KETERKAITAN ANTARA AKHLAK DAN TASAWUF
Akhlaq yang baik
MAKALAHTugas Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : H. BAROWI, Drs., M. Ag,
Disusun Oleh:
ACHMAD MIFTACHUL ALIM (1213001)
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM SEMESTER 2 TAHUN 2015
Jl.Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara 59427 Telp : (0291)595320
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Hubungan antara Akhlak dan Tasawuf ini dengan baik meskipun terdapat kekurangan di dalamnya. Ucapan terima kasih kepada Bapak H. Barowi, Drs., M. Ag, selaku dosen mata kuliah Ilmu Tasawuf yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang Hubungan antara Akhlak dan Tasawuf. Kami juga menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Jepara, 4 April 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah tasawwuf tidak dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama, yaitu pada masa (sahabat) dan kedua (tabiin). Sedangkan ilmu tasawwuf menurut Ibnu Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian setelah datangnya Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta genearasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran al-Quran dan Sunnah Nabi). Dalam kehidupannya, mereka gemar beribadah, berdzikir dan beraktifitas rohani lainya. Akan tetapi, setelah banyak orang Islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadah yang disebut suffiyah dan mutasawwifin.[1] Dari sinilah kemudian dia mengembangkan dan mengamalkan tasawuf sehingga diadopsi pemikirannya hingga sekarang.
Akhlak dilihat dari sudut bahasa (etimologi) adalah bentuk jamak dari kata khulk, dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai maupun tabiat.[2] Di dalam Da`iratul Ma`arif, akhlak ialah sifat – sifat manusia yang terdidik. Selain itu, pengertian akhlak adalah sifat – sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, yang disebut akhlak yang mulia, sedangkan akhlak yang buruk disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.[3]
Pokok pembahasan akhlak tertuju pada tingkah laku manusia untuk menetapkan nilainya, baik atau buruk dan daerah pembahasan akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dalam perspektif perbuatan manusia. Tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah disinilah ada titik potong antara tasawwuf dengan akhlak yang akan dibahas pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tasawuf ?
2. Bagaimana pengertian Akhlak ?
3. Bagaimana keterkaitan antara Tasawuf dengan Akhlak?
C. Tujuan Masalah
1. Agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari tasaawuf.
2. Supaya pembaca mengetahui pengertian akhlak.
3. Agar pembaca dapat memahami keterkaitan antara tasawuf dengan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf berasal dari kata sufi. Yaitu kata-kata yang sering dipakai oleh orang Zahid bernama Abu Hasyim Al-Kufi di Irak (w: 150 H).
Adapun asal usul kata sufi adalah sebagai berikut :
1. Ahl al-Suffah (اهل السفة ( orang yang ikut pindah Nabi dari Mekkah ke Madinah dalam keadaan miskin, karena kehabisan bekal. Mereka hidup diemperan masjid Nabi dengan menggunakan pelana sebagai bantal ( suffah atau sofa “pelana”, baik dan mulia).[4]
2. Shaff ( صف ) barisan, karena kaum sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih, ikhlas dan senantiasa memilih barisan yang paling depan dalam shalat berjamaah.[5]
3. Sufi ( صوفى ) dari su صافى dan fi صفى yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah mensucikan dirinya melalui latihan-latihan yang berat (mujahadah).
4. Shopos dari kata Yunani yang berarti hikmah . Orang sufi berarti orang yang mempunyai hubungan dengan hikmah.
5. Suf ( سوفى ) kain wol. Orang sufi berarti orang-orang yang sering memakai wol, yang merupakan simbol kesederhanaan dan kemiskinan.
6. Sufi menunjuk pada kata safwah yang berarti sesuatu yang terpilih atau terbaik. Dikatakan demikian karena seorang sufi biasa memandang diri mereka sebagai orang pilihan atau baik.
7. Tasawuf merujuk pada kata safa atau safw yang artinya bersih atau suci. Maksudnya kehidupan seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci.
Secara terminology (istilah), tasawuf diartikan beragam. Hal ini diantaranya karena berbeda cara memandang aktifitas-aktifitas para kaum sufi. Berikut ini ada beberapa definisi tasawuf yang diformulasikan oleh ahli tasawuf.
Ma’ruf al-karkhi sebagaimana yang dikutip oleh As-suhrwardi mengatakan: Tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada ditangan makhluk.[6]
Abu bakar Al-Kattani sebagaimana yang dikutip oleh imam Al-Ghazali berkata: Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal bagimu atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan petunjuk (nur) Islam. Dan orang-orang zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah melakukan suluk dengan petunjuk (nur) imannya.
Menurut Al-Junaidi Al-Bagdadi (w.297 H/910 M), selaku bapak tasawuf moderat, Tasawuf berararti membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan sifat basyariah (biologis), menjauhi hawa nafsu, memeberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, member nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah swt dan mengikuti syariat Rasulullah saw. Keberadaan bersama Allah swt tanpa adanya penghubung baginya.[7]
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Tasawuf adalah melakukan pengabdian kepada Allah dengan cara mensucikan diri, meningkatkan akhlak dan ketaqwaan kepada Allah SWT, membangun kehidupan jasmani dan rahani untuk mencapai kebahagiaan abadi atau hakiki.
Karakteristik dan Maqamat Tasawuf :
1. Karakteristik Tasawuf
Menyajikan pengertian yang lengkap tentang makna tasawuf ini adalah hal yang sulit, walau demikian ahli berusaha mengkaji tasawuf dari karakter yang paling menonjol. Pertama tasawuf diartikan sebagai pengalaman mistik. Dalam pemahaman ini tasawuf diartikan sebagai suatu kondisi pemahaman yang dapat memungkinkan tersingkapnya realitas mutlak. Pemahaman tersebut bukan berasal dari pengetahuan yang bersifat demonstrative, tetapi ilham yang menusup kedalam lubuk hati, karena itu tasawuf mustahil dapat diekspresikan atau dijabarkan, karena tasawuf itu berupa kondisi perasaan yang sulit dijabarkan kepada orang lain dengan kata-kata biasa. Cirri umum dari tasawuf ialah memiliki nilai-nilai moral yang tujuannya membersihkan jiwa yang hanya dapat diperoleh melalui latihan fisik-psikis serta pengekangan diri dari pengaruh materialism duniawi.
Berdasarkan objek dan sasarannya tasawuf diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu:
a. Tasawuf Akhlaqi
Yaitu tasawuf yang sangat menekankan pada moral atau akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna meperoleh kebahagiaan yang nyata. Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini meliputi ; Takhalli, yaitu penyucian diri dari sifat-sifat tercela. Tahalli, yaitu menghiasi dan membiasakan diri dengan sikap perbuatan yang terpuji. Dan Tajalli, yaitu melakukan tersingkapnya nur ilahi seiring dengan hilangnya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan kedua diatas atau takhalli dan tahalli.
b. Tasawuf Amali
Yaitu tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah, sehingga tujuannya agar diperoleh penghayatan spiritual dalam setiap melakukan ibadah. Dan tasawuf ini juga sering disebut tasawuf Syar’i, yaitu berupa tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Ini identik dengan tharikat, sehingga bagi mereka yang masuk tarikat akam memperoleh bimbingan dari mursyid.
c. Tasawuf Falsafi
Yaitu tasawuf yang menekankan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan metafisik.[8]
2. Maqamat dalam Tasawuf
Menurut abu Nasr As-Sarraj maqamat dalam tasawuf yaitu:
a. Tobat, yaitu memohon ampun kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan serta berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak akan mengulangi perbuatan dosa yang telah dilakukan.
b. Wara’, yaitu menghindari diri dari perbuatan dosa atau menjauhi hal-hal yang tidak baik atau subhat. Dalam pengertian sufi wara’ adalah menghindari jauh-jauh segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).
c. Zuhud, yaitu menjauhi dari perkara yang bersifat keduniawian.
d. Fakir, yaitu tidak meminta lebih dari pada yang menjadi haknya, tidak banyak mengharap dan memohon rizqi, kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
e. Sabar, yaitu menghindari diri dari hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dilarang Allah SWT, tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap perwira walaupun sebenarnya berada dalam kafakiran dalam bidang ekonomi.
f. Tawakal, yaitu penyerahan diri seorang hamba kepada Allah SWT setelah ada usaha maksimal.
g. Ridha, yaitu menerima qadha’ dan qadar Allah SWT dengan hati senang, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal didalamnya hanya perasaan senang dan gembira.[9]
B. Pengertian Akhlak
Secara Etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari kata khuluk yang artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabi’at. Yang mempunyai sinonim dengan moral dan etika, moral dan etika berasal dari bahasa latin yang artinya kabiasaan. Akhlak berasal dari kata kerja khalaqa yang artiya menciptakan. Khalik artinya pencipta dan makhluk artinya yang diciptakan. Kata khalak yang mempunyai kata yang seakan diatas mengandung maksud bahwa akhlak merupakan jalinan yang mengikat atas kehendak tuhan dan manusia. Dengan demikian, akhlak dapat dimaknai tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan semesta alam.
Sedangkan secara terminologi akhlak adalah:
1. Menurut Imam Ghozali:
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan.[10]
2. Ibnu maskawih :
Ahklak adalah gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pikiran.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah perbuatan yang tertanam didalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi kepribadian, dilakukan secara sepontan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang, dan dilakukan dengan ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT.
Pembagian akhlak ada dua yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah.
1. Akhlak Mahmudah artinya: akhlak yang terpuji, contoh akhlak mahmudah adalah:[11]
a. Sabar, adalah mampu menahan diri atau mampu mengendalikan amarah.
b. Ikhlas, adalah mengejakan sesuatu amal hanya semata-mata karena Allah, yakni harus mengharap ridhoNya.
c. Jujur, adalah mengatakan sesuatu itu dengan apa adanya dan harus dengan hati yang lurus.
d. Pemaaf, adalah orang yang memberikan maaf kepada peminta maaf yang menyadari kesalahannya.
e. Pemurah, adalah sikap seseorang yang ringan untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain,
f. Menepati janji, adalah orang yang datang ketempat yang sudah disepakati sebelumnya.
2. Akhlak Madzmumah adalah akhlak yang buruk atau tercela, contoh akhlak madzmumah adalah:[12]
a. Ujub dan Takabur, Ujub adalah mengagumi kemampuan dirinya sendiri. Sedangkan takabur, adalah membanggakan diri karena dirinya merasa lebih dari pada yang lain.
b. Ria dan Sum’ah, Ria adalah beramal baik dan bermaksud ingin memperoleh pujian orang lain. Sedangkan sum’ah, adalah berbuat atau berkata agar didengar orang lain sehingga namanya jadi terkenal.
c. Malas dan Tamak, Malas adalah enggan atau tidak mau melakukan sesuatu, dan Tamak( serakah) adalah terlalu bernafsu untuk memiliki sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri.
d. Dendam dan Iri hati, Dendam adalah keinginan untuk membalas kejahatan yang dilakukan orang lain atas dirinya. Dan Iri hati adalah perasaan tidak senang apabila melihat orang lain mendapat kesenangan.
e. Fitnah dan Penipuan, Fitnah adalah berita bohong atau desas- desus tentang seseorang dengan maksud yang tidak baik. Sedangkan penipuan adalah perkataan atau perbuatan tidak jujur dengan maksud menyesatkan seseorang dan mencari untung dari perbuatannya tersebut.
f. Bohong dan Khianat, Bohong adalah dusta, berarti tidak sesuaidengan keadaan yang sebenarnya., sedangkan Khianat adalah perbuatan tidak setia terhadap pihak lain.
g. Bakhil dan Takut miskin, Bakhil adalah perasaan tidak rela memberikan sesuatu kepada orang lain atau untuk kepentingan agama. Dan Takut miskin adalah rasa cemas akan menderita hidupnya karena kekurangan harta.
Sedangkan tujuan dari akhlak adalah sebagai berikut:
1. Untuk membentuk pribadi muslim.
2. Bertingkah laku yang baik demi meningkatkan derajat kehidupan manusia.
3. Menyempurnakan keimanan.
4. Sebagai pengatur cara hidup berkeluarga dan bertetangga.
5. Mengatur adab pergaulan berbangsa dan bernegara.
Jadi mempelajari ilmu akhlak bukanlah sekedar untuk mengetahui mana akhlak baik dan buruk, akan tetapi yang penting adalah, mengamalkan dan menerapkan akhlak yang luhur itu dalam kehidupan sehari-hari, sesuai tuntutan ajaran Islam.
C. Hubungan antara akhlak dan tasawuf
Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawuf falsafi, yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawuf model ini menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawuf akhlaki, yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang (hijab) yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawuf amali, yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam tharikat.
Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf adalah melakukan pengabdian kepada Allah dengan cara mensucikan diri, meningkatkan ahlaq dan ketaqwaan kepada Allah SWT, membangun kehidupan jasmani dan rahani untuk mencapai kebahagiaan abadi atau hakiki. Maqamat tasawuf terdiri dari tobat, wara’, zuhud, fakir, sabar, tawakal, ridho.
Akhlak adalah perbuatan yang tertanam didalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi kepribadian, dilakukan secara sepontan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang, dan dilakukan dengan ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT. Akhlak ada dua yaitu madzmumah (akhlak yang tercela) dan akhlak Mhmudah (akhlak yang terpuji).
Akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah SWT. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
B. Kritik dan Saran
Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurang dan kesalahan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Saran kami setelah membuat makalah ini, agar bagi pembaca menerapkan apa yang telah kami tulis dalam makalah ini dalam kehidupan sehari-hari, trimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Daudy, Ahmad. Kuliah Ilmu Tasawuf. Jakarta: Bulan Bintang. 1996.
Ma`luf, Luis. Kamus Al-Munjid. Beirut: Al-maktabah al-Katulikiyah. 1998.
M.A, Asmaran As. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2000.
Jamil. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. 2003.
Rahmawati, Ani. Aqidah Akhlak. Semarang: Akik Pusaka. 2011.
[1] Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 18.
[2] Luis Ma`luf, Kamus Al-Munjid, (Beirut: Al-maktabah al-Katulikiyah, 1998), hal. 194.
[3] Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 24.
[4] H.M Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat: Referensi, 2003), hal 30.
[5] Ani Rahmawati, Aqidah Akhlak, (Semarang: Akik Pusaka 2011), hal. 3.
[6] H.M Jamil, Op. Cit., hlm. 31.
[7] Ani Rahmawati, Op. Cit., hlm. 4.
[8] Ibid., hal. 6.
[9] Ibid., hal. 7.
[10] H.M Jamil, Op. Cit., hlm. 2.
[11] Ibid., hal. 12.
[12] Ibid., hal. 13.
1 komentar so far
ijin share bang.
kunjungi juga www.masrido.com
EmoticonEmoticon