Selasa, 13 Oktober 2015

Pengertian, Sumber hukum, Bacaan WIRIDAN, Dan Wiridan Setelah Shalat Fardlu

“WIRIDAN”

WIRIDAN

 

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas semester 1 mata kuliah
ASWAJA
Dosen pengampu:
Drs. HA. Asyahari Syamsuri, MM.

Di Susun Oleh:
Achmad Miftachul Alim

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’JEPARA
FAKULTAS SYARI’AH
2013
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik serata hidayahnya sehingga tugas kolektif yang berbentuk sebuah makalah dengnan berjudul “wiridan” dapat terselesaikan dengan tepat waktu.  Sholawat serta salam tercurahkan pada Baginda Rosullah Nabi Agung Muhammad Saw yang kita nanti – nantikan syafa’atnya di yaumil qiyamah, Amiin.
Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi yang akan kami presentasikan dan merupakan implementasi dari program belajar aktif oleh Dosen pengajar mata kuliah Aswaja.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan dan memberikan manfaat bagi pembacanya. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan kekhilafan didalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi menyempurnakan makalah berikutnya.

Jepara, 21 Oktober 2013

Kelompok 5




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR       I
DAFTAR ISI      II
BAB I
PENDAHULUAN      1
A.    Latar Belakang       1
B.    Rumusan Masalah      1
C.    Tujuan Penulisan      1
BAB II
PEMBAHASAN      2
A.    pengertian wiridan    2
B.    Sumber  hukum wiridan    2
C.    Bacaan wiridan     3
D.    Wiridan setelah shalat fardhu    4
BAB  III 
PENUTUP    11
A.    Kesimpulan     11
B.    Saran    11
DAFTAR PUSTAKA     12
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
    Wiridan sangat dianjurkan dalam meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan genting sekalipun seperti dalam keadaan perang.

B.     RUMUSAN MASALAH
    Dari latar belakang di atas, terdapat beberapa  rumusan masalah sebagai berikut:
a.    Apa pengertian dari wiridan?
b.    Bagaimana sumber hukum wiridan?
c.    Apa saja bacaan wiridan?
d.    Bagaimana wiridan setelah shalat fardlu?

C.     TUJUAN PENULISAN MAKALAH
    Penulisan makalah ini mempunyai tujuan umum dan khusus, adapun tujuan khususnya yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja, tujuan umumnya yaitu:
a.    Untuk mengetahui pengertian dari wiridan.
b.    Untuk mengetahui sumber hukum wiridan.
c.    Untuk mengetahui Apa saja bacaan wiridan.
d.    Untuk mengetahui wiridan setelah shalat fardlu.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN WIRIDAN

    Wiridan adalah amalan yang biasanya dilakukan setelah menunaikan ibadah shalat. Ada banyak ragam bacaan yang dipakai dalam wiridan, meski demikian yang terpokok biasanya terdiri dari tiga lafadz; Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar. Dan seperti yang biasa dijumpai di masjid-masjid, sebelum mewiridkan ketiga kalimat tersebut, biasanya ada bacaan awal sebagai muqaddimahnya dan bacaan akhir setelahnya sebagai pamungkas.
    Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan genting sekalipun seperti dalam keadaan perang.

B.    SUMBER HUKUM WIRIDAN

Ada sebuah maqalah yang mengatakan bahwa “ man laysa lahu wirdun fahuwa qirdun”,barang siapa yang tidak wiridan, maka dia seperti monyet. Memang jika diangan-angan salah satu kewajiban manusia adalah mengingat Sang Khaliq. Apabila seseorang tidak pernah mengingat (wirid) Sang Khaliq maka orang itu bagaikan seekor monyet yang tidak tahu diri dan tidak mengerti balas budi.
Begitulah perintah Allah swt dalam suarat an-Nisa’ ayat 103 diterangkan:

فإذا قضيتم الصلاة فاذكروا الله قياما وقعودا وعلى جنوبكم
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. 
    Secara praktis, melatih membiasakan wirid dapat dimulai dari hal yang paling kecil dan sederhana. Misalkan dengan meluangkan waktu setelah shalat fardhu membaca istighfar sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ”. قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ.
    Tsauban bercerita, “Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca “Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta ya dzal jalali wal ikrom”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah (redaksi) istighfar beliau?”. “Astaghfirullah, astaghfirullah” jawab al-Auza’i.

C.    BACAAN WIRIDAN

1.    ...اَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ (Astaghfirullahal adhim) 3x
2.    ...لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ         (La ilaha illallah wahdahu lasyarikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli syaiin qadir) 3x
3.    ...اَللّهُمَّ اَجِرْنَا مِنَ النَّارِ  (allahumma ajirna minannar) 3x
4.    اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَاَدْخِلْنَا اْلجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَاذَاْلجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ                           
   
    Kemudian setelah terbiasa hendaknya ditingkatkan dengan menambah wirid sebagaimana anjuran Rasulullah saw
وروى أبو هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :  من سبح الله في دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين ، وحمد الله ثلاثا وثلاثين ، وكبر الله ثلاثا وثلاثين ، فتلك تسعة وتسعون ، وقال تمام المائة : لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير ، غفرت خطاياه ولو كانت مثل زبد البحر  أخرجه مسلم في صحيحه
“Bahwa Rasulullah saw pernah berkata ‘barang siapa setelah shalat membaca tasbih 33 kali, hamdalah 33 kali, takbir 33 kali, sehingga jumlahnya 99 dan menyempurnakannya dengan bacaanLa ilaha illallah wahdahu lasyarikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli syaiin qadir, Allah akan mengampuni segala dosanya walau sebanyak buih di lautan”.

D.    WIRIDAN SETELAH SHALAT FARDLU

    Seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bukan dengan dzikir yang tidak  dicontohkan oleh beliau, yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dzikir-dzikir yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam berdasarkan hadits-hadits yang shahih adalah sebagai berikut:
1.    Mengucapkan istighfar 3 kali:
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Artinya: “Saya mohon ampun kepada Allah.”
Lalu mengucapkan:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
Artinya: “Ya Allah Engkaulah As-Salam (Dzat yang selamat dari segala kekurangan) dan dari-Mu (diharapkan) keselamatan, Maha Suci Engkau Dzat Yang mempunyai keagungan dan kemuliaan.” (HR. Muslim no. 591)


2.    Mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهْوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ ،
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ ، وَلاَ مُعْطِىَ لِمَا مَنَعْتَ ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.
Ya Allah tidak ada yang mampu mencegah terhadap apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang mampu memberi terhadap apa telah Engkau mencegahnya, serta tidak bermanfaat disisi-Mu kekayaan orang yang kaya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3.     Mengucapkan:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.
    Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah, Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Milik-Nya segala nikmat, keutamaan dan pujian yang baik. Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah dengan memurnikan agama hanya untuk-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya.” (HR. Muslim no. 594)   
    4. Mengucapkan Tasbih, Tahmid dan Takbir:
سُبحان الله (Maha suci Allah) 33 kali,
الحمد لله (Segala puji hanya milik Allah) 33 kali,
الله أكبر (Allah Maha besar) 33 kali,

    Dan digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
    Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
    Tentang keutamaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda:
« مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ فَتِلْكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ ».

“Barangsiapa bertasbih   (mengucapkan سُبحان الله) 33 kali, bertahmid (mengucapkan الحمد لله) 33 kali, dan bertakbir (mengucapkan الله أكبر) 33 kali, itu semua berjumlah 99, kemudian sempurnanya 100 dengan mengucapkan:

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
((Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu)),
    Niscaya akan diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR.Muslim no. 597)
Catatan: Cara menghitung Tasbih, Tahmid dan Takbir yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam adalah dengan jari-jemari. Sebagaimana telah dijelaskan oleh shahabat Yasiirah a. (Lihat Sunan Abu Daud no. 1501 dan Sunan At-Tirmidzi no. 3486)
5.    Mengucapkan:
لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Tidak ada sesembahan yang haq (benar) diibadahi kecuali Allah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan milik-Nya pula segala puji, (Dialah Dzat) Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)
Dibaca 10 kali setelah Shalat Maghrib dan Shubuh.
Tentang keutamaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mengucapkan usai shalat Shubuh       dalam keadaan melipat kedua kakinya sebelum berbicara
لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
10 kali, maka dituliskan baginya 10 kebajikan, dihapus darinya 10 keburukan, dan diangkat baginya 10 derajat,serta harinya itu berada dalam lindungan dari semua yang tidak disenangi dan dijaga dari setan, juga dosa tidak akan mencapai (timbangan)nya pada hari itu selain dosa menyekutukan Allah (berbuat kesyirikan –red).” (HR. At-Tirmidzi no. 3474 dan Ahmad no. 16583/16699)

6.    Membaca Ayat Kursi:

Artinya: “Allah, tidak ada ilah (sesembahan yang haq (benar) diibadahi) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Allah) mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Al-Baqarah: 255)
Tentang keutamaannya Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda:
من قرأ آية الكرسي في دبر كل صلاة مكتوبة لم يمنعه من دخول الجنة الا ان يموت نوع آخر في دبر الصلوات
“Barangsiapa membaca Ayat Kursi setiap selesai menunaikan shalat lima waktu, maka tidaklah ada yang menghalanginya untuk masuk ke dalam Al-Jannah (Surga) kecuali kematian.” (HR. An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra no. 9928)

7.    Membaca surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas:
Yang Artinya: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Al-Ikhlash: 1-4)

Yang Artinya: “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan dari kejahatan malam apabila Telah gelap gulita.Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” (Al-Falaq: 1-5)

Artinya: “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Ilah (sesembahan) manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (An-Naas: 1-6)
Catatan: Tiga surat tersebut dibaca 3 kali setelah shalat Maghrib dan Shubuh dan dibaca 1 kali setelah shalat Zhuhur, ‘Ashar dan ‘Isya`.
Keutamaannya adalah sebagimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam: “Tiga surat tersebut cukup bagimu (sebagai permohonan perlindungan) dari segala kejelekan.” (Lihat Sunan Abu Daud no. 5094)

BAB III
PENUTUP
 
A.    Kesimpulan

    Wiridan adalah amalan yang biasanya dilakukan seusai menunaikan ibadah shalat. Ada banyak ragam bacaan yang dipakai dalam wiridan, meski demikian yang terpokok biasanya terdiri dari tiga lafadz; Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar.

B.    Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, baik dalam isi, penyusunan bahasa atau pun penulisanya. Maka dari itu kami mohon kepada semua pihak unuk memberikan masukan demi tercapainya kesepurnaan dan kemajuan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Abdillah,Abu, argument ahlussunnah wal jama’ah,Tangerang:Pustaka     ta’awun,2011.

Pengertian, Dalil dan Hukum, Sejarah, Dan Bilangan Rakaat SHALAT TARAWIH

SHALAT TARAWIH

 
AYO SHALAT TARAWIH

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas semester 1 mata kuliah
ASWAJA
Dosen pengampu:
Drs. HA. Asyahari Syamsuri, MM.

Di SusunOleh:
Achmad Miftachul Alim

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’JEPARA
FAKULTAS SYARI’AH
2013
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
    Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan taufiknya kami di beri kenikmatan berupa kesehatan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya, Amin
    Makalah ini di susun sebagai salah satu tugas mata kuliah Ahlussunnah waljamaah semester satu  fakultas syariah prodi al-ahwal as-syakhsiyyah Universitas Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara, dengan judul “SALAT TARAWIH”.
    Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila tanpa dukungan serta bimbingan dari pihak-pihak yang sangat kami hormati, oleh karena itu, pertama kami ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua kami atas do’a dan dukungan moril maupun materil yang telah di berikannya. Kedua kami ucapkan banyak  terima kasih kepada dosen kami bapak Drs. HA. Asyahari Syamsuri, MM. Selaku dosen pengampu mata kuliah ahlussunah wal jamaah yang telah membimbing kami menyelesaikan makalah ini. Ketiga kami ucapkan kepada rekan-rekan di fakultas syariah prodi al-ahwal as-syahsiyah Universitas Nahdlatul Ulama’ (UNISNU)  Jepara Yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
    Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah di harapkan, dan kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin…..
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jepara, 24 Oktober2013

                                Tim Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR       I
DAFTAR ISI      II
BAB I
PENDAHULUAN      1
A.    Latar Belakang       1
B.    Rumusan Masalah      1
C.    Tujuan Penulisan      1
BAB II
PEMBAHASAN      2
A.    Pengertian Shalat  Tarawih     2
B.    Dalil dan Hukum Shalat Tarawih     4
C.    Sejarah Shalat Tarawih   
D.    Bilangan Rakaat Shalat Tarawih     5
BAB  III 
PENUTUP   
A.    Kesimpulan      7
B.    Saran      7
DAFTAR PUSTAKA      8

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Salah satu amaliah di bulan ramadhan adalah ibadah sunnah yang sering kita kerjakan yaitu salat tarawih. Hukum salat tarawih adalah sunnat muakkad bagi  laki-laki dan perempuan, boeh dikerjakan sendiri tetapi yang lebih utama dikerjakan secara berjama’ah.
Dewasa ini banyak terjadi khilafiyah (perbedaan) dalam pelaksanaan salat  yang berkembang dalam masyarakat. Didalam makalah yang kami sajikan ini terdapat sejarah yang mendasari salat tarawih beserta dalil-dalil sebagai penguatnya.

B.    Rumusan Masalah
Dari urain di atas terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian dari salat tarawih?
2.    Apa dalil yang mendasari tentang salat tarawih?
3.    Bagaimana sejarah salat tarawih ?

C.    Tujuan penulisan
Tujuan makalah ini disusun guna untuk :
1.    Kita dapat mengerti apa itu salat  tarawih.
2.    Kita dapat mengetahui dasar  dalil tentang salat tarawih.
3.    Kita dapat mengetahui sejarah dan pelaksanan salat tarawih.


BAB II
PEMBAHASAN

SHALAT TARAWIH

A.    Pengertian SHALAT TARAWIH

Salat tarawih adalah salat yang disunnatkan khususnya pada bulan ramadlan. Hukum salat tarawih adalah sunnat muakkad bagi  laki-laki dan perempuan, boeh dikerjakan sendiri tetapi yang lebih utama dikerjakan secara berjama’ah,waktunya setelah salat isya sampai terbit fajar .

B.    Sejarah dan Hukum Shalat Tarawih

Shalat tarawih adalah shalat yang dilakukan hanya pada bulan Ramadlan, dan shalat tarawih ini dikerjakan beliau Nabi pada tanggal 23 Ramadlan tahun kedua hijriyyah, namun pada masa itu beliau Nabi mengerjakan shalat tarawih tidak di masjid terus menerus, kadang di masjid, kadang mengerjakannya di rumah. Sebagaimana dalam Hadist:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ (رواه البخاري ومسلم)

“Dari ‘Aisyah Ummil Mu’minin ra: sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam hari sholat di masjid, lalu banyak orang sholat mengikuti beliau, beliau sholat dan pengikut bertambah ramai (banyak) pada hari ke-Tiga dan ke-empat orang-orang banyak berkumpul menunggu beliau Nabi, tetapi Nabi tidak keluar (tidak datang) ke masjid lagi. Ketika pagi-pagi, Nabi bersabda: “sesungguhnya aku lihat apa yang kalian perbuat tadi malam. Tapi aku tidak datang kemasjid karena aku takut sekali kalau sholat ini diwajibkan pada kalian”. Siti ‘Aisyah berkata: “hal itu terjadi pada bulan Ramadlan”.
     (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist ini menerangkan bahwa Nabi Muhammad SAW memang pernah melaksanakan sholat tarawih, pada malam hari yang ke-dua beliau datang lagi mengerjakan sholat dan pengikutnya tambah banyak. Pada malam yang ketiga dan ke-empat Nabi tidak datang ke masjid, dengan alasan bahwa beliau takut sholat tarawih itu akan diwajibkan Allah, karena pengikutnya sangat antusias dan bertambah banyak, sehingga hal ini ada kemungkinan beliau berfikir,  Allah sewaktu-waktu akan menurunkan wahyu mewajibkan sholat tarawih kepada umatnya  karena orang-orang Muslimin sangat suka mengerjakannya. Jika hal ini terjadi tentulah akan menjadi berat bagi ummatnya. Atau akan memberikan dugaan kepada ummatnya, bahwa sholat tarawih telah diwajibkan, karena sholat tarawih adalah perbuatan baik yang selalu dikerjakan beliau Nabi, sehingga ummatnya akan menduga sholat tarawih adalah wajib. Hal ini sebagaimana keterangan dibawah ini:

أَنَّهُ إِذَا وَاظَبَ عَلَى شَيْء مِنْ أَعْمَال الْبِرّ وَاقْتَدَى النَّاس بِهِ فِيهِ أَنَّهُ يُفْرَض عَلَيْهِمْ اِنْتَهَى

“Sesungguhnya Nabi ketika menekuni sesuatu dari amal kebaikan dan diikuti ummatnya, maka perkara tersebut telah diwajibkan atas ummatnya”.
Langkah bijaksana dan sangat sayangnya beliau Nabi saw kepada ummatnya. Pada hadist di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Nabi melaksanakan shalat tarawih berjama’ah di Masjid hanya dua malam. Dan beliau tidak hadir melaksanakan shalat tarawih bersama-sama di masjid karena takut atau khawatir shalat tarawih akan diwajibkan kepada ummatnya.
2. Shalat tarawih hukumnya adalah sunnah, karena sangat digemari oleh rasulullah dan beliau mengajak orang-orang untuk mengerjakannya.
    3. Dalam hadist di atas tidak ada penyebutan bilangan roka’at dan     ketentuan roka’at shalat Tarawih secara rinci.
    Hukum shalat Tarawih adalah sunnah Muakkadah, Berdasarkan hadits Nabi :

من قام رمضا إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه. [رواه البخاري]
Artinya :
“Barang siapa yang melakukan ibadah di bulan Ramadlan (shalat tarawih) hanya karena iman kepada Allah dan mencari keridlaanNya, maka diampuni dosa-dosa yang lewat”. (HR. Bukhari)

C.    Jumlah rakaat SHALAT TARAWIH

Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan tentang bilangan rakaat shalat Tarawih, antara lain :

a.    Hadits riwayat Ibnu Abbas :


عن ابن عباس رضي الله عنهما كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي في رمضان في غير جماعة بعشرين ركعة والوتر
Artinya :
“Dari Ibnu Abbas ra. dia berkata : Rasulullah SAW. shalat pada bulan Ramadlan tanpa berjama’ah 20 rakaat dan witir”. (HR. Ibnu Abi Syaiban dan Baihaqi)

b.    Hadits riwayat Yazid bin Ruman:


عن يزيد بن رومان قال : كان الناس يقومون في زمن عمر رضي الله عنه بثلاث وعشرين ركعة. [رواه مالك في الموطأ]
Artinya :
“Orang-orang di zaman Umar ra. melakukan shalat malam 23 rakaat (20 Tarawih, 3 Witir)”. (HR. Malik dalam kitab Muwattho’)

c.    Hadits riwayat Siti A’isyah ra. :


روي عن عائشة رضي الله عنها قالت : ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يزيد في رمضان وغيره على إحدى عشرة ركعة. [رواه البخاري]

d.    Hadits riwayat Jabir


صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان ثمان ركعات ثم أوتر. [رواه ابن حبان]

Artinya :
“Rasulullah SAW. melakukan shalat bersama kita (para sahabat) pada bulan Ramadlan delapan rakaat. Kemudian melakukan witir”. (HR. Ibnu Hibban)

    Karena beberapa hadits tersebut satu sama lain saling bertentangan, maka kita kembali pada Ushul Fiqih :
إذا تعارضت الأدلة تساقطت ووجبت العدول إلى غيرها.

Artinya :
“Apabila beberapa dalil itu bertentangan, maka semua saling menggugurkan
 dan wajib pindah pada dalil lainnya”.

Oleh karena itu, mengenai bilangan rakaat shalat tarawih ini para ulama madzhab pindah pada pedoman/dalil yang kongkrit yaitu ijma’ pada sahabat pada zaman Sayyidina Umar ra. yakni melaksanakan Tarawih 20 rakaat.

عَنْ يَزِيدَ بْنِ رُومَانَ , قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَنِ عُمَرَرضي الله عنه فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً (رواه مالك)
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadlan sebanyak 23 rokaat“. (HR. Malik)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
 Shalat Tarawih adalah shalat malam yang dikerjakan pada bulan suci Ramadlan waktunya sesudah mengerjakan shalat Isya’ dan sebelum witir.
A.    Kesimpulan
B.   
C.    Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan, baik dalam isi, penyusunan bahasa atau pun penulisanya. Maka dari itu kami mohon kepada semua pihak unuk memberikan masukan demi tercapainya kesepurnaan dan kemajuan makalah ini di masa yang akan dating.

Kamis, 01 Oktober 2015

KONSEP ISLAM DALAM FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI ISLAMI

KONSEP ISLAM DALAM FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI ISLAMI
 
KONSEP ISLAM DALAM FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI ISLAMI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Iqtishadi
Semester 4
Dosen pengampu:
ZAHROTUN NAFISAH, LC, M.H.I



Disusun Oleh:

1.Achmad Miftahul Alim (1213001)


Prodi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Nahdhatul Ulama’ (UNISNU)
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga tugas kolektif yang berbentuk makalah dengan tema ”Tafsir Ayat Tentang Larangan Shalat Bagi Orang Yang Mabuk dan Junub” dapat terselesaikan tepat waktu, meskipun dengan berbagai macam halangan. Dan tak lupa Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda nabi agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah nanti, Amin.
Makalah ini disusun sebagai tugas dan merupakan implementasi dari program belajar aktif oleh Dosen pengajar mata kuliah Tafsir Ahkam.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah khazanah keilmuandan memberikan manfaat bagi pembacanya. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan kekhilafan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah berikutnya.
Jepara, 24 Maret 2015

Kelompok 04


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR    i
DAFTAR ISI    ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang    1
B.    Rumusan masalah    2
C.    Tujuan penulisan makalah    2
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prinsip-prinsip produksi    3
B.    Faktor produksi     4
C.    Biaya Produksi    6
D.    Pemaksimuman keuntungan    7
E.    Modal organisasi    8
BAB III
PENUTUP    10
KESIMPULAN    10
DAFTAR PUSTAKA    11




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut teori produksi konvensional, Produksi pada dasarnya yaitu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen

Dalam perspektif Islam, produksi yaitu suatu usaha untuk menghasilkan dan menambah nilai guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Pemahaman lebih lanjut produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam pengembangan faktor-faktor sumber produksi yang diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat Al-Maidah ayat 87 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Al-Ghazali salah satu ekonom Islam yang sangat concern terhadap teori produksi dalam kehidupan masyarakat. Beliau sering menggunakan kata kasab dan islah yang berarti usaha fisik yang dikerahkan manusia dan yang kedua dalam upaya manusia untuk mengelola dan mengubah sumber-sumber daya yang tersedia agar mempunyai manfaat yang lebih tinggi.[1]

Jadi dapat ditarik kesimpulan dari beberapa definisi produksi dalam Islam diatas, yaitu suatu kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa dengan mengubah faktor-faktor sumber produksi yang dihalalkan dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan manusia baik jasmani maupun rohani untuk mencapai falah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:

1. Apa saja prinsip produksi ?

2. Apa faktor-faktor produksi?

3. Apa yang dimaksud dengan biaya produksi?

4. Bagaimana cara memaksimumkan keuntungan?

5. Apa yang dimaksud dengan modal organisasi?



C. Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Prinsip Produksi.

2. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Produksi.

3. Untuk mengetahui Biaya Produksi.

4. Untuk mengetahui cara mamaksimumkan keuntungan.

5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Modal Organisasi.




BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Produksi


Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis, produksi adalah proses mentransformasikan input menjadi output. M.N siddiqi berpendapat, bahwa produksi merupakan penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemaslahatan bagi masyarakat.[2]

Muhammad Abdul Mannan mengemukakan, prinsip fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada pertimbangan kesejahteraan umum yang lebih luas yang menekankan persoalan moral, pendidikan, agama, dan persoalan lainnya. Kesejahteraan yang dimaksudkan Muhammad Abdul Mannan adalah bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh peningkatan produksi dari pemanfaatan sumber daya secara maksimal, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dalam proses produksi[3].

Al-qur’an dan hadis Rasulullah SAW. memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:

1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya.

2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi.

3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.

4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.[4]

Kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain:

1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.

2. Mencegah kerusakan di mukabumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian,dan ketersediaan sumber daya alam.

3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran.

4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.

5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.

B. Faktor-Faktor Produksi


Faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu, tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian. [5]

1. Modal


Modal menduduki tempat yang spesifik. Dalam masalah modal, ekonomi Islam memandang modal harus bebas dari bunga. Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal menurut pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lebih lanjut[6]. Misalnya, orang membuat jala untuk mencari ikan. Dalam halini jala merupakan barang modal, karena jala merupakan hasil produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk lain (ikan).

Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya.[7]

a. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri, misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara modal asing, misalnya, modal yang berupa pinjaman bank.

b. Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Contoh dari modal konkret yaitu mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan contoh dari modal abstrak adalah nama baik, dan hak merk.

c. Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan. Sedangkan modal masyarakat seperti rumah sakit umum milik pemerintah, jalan,jembatan.

d. Modal dibagi berdasarkan sifatnya, modal tetap dan modal lancar. Contoh dari modal tetap yaitu mesin dan bangunan pabrik. Sedangkan contoh dari modal lancar adalah bahan-bahan baku.


2. Tenaga Kerja


Tenaga kerja manusia adalah segala kegiatan manusia baik jasmani maupun rohani yang dicurahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa maupun faedah suatu barang.

Tenaga kerja manusia dapat diklasifikasikan menurut tingkatannya (kualitasnya) yang terbagi atas:

a. Tenaga kerja terdidik (skilled labour), adalah tenaga kerja yang memperoleh pendidikaaik formal maupun non formal, seperti guru, dokter dan pengacara.

b. Tenaga kerja terlatih (trained labour), adalah tenaga kerja yang memperoleh keahlian, berdasarkan latihan dan pengalaman. Misalnya, montir, tukang kayu, tukang ukir.

c. Tenaga kerja tak terdidik dan tak terlatih (unskilled and untrained labour), adalah tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan jasmani daripada rohani, seperti, tukang sapu, pemulung, buruh tani.[8]


3. Tanah


Tanah adalah faktor produksi yang penting mencakup semua sumber daya alam yang digunakan dalam proses produksi. Ekonomi Islam mengakui tanah sebagai factor ekonomi untuk dimanfaatkan secara maksimal demi mencapai kesejahteraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi islam. Al-Qur’an dan sunnah dalam hal ini banyak menekankan pada pemerdayaan tanah secara baik. Dalam pemanfaatan sumber daya alam yang dapat habis, islam menekan agar generasi hari ini dapat menyeimbangkan pemanfaatannya untuk generasi yang akan datang.[9]


4. Kewirausahaan


Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir factor-faktor produk. Sumber daya pengusaha yang disebut juga kewirausahaan. Berperan mengatur dan mengkombinasikan factor-faktor produksi dalam rangka meningkatkan kegunaan barang atau jasa secara efektif dan efisien. Pengusaha berkaitan dengan managemen.

Sebagai pemicu proses produksi, pengusaha perlu memiliki kemampuan yang dapat diandalkan. Untuk mengatur dan mengkombinasikan factor-faktor produksi, pengusaha harus mempunyai kemampan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan usaha.

C. Biaya Produksi


Biaya merupakan suatu pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang untuk suatu tujuan tertentu. Biaya merupakan harga pokok atau bagiannya yang telah dimanfaatkan atau dikonsumsi untuk memperoleh pendapatan.

Biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi perusahaan tersebut.[10]

Dalam arti sempit, dalam biaya terdapat empat unsure penting, yaitu: pengorbanan sumber ekonomi, diukur dalam satuan uang, telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam arti luas, biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya yang selalu berubah. Keseluruhan biaya produksi dinamakan biaya total. Biaya total didapat dari penjumlahan biaya tetap dan biaya berubah.[11]

1. Biaya tetap (fixed cost).


Biaya tetap yaitu biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan tidak memandang apakah perusahaan itu sedang menghasilkan barang atau tidak. Biaya tetap ini sangat penting bagi perusahaan karena akan mempengaruhi operasional perusahaan dalam hal penentuan tingkat pemaksimuman keuntungan.[12]

2. Biaya variable (Variable cost)


Biaya variable yaitu segala macam biaya yang dikeluarkan yang berhubungan dengan besar kecilnya unit produksi yang dihasilkan.

Secara teoritis, biaya variable dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Biaya variable yang bersifat progresif.

b. Biaya variable yang bersifat proporsional.

c. Biaya variable yang bersifat degresif.

Jadi, biaya total dapat dihitung menggunakan rumus TC= FC + VC. [13]

D. Pemaksimuman Keuntungan


Dalam menganalisis suatu usaha, harus memperhatikan yang namanya biaya produksi yang dikeluarkan dan hasil penjualan. Pemaksimuman keuntungan dapat dicari dengan dua cara, yaitu: membandingkan hasil penjualan total dengan biaya total dan menunjukkan hasil penjulan marginal = biaya marginal.

Keuntungan merupakan perbedaan antara hasil penjualan total yang diperoleh lebih besar dari biaya total. Keuntungan akan mencapai maksimum apabila perbedaan diantara keduanya adalah maksimal. Jadi, keuntungan = hasil penjualan – biaya total.[14]

Imam al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan adalah motif utama dalam perdagangan. Namun, dalam hal ini ada sesuatu yang menarik dari imam al-Ghazali yaitu mengurangi jumlah keuntungan dengan menjual harga lebiih murah akan meningkatkan volume penjualan yang mana akan berdampak pada meningkatnya keuntungan.

E. Modal Organisasi


Modal adalah baik barang-barang berupa barang-barang konkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang ada pada neraca sebelah debit maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari abrang-barang itu yang tercatat disebelah kredit. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya.[15]

Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri, misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara modal asing, misalnya, modal yang berupa pinjaman bank.

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Contoh dari modal konkret yaitu mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan contoh dari modal abstrak adalah nama baik, dan hak merk.

Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan. Sedangkan modal masyarakat seperti rumah sakit umum milik pemerintah, jalan,jembatan.

Modal dibagi berdasarkan sifatnya, modal tetap dan modal lancar. Contoh dari modal tetap yaitu mesin dan bangunan pabrik. Sedangkan contoh dari modal lancar adalah bahan-bahan baku.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Produksi yaitu suatu usaha untuk menghasilkan dan menambah nilai guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat.

Prinsip produksi dalam Islam lebih menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan yaitu, tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian.

Biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksi perusahaan tersebut.

Keuntungan adalah motif utama dalam perdagangan. Baik keuntungan di dunia maupun keuntungan di akhirat. Dalam memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh, maka terlebih dahulu harus mempertimbangkan modal yang dimilikinya beserta besarnya biaya yang akan dan telah dikeluarkan.



DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami. 2007.

Aziz, Abdul, Ekonomi Islam (Analisis Mikro Dan Makro), Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008.

Edwin Nasution, Mustafa, Dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Rozalinda, Ekonomi Islam (Teori Dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi), Jakarta: Rajawali Pers, 2014.




[1] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami. 2007. Hlm: 102
[2] Adiwarman A. Karim, Ibid., . Hlm 65.
[3] Adiwarman A. Karim, Ibid., hlm 66.
[4] Rozalinda, Ekonomi Islam (Teori Dan Aplikasinya Pada Aktivitas Ekonomi), (Jakarta: Rajawali Pers, 2014 ) hlm. 111
[5] Rozalinda, Ibid., hlm. 112.
[6] Edwin Nasution, Mustafa, Dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006). Hlm. 70.
[7] Edwin Nasution, Ibid., hlm. 71.
[8] Aziz, Abdul, Ekonomi Islam (Analisis Mikro Dan Makro), (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008). Hlm. 55.
[9] Aziz, Abdul, Ibid., Hlm. 56.
[10] Aziz, Abdul, Ibid., Hlm. 55.
[11] Aziz, Abdul, Ibid., Hlm. 56.
[12] Edwin Nasution, op.cit., hlm. 72.
[13] Edwin Nasution, Ibid., hlm. 72.
[14] Edwin Nasution, Ibid., hlm. 75.
[15] Edwin Nasution, Ibid., hlm. 71.

Minggu, 20 September 2015

Hukum Menghajikan Orang Lain

 
MAKALAH

Hukum Menghajikan Orang Lain

Hukum Menghajikan Orang Lain
Berdo'a dengan khusu' saat haji


Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits

Oleh dosen penggapu :Maya Dina Rahma Musfiroh M,A


DI tulis oleh;

1) Achmad Miftachul Alim
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)JEPARA 
TAHUN AJARAN 2012
 
 
 
 
BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah


Haji merupakan rukun islam yang ke 5 ( lima ). Ibadah haji merupakan ibadah yang sudah lama di syari’atkan. Jauh sebelum lahir Nabi Muhammad SAW. Dari ayat suci al – Qur’an, hadits nabi dan sirah rasulullah kita dapat mengetahui bahwa kaum – kaum terdahulu juga melaksanakana ibadah haji.



salah satu ayat tentang haji juga menunjukkan, yaitu ketika turun ayat mengenai sa’i allah berfirman :

“ Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui “.



B. Rumusan Masalah

1. Mengapa haji hanya wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup?

2. Apa saja macam – macam haji ?

3. Bagaimana hukum menghajikan orang lain ?



C. Tujuan Penulisan

Agar kita semua tahu,haji itu wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup,dan apa macam macam haji,dan bagaimana hukumnya menghajikan orang lain, kaitannya dengan ibadah haji.adapun pembahasan lebih lanjut akan kami jelaskan dalam makalah kami. Mulai dari alas an kenapa ibadah haji yang paling wajib hanya di lakukan satu kali saja, hokum – hukumnya dan serta macam – macamnya.



BAB II
PEMBAHASAN



A. Wajib Haji Hanya Satu Kali.


Haji adalah merupakan rukun islam yang ke 5 ( lima ). Ibadah haji merupakan ibadah yang sudah lama di syari’atkan. Jauh sebelum lahir Nabi Muhammad SAW. Dari ayat suci al – Qur’an, hadits nabi dan sirah rasulullah kita dapat mengetahui bahwa kaum – kaum terdahulu juga melaksanakana ibadah haji.

Bagi orang yang diberi kelebihan harta , kebanyakan mereka ingin melakukan ibadah haji berukangkali . demikian pula sebagian orang yang kaya berangkat umroh. Hampir setiap tahun munhkin mereka berada di makkah.

Haji dan umroh keduanya adalah ibadah yang dilakukan satu kali seumur hidup , sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits . Rasulallah sendiri melaksanakan haji Cuma sekali yang dikenal dngan haji wada’.

Ada sebuah hadits dimana sanadnya tidak diketahui tetapi para sahabat menjadikan acuan hadits itu kalu wajib haji cma satu kali.

“ibadah haji wajib dilakukan satu kali seumur hidupdan apabila seseorang melakukanya lebih dari satu kali maka hal itu merupakan sunnah”.walaupun demikian banyak juga diantara kaum muslimin yang berkeinginan sesering mungkin datang ketanah suci. Sebagian dari mereka beralasan karena rindu kepada ka’bah. Sebagian lagi beralasan ingin mendulang pahala yang banyak, mengingat pahala salat di masjidil haram adalah 10 ribu kali lipat dari shalat di tempat biasa, , demikin pula shalat di masjid nabawi yaitu dengan seribu kali lipat dari shalat di tempat lain.

“ diriwayat,kan dari abu hurairah Ra , ia berkata: Rasulallah SAW, pernah berkhutbah di hadapan kami beliau mengatakan: “saudara-saudara”! sungguh Allah telah mewajibkan haji kepada kalian karena itu berhajilah !” ada seorang yang bertanya, ,apakah setiap tahun ya, rasulallah ?” , rasulallah diam , sehingga orang tersebut menanyakan hingga tiga kali , setelah itu rasul bersabda. “ seandainya aku jawab”Ya” maka tentu haji itu wajib setiap tahun , lalu kalian tidak mampu untuk melaksanakanya “. Sabda beliau selanjutnya ‘ janganlah engkau tanyakan apa yang tidak aku sebutkan , karena celakanya orang-orang sebelum kamu dulu adalah karena mereka banyak bertanya dan mereka tidak mematuhi nabi mereka , apabila aku perintahkan sesuatu kepada kamu maka laksanakanlah menurut kemampuanmu dan apabila aku melarang sesuatu terhadapmu maka tinggalkanlah.[1]



B. Macam-MacamHaji
Berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih dari Nabi shallallah ‘alahi wa sallam, ada tiga jenis haji yang bisa diamalkan. Masing-masingnya mempunyai nama dan sifat (tatacara) yang berbeda. Tiga jenis haji tersebut adalah sebagai berikut

1. Haji Tamattu’


Haji Tamattu’ adalah berihram untuk menunaikan umrah di bulan-bulan haji (Syawwal, Dzul Qa’dah, 10 hari pertama dari Dzul Hijjah), dan diselesaikan umrahnya (bertahallul) pada waktu-waktu tersebut1. Kemudian pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah) berihram kembali dari Makkah untuk menunaikan hajinya hingga sempurna. Bagi yang berhaji Tamattu’, wajib baginya menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh dari sapi/sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzul Hijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzul Hijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq2. Namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya.

2. Haji Qiran


Haji Qiran adalah berihram untuk menunaikan umrah dan haji sekaligus, dan menetapkan diri dalam keadaan berihram (tidak bertahallul) hingga hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah). Atau berihram untuk umrah, dan sebelum memulai thawaf umrahnya dia masukkan niat haji padanya (untuk dikerjakan sekaligus bersama umrahnya). Kemudian melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), lalu shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk umrah dan hajinya sekaligus dengan satu sa’i (tanpa bertahallul), kemudian masih dalam kondisi berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah).

Boleh pula baginya untuk mengakhirkan sa’i dari thawaf qudumnya yang nantinya akan dikerjakan setelah thawaf haji (ifadhah). Terlebih bila kedatangannya di Makkah agak terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan dengan sa’i.

Untuk haji Qiran ini, wajib menyembelih hewan kurban (seekor kambing, sepertujuh dari sapi, atau sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzul Hijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzul Hijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari; 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq, namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzul Hijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya



3. Haji Ifrad


Haji Ifrad adalah melakukan ihram untuk berhaji saja (tanpa umrah) di bulan-bulan haji. Setiba di Makkah, melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), kemudian shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’i di antara Shafa dan Marwah untuk hajinya tersebut (tanpa bertahallul), kemudian menetapkan diri dalam kondisi berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr (tanggal 10 Dzul Hijjah). Boleh pula baginya untuk mengakhirkan sa’i dari thawaf qudumnya, dan dikerjakan setelah thawaf hajinya (ifadhah). Terlebih ketika kedatangannya di Makkah agak terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan dengan kegiatan sa’i, sebagaimana haji Qiran.

Untuk haji Ifrad ini, tidak ada kewajiban menyembelih hewan kurban. (Disarikan dari Dalilul Haajji wal Mu’tamir, terbitan Departemen Agama Saudi Arabia hal. 15,16, & 19, dan www.attasmeem.com, Manasik Al-Hajj wal ‘Umrah, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)



C.MENGHAJIKAN ORANG LAIN SEBELUM DIRI SENDIRI.


Ada sebuah hadits yang menerangkan tentang hukum orang yang menghajikan orang lain tetapi dirinya belum melakukan haji sendiri .

“dari Ibnu abbas .ra. bahwasanya Nabi mendengar seorang laki-laki yang mengucapkan :” labaika” An syubrumah “, beliau bertanya: siapakah syubrumah itu ?: laki-laki itu menjawab :saudara saya, lalu beliau bertanya kepadanya: apakah engkau sudah melaksanakan haji untuk diri engkau , dia menjawab: tidak/ belum beliau bersabda : tunaikan haji untuk dirimu dahulu , barulah kemudian hajikan syubana, , (Hrabu daud dan ibnu majah seta dianggap shohih oleh ibnu hiban yang kuat menurut ahmad, )[2] hadits ini mauquf putus sanadnya hingga sampai pada sahabat saja.

Ada hadits lain yang juga membicarakan tentang hokum mernghajikan orang lain.

Artinya : “dari ibnu abbas r.a dia berkata : pernah al fadlu bin abbas r.a duduk di belakang nabi SAW. Lalu datanglah seorang wanita dari khats’ama. Mulailah al fadlu memandang kepalanya dan wanita itu memandang kepalanya. Lalu Nabi SAW memalingkan muka al fadlu kearah lain. Lalu wanita itu berkata : ya rasulullah sesunggughnya kewajiban ibadah haji dari allah itu, atas semua hambaNya. Sedangkan saya mendapatkan masa hidup ayahku dalam keadaan sudah tua bangka, tidak kuat lagi naik kendaraa.

Apakah boleh saya hajikan dia ? beliau menjawab : ya. Dan peristiwa itu pada waktu haji wada’ .

Dalam hadits tersebut terkandung dalil yang menunjukkan sah orang yang sudah mukallaf apabila rang itu sudah tidak mampu menunaikan haji sendiri, seperti orang yang sudah tua, karena orang yang sudah tua itu tidak bisa diharapkan untuk kuat lagi. Apabila ketidak maupuan itu karena sakit atau gila yang masih ada harapan sembuh, maka tidak menghajikannya sah.



BAB III
PENUTUP



A. Kesimpulan


Dalam benak dan hati kecil setiap muslim pasti terlintas dan terpaut keinginan untuk pergi menunaikan ibadah haji. Bagi seorang muslim, haji seakan – akan adalah puncak ibadah. Ketika sesorang sudah melakukan zakat, dan kewajiban lainnya, rasanya belum genap seluruh ibadah tersebut bila tidak di ahiri dengan ibadah haji.

Kadang – kadang juga muncul pertanyaan dikalangan jama’ah haji, yaitu makna dan arti apa yang terkandung di balik nilai keagungan dan amaliyah haji?

Insyaallah makalah kami mampu menjawab semua pertanyaan itu meskipun tidak begitu sempurna, karena kesempurnaan hanya milik allah. Untuk itu kritikan dan saran dari teman – teman sangat kami butuhkan untuk kebaikan makalah kami kedepan.

















BAGIAN PERTANYAAN


Pertanyaan pertama : oleh saudara Ahmad Saiful Huda “ Bagai mana hukumnya menghajikan orang yang telah meninggal dunia?”.

Jawab : “Hukumnya boleh, dengan ketentuan orang yang akan mewakili sudah melakukan ibadah haji terlebih dahulu”

Pertanyaan ke-2 oleh saudari saidah: ”bolehkan mewakilkan haji kepada orang lain yang telah melaksanakan ibadah haji sebelumnya, dengan ketentuan mewakilkan ibadah haji lebih dari satu orang?”

Jawab:”Kalu mewakilkan ibadah haji kepada orang lain hukumnya boleh dengan ketentuan ketika orang itu semisal sedang sakit atau memeng berhalangan dan apabila ada suatu keharusan yang tidak bias melaksanakan ibadah haji maka boleh mewakilkannya, sedangkan oaring yang akn mewakili ibadah haji orang lain tidak bias mewakili lebih dari satu orang”

Pertanyaan ke-3 oleh Saudari Ahmad Firman :”kenapa ada suatu keharusan bagi masyarakat Indonesia ketika ada orang yang melaksanakan ibadah haji, setelah pulang kemudian mendapatkan kelar haji, bagaiman hukumnya pemberian gelar haji?”

Jawab :”memang ada semacam budaya dari bangsa kita, ketika ada orang yang melaksanakan ibadah haji kemudian setelah pulang kemudian orang-orang memanggilnya dengan tambahan gelar haji maupun hajah bagi perempuan, adapun pemberian gelar kepada orang yang melaksanakan ibadah haji tidak lain adalah untuk memberiakan penghormatan serta menghargai dari perjuanganya sewaktu melaksanakan ibadah haji yang membutuhkan perjuangan besar”.



DAFTAR PUSTAKA



Muhammad, abu bakar, Drs., terjemahan subulus salam, AL – IHLAS, Surabaya, 1991.
Sahih Muslim, Imam Alghazali, hlm; 356




[1] Sahih Muslim, Imam Alghazali, hlm; 356
[2] Subulus salam. Abu bakar muhammad , hlm 721.

Hadits Pakaian dan Hiasan yang di pakai manusia di era modern ini

 Hadits Pakaian dan Hiasan 
pakaian yang di jajakan di toko
Banyak pilihan pakaian yang di sajikan di toko di era sekarang ini

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Seorang wanita muslimah memakai pakaian atau sandang baru atau yang lainnya, maka hendaklah ia mengucapkan pujian kepada Allah ‘azza wa jalla dan memintah kebaikan dari apa yang di pakainya serta berlindung dari apa yang di pakainya serta berlindung dari keburukannya. Hal itu di dasarkan pada hadis Rosulullah SAW berikut ini:

Dari Abu Sa’id Al-khudri Radiyallahu Anhu, dia menceritakan jika Rasulullah SAW memakai baju senantiasa ber-Do’a yang artinya:

“Ya Allah, untuk-Mu segala puji, karena Engkau telah memberi pakaianku dengannya. Aku mohon kebaikan dan kebaikan dari apa yang di buat untuknya. Dan aku berlindung dari keburukannya dan dari apa yang di buat untuknya”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)

Berhias merupakan Sunnah alami. Dari Aisyah Radhiyallah Anhu. Rasulullah SAW telah bersabda yang artinya:

“Sepuluh hal yang termasuk fitrah: Mencukur kumis, memotong kuku, menyela-nyela (mencuci) jari jemari, memanjangkan jenggot, siwak, istinsyaq (memasukkan air ke hidung), mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, dan intiqashulmaa’ (istinja), “Musab’ab bin Syaibah mengatakan: “Aku lupa yang ke sepuluh, melainkan berkumur.”

Dalam makalah ini mencoba menguraikan tentang pakaian dan hiasan. Dengan harapan mahasiswa pada khususnya umat muslim, pada umumnya dapat mengetahui cara-cara memakai pakaian dan hiasan menurut ajaran Agama Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Agar mahasiswa memahami petunjuk Nabi Muhammad tenteng pakaian dan hiasan.

2. Dan beberapa hal yang penting untuk di pakai oleh orang-orang beriman, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Memakai Pakaian


1. Pakaian yang halal dan yang haram digunakan


Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud

عن ابي عامر الأشعري رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم. ليكونن من أمتي أقوام يستعلون الخر و الحرير

Artinya :”Dari Abu Amir Al- Asy’ariyah r.a, dia berkata : Rasulullah SAW bersabda: Sungguh akan ada dari Umatku beberapa kaum yang menganggap halal alat kelamin (berzina) dan sutra.”(H.R. Abu Daud dan asalnya dari Shohih Al Bukhariy).

Penjelasan Ayat:

Hadis tersebut sebagai dalil yang menunjukkan haram memakai sutra, karena lafal “Yastahillun” itu berarti : menjadikan barang yang haram itu halal. Dalam Hadits ini terkandung dalil bahwa anggapan halalnya yang haram itu tidaklah menjadikan pelakunya keluar dari umat (jadi dianggap tetap Umat).

Dalam hadis yang lain dijelaskan :

وروى البخاري عن حذيفة قال: نهانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نشرب في آنية الذهب والفضة وأن نأكل فيها، وعن لبس الحرير والديباج وأن نجلس عليه

Artinya: “Imam bukhori meriwayatkan dari Hudzaifah r.a, dia berkata: Rasulullah SAW. Melarang kami minum dalam tempatnya atau bejana dari emas dan perak dan beliau melarang kami maka dalam bejana dari emas dan perak itu, melarang memakai sutra dan sutra yang bergambar, dan melarang duduk diatasnya.” (H.R. Al Bukhari)

Dari perselisian tentang alasan di haramkan sutra dalam dua pendapat :

a. Memakai sutra itu termasuk kesombongan atau menimbulkan sifat sombong dan angkuh.

b. Sutra itu adalah pakaian yang megah dan mewah sutra perhiasan bagi kaum wanita, bukan bagi laki-laki.

Manfaat berpakaian bersandar pada 2 asas yaitu:

a. Pakaian harus menutupi aurat.

b. Pakaian merupakan perhiasan, yakni sebagai hiasan bagi orang yang memakainya.


2. Perintah mengenakan pakaian yang sederhana


Dalam surat Al- A’raaf: 31


Artinya :“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah ,dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang berlebih-lebihan”.

Penjelasan ayat tersebut:

Dan hendaknya sederhana dalam berpakaian atau sedang-sedang saja, jangan memendekannya terhadap apa apa yang kamu pakai tanpa suatu hajat dan tidak ada tujuan syar’i. Dengan demikian melampaui batas dalam berpakaian untuk kepopuleran, merupakan suatu kehinaan. Kecuali untuk tawadhu’ terhadap Allah SWT dan mengikuti pesan ulama’ salaf, maka suatu amal tergantung pada niatnya. Untuk itu ketika memakai pakaian baru yang sangat indah maka itu merupakan nikmat Allah, dan peringatan terhadapnya bahwa sebagian darinya merupakan hak orang miskin maka mereka harus membantunya dan terhadap orang kaya sesungguhnya dari sebagian kekayaan terhadap hak-hak para miskin.

Dari Umar bin Suaib, dari bapaknya, Nabi Muhammad SAW berkata: Sesungguhnya Allah senang melihat hambanya yang mau mensyukuri atas nikmat yang di berikan-Nya. (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi). Hadis tersebut termasuk Hadis Hasan. Pakaian orang laki-laki berbeda dengan pakaian perempuan karena anggota tubuh wanita seluruhnya adalah aurat. Maka wajib menutupi kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah ini, dimana sejak dini Islam telah memberikan batasan usia seorang wanita dalam menutupi aurat. Mengenai ini Rasulullah SAW bersabda:

يا أسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يُرى منها إلا هذا وهذا ( وأشار الى وجهه و كفيه )

Artinya :“Wahai Asma’, jika seorang wanita telah menjalani haid, maka tidak diperbolehkan baginya di dihat kecuali ini dan ini. (Beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangan).” (HR. Abu Dawud).


3. Pakaian yang melampaui batas


Mengenakan pakaian terdapat beberapa adab sopan santunnya, diantaranya :

a. Untuk sorban hendaknya di pendekan ekornya, tidak boleh memanjangkanya antara dua pundak, bahkan boleh tidak memakai ekor sama sekali. Dirwayatkan dari Abu Huraiah, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :

“Allah tidak akan melihat terhadap orang yang memanjangkan pakaiannya”. (Muttafaqun alaih) Ryadhussolihin: jus 3 / 792.

b. Untuk baju hendaknya di pendekan lenganya hingga pergelangan saja, berdasarkan Hadits riwayat Abu Daud dari Asma’ berikut ini :



كان كم رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الرسغ

Artinya :“Dari Asma’, bahwa biasanya lengan baju Nabi SAW itu hingga pergelangan tangnnya.

Ibnu Abdis salam mengatakan bahwa terlalu longgar kain itu dan terlalu panjang lengan baju itu termasuk bid’ah dan pemborosan.

c. Untuk sarung dan semacamnya dan baju itu, tidak boleh memakainya lebih dari separuh betis dan haram bila melewati dua mata kaki.


4. Tidak diperbolehkan memakai pakaian tipis


Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu, dia menceritakan aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Pada akhir umatku nanti akan ada beberapa orang laki-laki yang menaiki pelana, mereka singgah di beberapa pintu masjid, yang wanita-wanita mereka berpakaiaan tetapi (seperti) telanjang, di atas kepala mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta yang miring. Laknat mereka, karena mereka semua terlaknat.” (HR. IbnuHibban)


B. Pelarangan pemakaian barang dari emas untuk laki-laki


Hadis Rasulullah SAW : ‏

وعن أبي موسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أنَّ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ قالَ: أُحِلَّ الذَهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِى وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهِمْ. رواهُ أحمدُ والنَّسائيُّ والتِّرْمِذِيُّ وصَحَّحَهُ

Artinya : “Dari Abu Musa r.a, Bahwasannya Rasulullah SAW. Bersabda, telah di halalkan emas dan sutra bagai kaum wanita ummatku dan telah diharamkan atas laki-lakinya.” (H.R. Ahmad, An Nasa’iy dan At Turmudziy dan nilainya Shohih).



Penjelasan Ayat:

Maksud ayat di atas telah di halalkan emas dan pakaian sutra itu bagi kaum wanita umatku dan di haramkan memakai keduanya dan menjadikan sebagai tempat tidur sebagaimana telah di jelaskan di atas.

Dalam Hadits tersebut terkandung dalil yang menunjukkan haram bagi laki-laki memakai emas dan sutra.

Selain itu terdapat hadis yang menyebutkan tentang larangan memakai cincin di jari tengah dan telunjuk. Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : “Ali r.a. berkata,: Rasulullah melarang memakai cincin di jari ini (sambil menunjukkan jari tengah dan jari sebulumnya yakni jari telunjuk).


C. Berhias merupakan Sunnah alamiah


Dari Aisyah Radiyallahu Anha, Rasulullah SAWtelah bersabda:



عشر من الفطرة : قص الشارب، وإعفاء اللحية، والسواك واستنشاق الماء، وقص الأظفار، وغسل البراجم، ونتف الإبط، وحلق العانة، وانتقاص الماء

Artinya : “Sepuluh hal yang termasuk fitrah: Mencukur kumis, memanjangkan jenggot, siwak, istinsyaq (memasukkan air kehidung), memotong kuku, menyela-nyela (mencuci) jari jemari, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan intiqashul maa’ (istinja’).

Dari Abu Hurairah Radiyallahhu Anhu, dia mengatakan: “Lima perkara yang merupakan bagian dari fitrah: memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, dan khitan”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Walaupun demikian dimakruhkan bagi wanita memperlihatkan perhiasan yang dipakainya. Wanita muslimah hendaknya mengetahui bahwa syari’at telah membolehkan wanita memakai emas, namun dia dimakruhkan memperlihatkan perhiasan emas yang di kenakannya.


D. Membuat Tato dan Tahi Lalat


Dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu, Rasulullah bersabda:



لعن الله الواشمات والمستوشمات والنامصات والمتنمصات والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله



Artinya :“Allah melaknat wanita yang membuat tato (pada kulitnya) dan wanita yang meminta di buatkan tato, yang mencukur alisnya dan wanita yang meminta di renggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang itu semua merupakan ciptaan Allah.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Dari Abdullah binUmarRadhiyallahu Anhu:



‏لعن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏الواصلة ‏ ‏والموتصلة ‏ ‏والواشمة ‏ ‏والموتشمة

Artinya : “Rasulullah SAW melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang disambungkan rambutnya, wanita yang menato (kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato.” (HR. Abu Dawud)

 
BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Pakaian dalam Islam memiliki peran yang sangat penting yaitu untuk menutupi aurat, dan kita bisa berhias dengannya, maka Islam memerintah kepada orang Muslim untuk berpakaian tanpa berlebih-lebihan.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl : 81


Artinya : “Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (bajubesi) yang memelihara kamu dalam peperangan.Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).”

Hendaklah wanita muslimah mengetahui bahwa syari’at telah membolehkan wanita memakai emas.Namun demikian, dia dimakruhkan memperlihatkan perhiasan emas yang di kenakannya. Hal ini sesuai dengan hadis Rasullullah yang artinya : “Seorang wanita di larang berhias untuk selain suaminya”. (HR Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i)

Jika seorang wanita berhias dimaksudkan untuk orang selain suaminya, maka Allah akan membakarnya dengan api neraka, karena berhias untuk selain suami termasuk tabarruj dan dapat mengundang nafsu birahi orang laki-laki.

Dalam hal ini Allah SWT telah berfirmanyang artinya : “Dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku (bertabarruj) seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahab: 33).

Selain itu Allah berfirman dalam surah An Nuur yang artinya : “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar di ketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” Maka dari itu jika seorang wanita melakukan hal semacam ini berarti dia telah berbuat kerusakan dan berkhianat kepada suaminya.



B. Penutup

Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terimakasih atas antusiasi dari pembaca yang telah sudi menelaah dan mengimplementasikan isi makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik konstruktif kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini dan makalah di kesempatan berikutnya yang akan membawa kepada suatu kebenaran.

Semoga makalah ini berguna bagi kelompok kami pada khususnya dan juga para pembaca yang di rahmati Allah Azza Wajalla. Amien.



DAFTAR PUSTAKA

Muhammad ‘Uwaidah, Syaikh Kamil Mumammad. FiqihWanita.Pusaka Al- Kautsar. Jakarta:1998.