdapat beberapa adab sopan santunnya, diantaranya :

a. Untuk sorban hendaknya di pendekan ekornya, tidak boleh memanjangkanya antara dua pundak, bahkan boleh tidak memakai ekor sama sekali. Dirwayatkan dari Abu Huraiah, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :

“Allah tidak akan melihat terhadap orang yang memanjangkan pakaiannya”. (Muttafaqun alaih) Ryadhussolihin: jus 3 / 792.

b. Untuk baju hendaknya di pendekan lenganya hingga pergelangan saja, berdasarkan Hadits riwayat Abu Daud dari Asma’ berikut ini :



كان كم رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الرسغ

Artinya :“Dari Asma’, bahwa biasanya lengan baju Nabi SAW itu hingga pergelangan tangnnya.

Ibnu Abdis salam mengatakan bahwa terlalu longgar kain itu dan terlalu panjang lengan baju itu termasuk bid’ah dan pemborosan.

c. Untuk sarung dan semacamnya dan baju itu, tidak boleh memakainya lebih dari separuh betis dan haram bila melewati dua mata kaki.


4. Tidak diperbolehkan memakai pakaian tipis


Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu, dia menceritakan aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Pada akhir umatku nanti akan ada beberapa orang laki-laki yang menaiki pelana, mereka singgah di beberapa pintu masjid, yang wanita-wanita mereka berpakaiaan tetapi (seperti) telanjang, di atas kepala mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta yang miring. Laknat mereka, karena mereka semua terlaknat.” (HR. IbnuHibban)


B. Pelarangan pemakaian barang dari emas untuk laki-laki


Hadis Rasulullah SAW : ‏

وعن أبي موسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أنَّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ قالَ: أُحِلَّ الذَهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِى وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهِمْ. رواهُ أحمدُ والنَّسائيُّ والتِّرْمِذِيُّ وصَحَّحَهُ

Artinya : “Dari Abu Musa r.a, Bahwasannya Rasulullah SAW. Bersabda, telah di halalkan emas dan sutra bagai kaum wanita ummatku dan telah diharamkan atas laki-lakinya.” (H.R. Ahmad, An Nasa’iy dan At Turmudziy dan nilainya Shohih).



Penjelasan Ayat:

Maksud ayat di atas telah di halalkan emas dan pakaian sutra itu bagi kaum wanita umatku dan di haramkan memakai keduanya dan menjadikan sebagai tempat tidur sebagaimana telah di jelaskan di atas.

Dalam Hadits tersebut terkandung dalil yang menunjukkan haram bagi laki-laki memakai emas dan sutra.

Selain itu terdapat hadis yang menyebutkan tentang larangan memakai cincin di jari tengah dan telunjuk. Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : “Ali r.a. berkata,: Rasulullah melarang memakai cincin di jari ini (sambil menunjukkan jari tengah dan jari sebulumnya yakni jari telunjuk).


C. Berhias merupakan Sunnah alamiah


Dari Aisyah Radiyallahu Anha, Rasulullah SAWtelah bersabda:



عشر من الفطرة : قص الشارب، وإعفاء اللحية، والسواك واستنشاق الماء، وقص الأظفار، وغسل البراجم، ونتف الإبط، وحلق العانة، وانتقاص الماء

Artinya : “Sepuluh hal yang termasuk fitrah: Mencukur kumis, memanjangkan jenggot, siwak, istinsyaq (memasukkan air kehidung), memotong kuku, menyela-nyela (mencuci) jari jemari, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan intiqashul maa’ (istinja’).

Dari Abu Hurairah Radiyallahhu Anhu, dia mengatakan: “Lima perkara yang merupakan bagian dari fitrah: memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, dan khitan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Walaupun demikian dimakruhkan bagi wanita memperlihatkan perhiasan yang dipakainya. Wanita muslimah hendaknya mengetahui bahwa syari’at telah membolehkan wanita memakai emas, namun dia dimakruhkan memperlihatkan perhiasan emas yang di kenakannya.


D. Membuat Tato dan Tahi Lalat


Dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu, Rasulullah bersabda:



لعن الله الواشمات والمستوشمات والنامصات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله



Artinya :“Allah melaknat wanita yang membuat tato (pada kulitnya) dan wanita yang meminta di buatkan tato, yang mencukur alisnya dan wanita yang meminta di renggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang itu semua merupakan ciptaan Allah.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Dari Abdullah binUmarRadhiyallahu Anhu:



‏لعن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏الواصلة ‏ ‏والموتصلة ‏ ‏والواشمة ‏ ‏والموتشمة

Artinya : “Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang disambungkan rambutnya, wanita yang menato (kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato.” (HR. Abu Dawud)

 
BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Pakaian dalam Islam memiliki peran yang sangat penting yaitu untuk menutupi aurat, dan kita bisa berhias dengannya, maka Islam memerintah kepada orang Muslim untuk berpakaian tanpa berlebih-lebihan.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl : 81


Artinya : “Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (bajubesi) yang memelihara kamu dalam peperangan.Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”

Hendaklah wanita muslimah mengetahui bahwa syari’at telah membolehkan wanita memakai emas.Namun demikian, dia dimakruhkan memperlihatkan perhiasan emas yang di kenakannya. Hal ini sesuai dengan hadis Rasullullah yang artinya : “Seorang wanita di larang berhias untuk selain suaminya”. (HR Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i)

Jika seorang wanita berhias dimaksudkan untuk orang selain suaminya, maka Allah akan membakarnya dengan api neraka, karena berhias untuk selain suami termasuk tabarruj dan dapat mengundang nafsu birahi orang laki-laki.

Dalam hal ini Allah SWT telah berfirmanyang artinya : “Dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku (bertabarruj) seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahab: 33).

Selain itu Allah berfirman dalam surah An Nuur yang artinya : “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar di ketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” Maka dari itu jika seorang wanita melakukan hal semacam ini berarti dia telah berbuat kerusakan dan berkhianat kepada suaminya.



B. Penutup

Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terimakasih atas antusiasi dari pembaca yang telah sudi menelaah dan mengimplementasikan isi makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik konstruktif kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini dan makalah di kesempatan berikutnya yang akan membawa kepada suatu kebenaran.

Semoga makalah ini berguna bagi kelompok kami pada khususnya dan juga para pembaca yang di rahmati Allah Azza Wajalla. Amien.



DAFTAR PUSTAKA

Muhammad ‘Uwaidah, Syaikh Kamil Mumammad. FiqihWanita.Pusaka Al- Kautsar. Jakarta:1998.

Adat Dalam Konteks Islam

Adat Dalam Konteks Islam

upacara adat
warga akan memuali acara adat daerah

 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin yang telah memberikan nikmat yang tak tergantikan oleh apapun, yaitu berupa kesehatan, Sehingga penulis mampu untuk membuat makalah ini yang diharapkan mampu untuk memberikan kontribusi pengetahuan terhadap siapapun, sehingga melalui karya tulis ini mampu untuk merubah pola berfikir umat manusia mengenai hal yang bersinggungan dengan masalah budaya dengan islam. Karena sampai saat ini permasalahan budaya dengan islam masih segar untuk dibicarakan. Sehingga memang tidak ada salahnya apabila hal tersebut didiskusikan oleh para masyarakat luas. Karena sampai saat ini masih ada beberapa golongan tertentu masih mempermasalahkan hal tersebut.

Atas keberhasilan penulis untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Adat Dalam Konteks Islam”. penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada:

1. Ayah dan Bundaku tercinta yang selalu senantiasa mendukungku dalam mengenyam pendidikan, sehingga saya mampu untuk menikmati pendidikan sampai di perguruan tinggi.

2. Semua dosen INISNU Jepara yang telah mendidikku dan juga sebagai partner dalam segala hal yang bersinggungan dengan pendidikan terutama bapak dosen yang mengampu mata kuliah Filsafat Hukum Islam.

3. Semua sahabat-sahabatku baik dari pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syari’ah, PMII dan hususnya sahabat-sahabatku yang tercinta dari komunitas diskusi yang ada di taman kerang yakni sahabat-sahabat Teras Qita (T-Qt) yang selalu memberi motivasi saya sehingga saya mampu menyelesaikan karya tulis ini.

Seperti pepatah mengatakan bahwa “ tak ada gading yang tak retak “. Meskipun penulis sudah menulis dengan semaksimal mungkin, namun masih ada kekurangan, karena pengetahuan yang terbatas, sehingga dalam penyusunan makalahh ini penulis banyak melakukan kekeliruan. Oleh sebab itu saran dan kritikan senantiasa kami tunggu untuk menjadikan makalah ini lebih baik

Jepara, 27 April 2011

Penulis

Achmad Miftachul Alim

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………….. I
Daftar isi………………………………………………………... II
Bab I . pendahuluan…………………………………………… 1
Latar Belakang Masalah…………………………………1
Rumusan masalah……………………………………….2
Tujuan penulisan………………………………………...3
Manfaat penulisan……………………………………….3
Bab II : Pembahasan…………………………………………...4
Arti Dan Hakikat Kebudayaan …………………………6
Adat dalam konteks islam …………...............................6
Hubungan Islam Dengan Budaya ………………...........7
Sikap Islam Terhadap Adat……………………………..8
Bab III : Penutup……………………………………………….10
Kesimpulan……………………………………………….10
Daftar Pustaka…………………………………………………..11




BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Masih ada banyak perbedaan pendapat mengenai hubungan antara budaya (culture) dengan agama (religion), salah sautunya adalah agama tidak bisa dicampur adukkan dengan kebudayaan, karena antara agama dengan budaya adalah berbeda. Namun pernyataan tersebut mampu ditepis dengan realiata bahwa sanya sesungguhnya antara agama dengan budaya mempunyai korelasi yang sangat kuat, kita dapat melihat contoh yang terdapat dalam masyarakat Indonesia, hususnya masyarakat jawa yang mana mempunyai budaya yang mampu untuk disusupi dengan nilai-nilai agama.

Kita sudah mengetahui bahwasanya agama islam mampu untuk berkembang di manapun dan bagaimanapun konteks masyarakatnya. Sehingga ada benarnya jika ada orang mengatakan islam tidak harus meniru orang arab, karena konteks masyarakatnya sudah berbeda. Contoh saja dalam berpakaian. Dan harus diketahui bersama bahwa islam adalah agama yang universal, dan siapapun bisa memeluknya, karena islam tidak pernah membedakan ras, warna kulit dan budaya.

Dalam kehidupan masyarakat pastilah identik dengan kebudayaan yang di mana sangat dipertahankan oleh masyarakat tersebut, contohlah saja dalam kehidupan masyarakat jawa yang memang disitu sangat dengan kental dengan budaya yan telah diwariskan oleh para nenek moyangnya, jika hal tersebut dipaksa untuk ditiadakan lalu diganti dengan nilai-nilai islam tanpa melibatkan budaya maka pastilah sangat sulit islam untuk berkembang di wilayah jawa, oleh sebab itu agar agama islam mampu untuk mengakar dalam kehidupan masyarakat jawa para ulama’ menyusupkan nilai-nilai islam dalam budaya-budaya islam, seperti dalam pewayangan dan lain sebagainya. Jadi memang harus diakui bersama bahwa budaya juga mempunyai peran besar dalam perkembangan agama islam, hususnya yang ada di jawa. Karena budaya dan islam saling melengkapi satu sama lain. Masyarakat tidak kehilangan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan islam juga mampu untuk berkembang dalam masyarakat tanpa merubah budaya yang ada dalam masyarakat.



B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Memahami apa arti Dan Hakikat Kebudayaan

b. Bagaimana adat dalam konteks islam

c. Bagaimana hubungan Islam Dengan Budaya

C. TUJUAN PENULISAN

Merujuk fokus masalah di atas maka tujuan penulisan ini adalah hendak mengungkapkan dasar pemikiran, mampu merubah mindside pembaca, mengkonstruk pemahaman tentang korelasi antara budaya dengan budaya, dan hal tersebut saling mempengaruhi, baik budaya maupun agama.

D. MANFAAT PENULISAN

Penulisan ini diharapkan bermanfaat sebagai:

a. Sumbangan bagi kritik terhadap pemahaman tentang arti budaya dan korelasi antara budaya dengan agama yang sampai saat ini masih banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa agama dengan agama harus dipisahkan.

b. Secara teoritis maupun praktis, penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan terlebih sebagai bahan kajian dikalangan akademisi dalam memahami makna agama dan agama, peran budaya dalam sebuah agama.















BAB II
PEMBAHASAN. 

Arti Dan Hakikat Kebudayaan


Dalam kamus bahasa Indonesia yang disebut budaya adalah adat istidat, pikiran, akal budi. Sedang arti dari kebudayaan adalah hasil hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Dari devinisi tersebut menunjukkan bahwa arti dari budaya atau kebudayaan sangatlah luas.

Aspek kehidupan spiritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana (cadi, patung nenek moyang) peralatan (pakaian, alat upacara, makanan), juga mencakup aspek manusia seperti upacara-upacara kelahiran, pernikahan, kematian.
Adat Dalam Konteks Islam

Hubungan antara adat dengan islam telah lama berlangsung, bisa dikatakan bahwa hal tersebut terjadi semenjak islam datang di nusantara yang dibawa oleh para pedagang yang dari Gujarat. Dan kita mengetahui bahwa hubungan antara islam sangatlah erat dengan adat istiadat. Sebagaimana dalam sebuah pepatah yang terdapat pada wilayah aceh “hukum ngon adat hantom cre, lagee zat ngon sipeut” yang artinya hukum islam tidak bisa dipisahkan dengan hukum adat karena hubungannya sangat erat sekali seperti zat dengan sifat sesuatu barang atau benda.[1] Pepatah tersebut hubungan antara adat dengan hu8kum islam sangatlah erat sekali, sehingga sangat sulit dihindari.

Dalam ilmu ushul fiqh pasti kita pernah menemukan yang namanya “ al ‘adatul muhakkamah” yang artinya bahwa sebuah adat istiadat dalam sebuah masyarakat mempunyai pengaruh dalam penentuan sebuah hukum, namun yang harus diketahui bersama adalah bahwa kaidah tersebut digunakan dalam hal yang belum ada hukum syari’atnya, seperti kadar kecilnya kadar mahar dalam sebuah perkawinan, seorang perempuan tidak menentukan besar kecilnya mahar terhadap laki-laki, maka laki-laki tersebut cukup emberikan maharnya kepada perempuan sesuai dengan kebiasaan yang dalakukan oleh masyarakat setempat, karena dalam al-qur’an tidak menyebutkan besar kecilnya mahar, jadi ketika ditemukan permasalahan sebagaimana seperti contoh maka tinggal menganut kebiasaan masyarakat setempat tersebut.

Kita pasti sudah mengetahui bersama terkait mengapa islam diturunkan. Islam diturunkan kepada manusia karena sebagai rahmat bagi umat manusia. Ajaran-ajaran islam selalu membawa kemaslahatan bagi umat manusia di dunia ini. Ajaran-ajaran islam yang penuh dengan rahmat ini tentunya mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun kegiatan manusia yang kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran islam.kebudayaan adalah salah satu dari sisi pentingdari kehidupan manusia, dan islampun mampu untuk memahami hal tersebut dan juga mampu berdampingan dengtan harmonis
Hubungan Islam Dengan Budaya

Di atas sudah dikatakan bahwa islam diturunkan pada manusia untuk mengatur dan membibing manusia yang ada di dunia. Ketika kita membicarakan masalah budaya pasti tidak bisa dijauhkan dari manusia, dalam artian budaya pasti berkaitan dengan manusia, karena budaya tercipta karena adanya manusia dan juga yang menjadi objek budaya adalah manusia. Di wilayah Indonesiapun masyarakatnya sampai sekarang tidak bisa lepas dari budaya yang telah ditinggalkan oleh para nenek moyang, sehingga sampai saat ini masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan yang namanya budaya. Dengan mengingat sejarah bahwa masuknya islam di Indonesia, hususnya tanah jawa penyebarannya melalui jalan mengkolaborasikan antara budaya dengan agama agar lebih mudah memasukkan agama islam meskipun masih beraroma dengan budaya masyarakat local. Dan kita sering mendengar bahwa agama islam adalah agama yang universal, disinilah kita bisa melihat bahwa agama islam tidak hanya agama yang dimiliki oleh orang arab, meskipun agama islam lahir di arab, namun islam mampu berkembang di berbagai daerah dan tanpa merubah budaya yang diwariskan oleh para leluhur dalam wilayah tertentu.

Dalam sebuah contoh bahwa islam mempunyai hubungan erat dengan budaya yakni adalah tahlil dalam budaya jawa yang dulunya sebelum islam masuk ke wilayah jawa, orang-orang mendoakan orang yang mati dengan memberi sesajen dan berdoa kepada para leluhur agar orang yang meninggal tersebut diberi ketenangan dalam dunia kubur, namun ketika islam datang di wilayah jawa pada hususnya, hal tersebut dirubah dengan tahlil dan tahlil tersebut tidak merusak budaya masyarakat tersebut, namun esensi islam dapat masuk dalam kebudayaan tersebut. Dari situlah kita dapat menyimpulkan bahwa islam mampu untuk beradaptasi dengan budaya manapun juga tanpa mengurangi tujuan masyarakat dan esensi nilai-nilai islam mampu masuk di dalamnya. Namun yang kita perlu garis bawahi bersama adalah budaya yang bisa dersanding dengan islam harus tidak bertentangan dengan syariat islam, sehingga tujuan kedua dari adat dan agama tiadak ada yang terpinggirkan, dalam artian esensi dari agama dan budaya mampu terakomodir dengan baik.
Sikap Islam Terhadap Budaya

Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.

Prinsip semacam yang telah diterakan di atas tersebut, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang telah tertulis pada pasal 32, walaupun dalam praktikya dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, tersebut:“ usaha hebudayaan harus menuju ke rarah kemajuan adab,budaya dan persatuan,dengan tidak menolak bahan-bahan barudari bebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.

Dari hal tersebut islam membagi budaya menjadi tiga bagian, yaitu:

Pertama: Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam

Seperti yang telah tertulis di atas bahwa dalam ushul fiqh terdapat kaidah yang disebut al’adatul muhakkamah yang berarti bahwa sebuah kebiasaan yang terjadi dalam sebuah peradaban bisa menjadi rujukan dalam sebuah hukum yang tidak terdapat dalam qur’an atau sunnah dan hal tersebut tidak bertentangan dengan syari’at islam. Contoh saja dalam memberikan mahar terhadap mempelai manita kebiasaan orang Jepara adalah seperangkat alat sholat. Dan jika dalam suatu pernikahan yang terjadi di Jepara dan disitu tidak ada perjanjian terkait besar kecilnya mahar maka pihak laki-laki cukup memberikan mahar yang sudah menjadi kebiasaan orang Jepara.

Kedua: Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.

Di wilayah indonesia yang utamanya mengikuti tradisi yang terkenal dengan orang NU (Nahdhotul Ulama’) sering malakukan yang namanya selametan yang didalamnya disusupi dengan bacaan tahlil, yang dulunya selametan tersebut dengan memberi tumbal kepada para arwah, dan hal tersebut identik dengan kelakuan syirik, namun tanpa mengurangi adat orang jawa nilai islami juga mampu terakomodir di dalamnya.

Ketiga: kebudayaan yang bertentangan dengan nilai-nilai islam

Dalam hal ini kita bisa melihat contoh yang selama ini masih dilakukan oleh orang-orang bali, yakni “ngaben”. Hal tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai islam, karena islam sangat menghargai jasad orang, meskipun orang tersebut sudah meninggal. Namun dalam kebudayaan orang bali yang beragama selain islam selalu melakukan pembakaran terhadap jasad orang yang sudah meninggal. Dan hal tersebut sangat bertantangan dengan nilai-nilai islam.

Dari segala pemaparan yang sudah tersaji di atas pastilah sudah mampu untuk disimpulkan, bahwa islam sangat menghargai adat masyarakat manapun yang tidak bertentangan dengan islam. Karena kita sudah mengetahui bersama bahwa islam tidak hanya milik orang arab, dan islam mampu beradaptasi di manapun dengan konteks seperti apapun, karena islam juga sangat menghargai ciptaan manusia agar mampu untuk meninggikan harkat dan juga martabat umat manusia dan hal tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai islam.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari paparan di atas sudah tampak jelas mengenai apa yang disebut agama sampi dengan kontribusi agama dalam kehidupan masyarakat yang dimana sangatlah penting untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat mereka. Namun yang masih disayangkan sampai hari ini adalah masih sebagian besar masyarakat yang masih belum mengetahui esensi dari agama. Masyarakat masih menganggap bahwa agamanyalah yang paling benar dan agama orang lain adalah agama sesat sehingga paradigma seperti ini yang menjadikan agama satu dengan agama yang lain kurang begitu harmonis dan ahirnya menjadikan konflik antar umat meragama.

Agama juga mempunyai peran besar terhadap pembangunan Sebuah wilayah akan hidup tentram dan damai jika semua masyarakatnya bisa saling menghormati antara satu dengan yang lain, dan mempunyai rasa solidaritas yang tinggi meskipun wilayah tersebut dihuni oleh masyarakat yang perbeda kultur, ras, ideology bahkan agama. Sebuah perdamaian dalam wilayah tidak ditentukan oleh masyarakat yang mempunyai ideology sama, namun sebuah wilayah akan damai, tentram dan sejahtera apabila semua masyarakat mengutamakan rasa solidaratas mereka terhadap sesama.

Pada dasarnya semua agama kempunyai kesamaan dalam menata masing-masing umatnya agar menjadi masyarakat yang cinta damai. Tidak ada satupun agama yang yang memrintahkan kepada umatnya agar melakukan kekerasan terhadap sesamanya. Jadi sangatlah diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk bisa hidup berdampingan satu dengan yang lain agar bisa tercapai sebuah kedamain dalam satu wilayah meskipun berbeda ideology atau agama.


DAFTAR PUSTAKA

1. Barkatullah, abdul halim. Hukum islam menjawab tantangan yang terus berkembang (Yogyakarta: pustaka pelajar offset, 2006)
2. Daud, ali Muhammad. hukum Islam (Jakarta: rajawali Press, 1998)
3. Bushar, Muhammad. Asas hukum adat (Jakarta: pt. pradnya paramita, 2002)














[1] Mohammad daud ali, hukum islam, rajawali pers, Jakarta, 1998, 224 cet-enam.

Teori Istinbath

Teori Istinbath

Teori Istinbath

 BAB I


PENDAHULUAN



A. Latar Belakang


Sebagaimana diketahui, sumber pokok Hukum Islam adalah wahyu, baik yang tertulis (kitab Allah/Al-Qur’an) maupun yang tidak tertulis (Sunnah Rasulullah). Materi-materi hukum yang terdapat di dalam sumber tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu terutama setelah berlalunya zaman Rasulullah, dalam penerapannya diperlukan penalaran.

Permasalahan-permasalahan yang tumbuh dalam masyarakat adakalanya sudah ditemukan nashnya yang jelas dalam kitab suci Al-Qur’an atau Sunnah Nabi, tetapi adakalanya yang ditemukan dalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi itu hanya berupa prinsip-prinsip umum. Untuk pemecahan permasalahan-permasalahan baru yang belum ada nashnya secara jelas, perlu dilakukan istinbath hukum, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur’an atau Sunnah.

Dengan jalan istinbath itu hukum Islam akan senantiasa berkembang seirama dengan terjadinya dinamika perkembangan masyarakat guna mewujudkan kemaslahatan dan menegakkan ketertiban dalam pergaulan masyarakat serta menjamin hak dan kewajiban masing-masing individu yang berkepentingan secara jelas.

Bagi seseorang yang hendak melakukan ijtihad, maka ilmu ushul fikih mutlak diperlukan karena ia merupakan alat atau bahan acuan dalam melakukan istinbath hukum. Dalam makalah ini akan dibahas teori istinbath dan istidlal yang digunakan dala studi hukum islam.



B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian istinbath?

2. Bagaimana teori istinbath?



C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian istinbath.

2. Untuk mengetahui teori istinbath.




BAB II

PEMBAHASAN



A. Teori Istinbath 

 

1. Pengertian Istinbath


Istinbath” berasal dari kata “nabth” yang berarti : “air yang mula-mula memancar keluar dari sumur yang digali”. Dengan demikian, menurut bahasa, arti istinbath ialah “mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya”. Setelah dipakai sebagai istilah dalam studi hukum islam, arti istinbath menjadi “upaya mengeluarkan hukum dari sumbernya”. Makna istilah ini hampir sama dengan ijtihad. Fokus istinbath adalah teks suci ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi. Karena itu, pemahaman, penggalian, dan perumusan hukum dari kedua sumber tersebut disebut istinbath.

Kata istinbat bila dihubungkandengan hukum seperti dijelaskan oleh Muhammad Bin Ali al-fayyumi ahli bahasa arab dan fiqh, berarti upaya menarik hukum dari Al-quran dan Assunnah dengan jalan ijtihad.[1]

Ayat-ayat al-quran dalam menunjukkan pengertianya menggunakan berbagai cara ada yang tegas dan ada yang tidak tegas ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya disamping itu disatukali terdapat pula perbenturan antara satu dalil dengan lain dalil yang memerlukan penyelesaian ushul fiq menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam al-quran dan sunnah rasullah.

Secara garis besar metode istimbat dapat dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertenta




Metode Istimbath Dari Segi Bahasa


Objek utama yang akan di bahas dalam ushul fiqh adalah al-quran dan sunah untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa arab tersebut para ulama’ telah menyusun semacam ‘sematik’ yang akan digunakan dalam praktik penalaran fiqh bahasa arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tinggkat kejelasanya untuk itu para ahlinya telah membuat beberapa ketegori lafal atau redaksi diantanya yang sangat penting dan akan dikemukakan disini adalah masalah amar, nahi dan takhir. Pembahasan lafal dari segi umum dan khisus pembahasan lafal dari segi mutlak pembahasan lafal dari segi mantuk dan mafhumdaris, hal-hal tersebut berikut ini..
 
Amar, Nahi dan Takhyir

a) Amar.

Menurut mayoritas ulamak ushul fiqh adalah. Suatu tuntutan(perintah)untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah kedudukanya

Contoh amar yang secara tegas mengandung makna menyuruh, didalam al-quran surat an-nahal. 16:90.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan , memberi kepada kaum kerabat dan allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan dia memberi penggajarann kepadamu agar kamu dapat menggambil pelajaran.

b) Nahi(larangan)

Pengertian nahi versi ulamak ushul fiq. Adalah larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah tingkatanya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu.

Contoh nahi, dalam surat al-arf, ayat: 33

Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengharamkan), mempersekutukan allah dengan sesuatu yang allah tidak mengeluarkan hujjah untuk itu dan, (mengharamkan), mengada-ngadakan terhadap allah apa yang tidak kamu ketahui.

c) Takhyir(memberi pilihan)

Yang dimaksud dengan takhyir adalah bahwa syari’(allah dan rasulnya) memberi pilihan kepada hambanya antara melakukan dan tidak melakukanya suatu perbuuatan.

Contoh dalam memberikan pilihan. Dalam surat al-baqorah ayat, 182.

Dihalalkan bagimu dimalam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.



2. Lafal Umum (‘am) Dan Lafal Khusus(khas)


1) Lafal Umum


Lafal umum ialah lafal yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu

Seperti yang terdapat dalam surat at-tur 21.

Tiap-tiap (kul)manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan.

2) Lafal Khusus


Lafal khusus adalah lafal yang yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas . para ulamak ushul fiq sepakat seperti disebutkan abu Zahra bahwa lafal khas dalam nash syara’ menunjukkan kepada pengertianya yang khas secara qaht’i (pasti) dan hukum yang dikandungnya bersifat pasti selama tidak ada indikasi yang menunjukkan pengertian lain.

Contoh lafal khas, dalam ayat 89, surat al-maidah.

...............maka khafarat (melanggar) sumpah itu , ialah memberi makan sepuluh orang miskin , yaitu makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka.



3. Mutlak Dan Muqayyad


v Secara bahasa mutlaq berarti bebas tanpa ikatan, sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Abd al-wahab Khllaf ahli ushul fiq kebangsaan Mesir dalam bukunya ‘ Ilmu Ushul Al fiqh, pengertian mutlaq adalah: lafa yang menunjukkan suatu satuan tanpa dibatasi secara harfiah dengan suatu ketentuan.

Misalnya lafal mutlaq yang terdapat dalam ayat 234 surat al-baqoarah.

Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan meninggalkan isteri-isteri(hendaklah para isteri itu)menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.



v Sedangkan lafal muqayyadah mengandung arti berarti terikat .

contoh lafal muqayyada adalah yang terdapat dalam surat Al-Mujadillah ayat 3 dan 4.





4. Mantuq Dan Mafhum


Ø Mantuq secara bahasaberarti “sesuatu yang di ucapkan” sedangkan menurut istilah ushul fiqh pengertian harfiah dari suatu lafal yang di ucapkan , ada juga yang mendefinisikan pengertian mantuq adalah” makna yang secara tegas di tunjukkan oleh suatu lafal sesuai dengan penciptaanya baik secara penuh atau berupa bagianya .

Misalya Firman Allah dalam surat an-nisa’ ayat 3 yang mencamtumkan hukum boleh kawin lebih dari satu orang dengan syarat adil , jika tidak wajib embatasi seorang saja .

Ø Mafhum . mafhum secara bahasa ialah “ suatu yang dipahami dari suatu teks” dan menurut istilah adalah “ pengertian tersirat dari suatu lafal atau pengertian dari kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan





2.Metode penetapan Hukum Melalui Maqasid Syari’ah




1. .Pengertian maqasid syari’ah.


Maqasid syari’ah berarti tujuan Aallah dan Rasulnya dalam merumuskan hukum-hukum islam . tujuan itu dapat di telusuri dalam ayat-ayat al-qur’an dan asunnah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada ,kemaslahatan umat manusia .

Peranan maqasid syari’ah dalm pengembangan hukum. Pengetahuan tentang maqasid syari’ah adalah hal yang sangat penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami ayat-ayat al-quran dan sunnah , menyelesaika dalil-dalil yang bertentangan dan yang sangat penting lagi adalh untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalm al-quran dan sunnah secara kajian kebahasaan.

Metode istimbat seperti , qyas, istihsan, dan masalah mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum islam yang didasarkan atas maqasid syari’ah . sebagai contoh:

tentang kasus diharamkanya khamer(0qs-al-maidah ayat:90.) dari hasil penelitian ulamak ditemukan bahwa maqasaid syari’ah dari diharamkanya khamer ialah karena sifat yang memabukkan yang bisa merusak akal pikiran . dengan demikian yang menjadi alasan logis adalah dari kharamnya khamer adalah sifat memabukkanya sedangkan khamer sendiri hanyalah hanyalah salah satu contoh dari yangmemabukkan.

Dari sini dapat dikembangkan dngan metode analogi (qyas) bahwa setiap yang sifatnya memabukkan adalah juga haram. Dngan demikian ,(illat) hukum dalam suatu ayat atau hadits bila diketahui , maka terhadapnya dapat dlakukan bilamana dapat dilakukan qyas (analogi) artinya qyas hanya bisa dilakukan bila mana ada ayat atau hadits yang secara khusus dapat dijadikan tempat mengqyas –kanya almaqis alaih .

Jika tidak ayat atau hadits secara khusus yang akan dijadikan al-maqs-alaih, tetapi termasuk kedalam tujuan syari’at secara umum seperti memelihara sekurangnya salah satu kebutuhan-kebutuhan diatas tadi dalam hal ini dilakukan metode masalah-mursalah . dalam kajian ushul fiqh apa yang dianggap maslahat bila sejalan atau bertentanggan dengan petunjuk-petunjuk umum syari’at , dapat diakui sebagai landasan hukum yang dikenal dengan marsalahat mursalah.

Jika yang akan diketahui hukumnya itu telah ditetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qyas , kemudian karena dalam satu kondisi bila ketentuan itu telah ditetapkan akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentinggan lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara’ untuk di pertahanan . maka ketentuan itu dapat di tinggalkan khusus dalam kondisi tersebut . ijtihad seperti ini sering disebut dengan istihsan .



3.Ta’arud Dan Tarjih


ü Ta’arud

Kata ta’arud secara bahasa berarti pertentangan antara dua hal. Sedangkan menurut istilah seperti dikemukakan wahbah zuhali , bahwa satu dari kedua dalil menghendakin hukum yang berbeda dengan hukum yang dikehendaki oleh dalil yang lain .

Bilamana dalam pandangan mujtahid terdapat ta’arud antara dua dalil maka perlu dicarikan jalan keluarnay dan disini terjadi perbedaan pendapat antara kalangan syafi’iyah dan khanafiyah.

Menurut kalangan hanafiyah, jalan yang di tempuh bila mana terjadi ta’rud secara global adalah.

1. Dengan meneliti dahulu mana yang lebih dulu turunya ayat atau diucapkanya hadits , dan bila diketahui maka dalil yang terdahulu dianggap telah dinasikh,(dibatalkan), oleh dalil yang datang belakangan.

2. Jika diketahui mana yang lebih dahulu maka cara selanjutnya adalah dengan cara Trjih yaitu meneliti mana yang lebih kuat diantara dalail-dalil yang bertentangan .

3. Jika tidak bisa di tarjih karena ternyata sama-sama kuat maka jalan keluarnya adalah dengan mengkompromikan dua dalil itu.

4. Jika tidak ada peluang untuk mengkompromikan , maka jalan keluarnya adalah tidak memakai kedua dalil tersebut. Dan dalam halini seorang mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya , misalnya bila kedua dalil bertentanggan itu terdiri dari ayat-ayat al-quran maka setelah tidak dapat dikompromikan hendaklah merujuk kepada sunnah Rasullah.

Sedangkan menurut syafi’iyah apabila terdapat ta’arud maka penyelesainya dapat dilakukan sebagai berikut.

· .dengan mengkompromikan antara dua dalil itu selma ada peluang untuk itu, karena menggamalkan kedua dalil itu lebih baik dari hanya memfungsikan satu dalil saja.

· .jika tidak dapat dikompromikan maka jalan keluarnya adalah dengan cara tarjih.

· selanjutnya jika tidak ada peluang untuk mentarjih salah satu dari keduanya , maka langkah selanjutnya adalah , mana diantara dua dalil itu yang lebih dulu datangnya . jika sudah diketahu maka dalil yang terdahulu diannagap telah di

· jika tidak diketahui mana yang terdahulu . maka jalan keluarnya dengan ccara tidak memakai kedua dalil dan dalam keadaan demikian, seorang mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya.

ü Tarjih

Tarjih menurut bahaasa berarti membuat sesuatu cenderung atau mengalahkan. Menurut istilah seprti yang dikemukakan al-baidlowi, ahli ushul fiq dari kalangan syafi’iyah, adalah menguatkan salah satu dari kedua dalil yang zanni untuk dapat diamalkan.

Berdasarkan definisi itu bahwa dua dalil yang bertentangan dan yang akan di tarjih salah satunya itu adalah sama-sama zanni, berbeda dengan itu menurut kalangan hanafiyah, dua dalil yang bertentanggan yang akan di tarjih salah satunya itu bisa jadi sama-sama qath’i atau sama-sama zanni. Oleh sebab itu mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan salah satu dari kedua dalil yang sama atas yang lain ..


BAB III

PENUTUP



A. Simpulan

Istinbath adalah menggali hukum syara’ yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al-Qur’an atau Sunnah. Dilihat dari segi cakupannya, ada pernyataan hukum yang bersifat umum dan ada juga yang bersifat khusus. Sasaran hukum dalam pernyataan hukum yang umum adalah tanpa pengecualian, sedangkan pernyataan khusus mengandung pengertian tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Ada empat teknik analisa untuk menggali hukum melalui makna suatu pernyataan hukum yaitu analisa makna terjemah, analisa pengembangan makna, analisa kata kunci dari suatu pernyataan, dan analisa relevansi makna.

Secara garis besar metode istimbat dapat dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.adapun metode-metodenya adalah. Ta’arud dan tarjih,penetapan hukum melalui maqasaid syari’ah,dan istimbat dari segi bahasa.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya



DAFTAR PUSTAKA

Effendi,Satria.2009. Ushul Fiqh,Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
http/www. Metode istimbath.



[1] Ushul fiq, satria efendi, hl 178