Rabu, 16 September 2015

ZUHUD

MAKALAH


ZUHUD 

zuhud
Add caption

 

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf diakhir semester III fakultas syari’ah.

Oleh dosen penggapu :Drs. HA. Barowi TM., M.Ag.

DI tulis oleh;

1)Achmad Miftachul Alim (1213001)



UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)JEPARA TAHUN AJARAN 2015





KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin,puji syukur kami haturkan ke pangkuan Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya yang begitu luar biasa sehingga kita tidak mampu berkata apa-apa selain ucapan “Hamdallah” dari karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kolektif yang berbentuk makalah pada Mata Kuliah “tasawuf” dengan tepat waktu,meskipun dalampengerjaan dan pelaksanaanya mengalami berbagai macam halangan. Dan tidak lupa Sholawat ma’a Salam kita panjatkan kepada Nabi Akhir Zaman Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya pada akhir zaman.

Bahan diskusi yang akan saya susun ini berbentuk makalah sebagai bentuk pengimplementasian dari program kuliah aktif kami oleh Dosen pengajar mata kuliah ilmu tasawuf. Dalam memahami makna zuhud perlu yang namanya pemahaman yang mendalam yang berguna untuk mengulas dan menelaah isi dan kandungan didalamnya. Maka dari itu pula kita memahami perlu persepektif yang berbeda .



















BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Zuhud merupakan suatu sifat menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniaan, tetapi bukan membenci semua yang berbau dunia atau meninggalkan dunia kemudian mencintai akhirat dengan segalanya. Melainkan harus ada keseimbanggan antara kehidupan di dunia dan akhirat bahwasanya ada korelasi antara mementingkan kehidupan didunia dan kehidupan diakhirat.

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hilangnya sesuatu tersebut dan karena (seseorang) tidak memerlukannya.

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehiduan akhirat.dari definisi zuhud menurut istilah dan bahasa dapat ditarik kesimpulan kalu segala sesuatu yang kita miliki didunia ini segalanya akan hilang tak ada yang abadi.dengan menanamkan sifat zuhud maka akan tumbuh dalam dirikita sifat mencintai Allah swt, dal lebih mementingkan akhirat di banding dunia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari zuhud?

2. Apa saja tingkatan dari zuhud ?

3. Faktor apa sajakah yang menimbulkan sifat zuhud?



C. Tujuan Penulisan

a. Agar mengetahui pengertian dari zuhud kemudian menanamkanya dalam kehidupan

b. Mengetahui cara-cara berzuhud

BAB II

PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN ZUHUD


Dunia itu seperti salju yang diletakkan pada matahari, yang senantiasa akan hancur sampai habis. Akhirat itu seperti mutiara yang tidak akan binasa baginya. Menurut istilah zuhud memiliki beberapa pengertian :

1. Ibnu Taimiyah, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat”.

2. Imam Al Qusyairy, ”Zuhud adalah tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yang dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta”.

3. Imam Al Ghazali, ”Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia sesuai dengan kadar kemampuannya”.

4. Hasan Al-Bashri, ”Zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran”.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Zuhud adalah dimana seseorang itu tidak terlalu mementingkan harta kekayaan dunia atau dunia. Harta kekayaan atau dunia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hakiki yakni kehidupan akhirat.

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hinanyasesuatu tersebut dan karena (seseorang) tidak memerlukannya.

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaatdemi kehiduan akhirat

Sebagian orang salah paham dengan istilah zuhud. Dikira zuhud adalah hidup tanpa harta. Dikira zuhud adalah hidup miskin. Lalu apa yang dimaksud dengan zuhud yang sebenarnya.

Dalam hadits di atas terdapat dua nasehat, yaitu untuk zuhud pada dunia, ini akan membuahkan kecintaan Allah, dan zuhud pada apa yang ada di sisi manusia, ini akan mendatangkan kecintaan manusia

B. Penyebutan Zuhud Terhadap Dunia dalam Al Qur’an dan Hadits


Masalah zuhud telah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits. Di antara ayat yang menyebutkan masalah zuhud adalah firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan keluarga Fir’aun yang mengatakan,



وَقَالَ الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ (38) يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ

دَارُ الْقَرَارِ (39

“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)





Dalam Ayat Lainnya, Allah Ta’ala Berfirman,

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)

Mustaurid berkata bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ – فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ

“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.” (HR. Muslim no. 2858)

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan” Bayangkanlah, perbandingan yang amat jauh antara kenikmatan dunia dan akhirat!



Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya harga dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.” (HR. Tirmidzi no. 2320. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

C. Tiga Makna Zuhud Terhadap Dunia


Yang dimaksud dengan zuhud pada sesuatu –sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al Hambali- adalah berpaling darinya dengan sedikit dalam memilikinya, menghinakan diri darinya serta membebaskan diri darinya. Adapun mengenai zuhud terhadap dunia para ulama menyampaikan beberapa pengertian, di antaranya disampaikan oleh sahabat Abu Dzar.

Abu Dzar Mengatakan,



الزَّهَادَةُ فِى الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِتَحْرِيمِ الْحَلاَلِ وَلاَ إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنَّ الزَّهَادَةَ فِى الدُّنْيَا أَنْ لاَ تَكُونَ بِمَا فِى يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِمَّا فِى يَدَىِ اللَّهِ وَأَنْ تَكُونَ فِى ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أَنْتَ أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ

“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadapp apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi padamu.”

Yunus bin Maysaroh menambahkan pengertian zuhud yang disampaikan oleh Abu Dzar. Beliau menambahkan bahwa yang termasuk zuhud adalah, “Samanya pujian dan celaan ketika berada di atas kebenaran”

Cobalah kita perhatikan penjelasan dari Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah terhadap tiga unsur dari pengertian zuhud yang telah disebutkan di atas.

Pertama: Zuhud adalah yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih diharap-harap dari apa yang ada di sisinya. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang kokoh pada Allah. Oleh karena itu, Al Hasan Al Bashri menyatakan, “Yang menunjukkan lemahnya keyakinanmu, apa yang ada di sisimu (berupa harta dan lainnya –pen) lebih engkau harap dari apa yang ada di sisi Allah.”



Abu Hazim –seorang yang dikenal begitu zuhud- ditanya, “Apa saja hartamu?” Ia pun berkata, “Aku memiliki dua harta berharga yang membuatku tidak khawatir miskin: [1] rasa yakin pada Allah dan [2] tidak mengharap-harap apa yang ada di sisi manusia.”

Lanjut lagi, ada yang bertanya pada Abu Hazim, “Tidakkah engkau takut miskin?” Ia memberikan jawaban yang begitu mempesona, “Bagaimana aku takut miskin sedangkan Allah sebagai penolongku adalah pemilik segala apa yang ada di langit dan di bumi, bahkan apa yang ada di bawah gundukan tanah?!”

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Hakikat zuhud adalah ridho pada Allah ‘azza wa jalla.” Ia pun berkata, “Sifat qona’ah, itulah zuhud. Itulah jiwa yang “ghoni”, yaitu selalu merasa cukup.”Intinya, pengertian zuhud yang pertama adalah begitu yakin kepada Allah.

Kedua: Di antara bentuk zuhud adalah jika seorang hamba ditimpa musibah dalam hal dunia berupa hilangnya harta, anak atau selainnya, maka ia lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada dunia tadi tetap ada. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang sempurna.

Siapakah yang rela hartanya hilang, lalu ia lebih harap pahala?! Yang diharap ketika harta itu hilang adalah bagaimana bisa harta tersebut itu kembali, itulah yang dialami sebagian manusia. Namun Abu Dzar mengistilahkan zuhud dengan rasa yakin yang kokoh. Orang yang zuhud lebih berharap pahala dari musibah dunianya daripada mengharap dunia tadi tetap ada. Sungguh ini tentu saja dibangun atas dasar iman yang mantap.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini telah mengajarkan do’a yang sangat bagus kandungannya, yaitu berisi permintaan rasa yakin agar begitu ringan menghadapi musibah. Do’a tersebut adalah,



اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا



Ya Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa takut kepadaMu yang menghalangi kami dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan kepadaMu yang mengantarkan kami kepada SurgaMu, dan curahkanlah rasa yakin yang dapat meringankan berbagai musibah di dunia) (HR. Tirmidzi no. 3502. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Inilah di antara tanda zuhud, ia tidak begitu berharap dunia tetap ada ketika ia tertimpa musibah. Namun yang ia harap adalah pahala di sisi Allah.

Ketiga: Zuhud adalah keadaan seseorang ketika dipuji atau pun dicela dalam kebenaran itu sama saja. Inilah tanda seseorang begitu zuhud pada dunia, menganggap dunia hanya suatu yang rendahan saja, ia pun sedikit berharap dengan keistimewaan dunia. Sedangkan seseorang yang menganggap dunia begitu luar biasa, ia begitu mencari pujian dan benci pada celaan. Orang yang kondisinya sama ketika dipuji dan dicela dalam kebenaran, ini menunjukkan bahwa hatinya tidak mengistimewakan satu pun makhluk. Yang ia cinta adalah kebenaran dan yang ia cari adalah ridho Ar Rahman.

Orang yang zuhud selalu mengharap ridho Ar Rahman bukan mengharap-harap pujian manusia. Sebagaimana kata Ibnu Mas’ud, “Rasa yakin adalah seseorang tidak mencari ridho manusia, lalu mendatangkan murka Allah. Allah sungguh memuji orang yang berjuang di jalan Allah. Mereka sama sekali tidaklah takut pada celaan manusia.”

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang zuhud adalah yang melihat orang lain, lantas ia katakan, “Orang tersebut lebih baik dariku”. Ini menunjukkan bahwa hakekat zuhud adalah ia tidak menganggap dirinya lebih dari yang lain. Hal ini termasuk dalam pengertian zuhud yang ketiga.

Pengertian zuhud yang biasa dipaparkan oleh ulama salaf kembali kepada tiga pengertian di atas. Di antaranya, Wahib bin Al Warod mengatakan, “Zuhud terhadap dunia adalah seseorang tidak berputus asa terhadap sesuatu yang luput darinya dan tidak begitu berbangga dengan nikmat yang ia peroleh.” Pengertian ini kembali pada pengertian zuhud yang kedua.


Dunia Tidak Tercela Secara Mutlak


Ada sebuah perkataan dari ‘Ali bin Abi Tholib namun dengan sanad yang dikritisi. ‘Ali pernah mendengar seseorang mencela-cela dunia, lantas beliau mengatakan, “Dunia adalah negeri yang baik bagi orang-orang yang memanfaatkannya dengan baik. Dunia pun negeri keselamatan bagi orang yang memahaminya. Dunia juga adalah negeri ghoni (yang berkecukupan) bagi orang yang menjadikan dunia sebagai bekal akhirat. …”

Oleh karena itu, Ibnu Rajab mengatakan, “Dunia itu tidak tercela secara mutlak, inilah yang dimaksudkan oleh Amirul Mukminin –‘Ali bin Abi Tholib-. Dunia bisa jadi terpuji bagi siapa saja yang menjadikan dunia sebagai bekal untuk beramal sholih.”

Ingatlah baik-baik maksud dunia itu tercela agar kita tidak salah memahami! Dunia itu jadi tercela jika dunia tersebut tidak ditujukan untuk mencari ridho Allah dan beramal sholih.


Zuhud Bukan Berarti Hidup Tanpa Harta


Sebagaimana sudah ditegaskan bahwa dunia itu tidak tercela secara mutlak. Namun sebagian orang masih salah paham dengan pengertian zuhud. Jika kita perhatikan pengertian zuhud yang disampaikan di atas, tidaklah kita temukan bahwa zuhud dimaksudkan dengan hidup miskin, enggan mencari nafkah dan hidup penuh menderita. Zuhud adalah perbuatan hati. Oleh karenanya, tidak hanya sekedar memperhatikan keadaan lahiriyah, lalu seseorang bisa dinilai sebagai orang yang zuhud. Jika ada ciri-ciri zuhud sebagaimana yang telah diutarakan di atas, itulah zuhud yang sebenarnya. Berikut satu kisah yang bisa jadi pelajaran bagi kita dalam memahami arti zuhud.

Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarok,



أنت تأمرنا بالزهد والتقلل، والبلغة، ونراك تأتي بالبضائع، كيف ذا ؟



“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”

Ibnul Mubarok mengatakan,

يا أبا علي، إنما أفعل ذا لاصون وجهي، وأكرم عرضي، وأستعين به على طاعة ربي.



“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”.



FAKTOR – FAKTOR TIMBULNYA RASA ZUHUD


Zuhud merupakan salah satu kedudukan yang sangat penting dalam tasawuf. Hal ini dapat dilihat dari pendapat ulama tasawuf yang senantiasa mencantumkan zuhud dalam pembahasan tentang maqamat,meskipun dengan sistematika yang berbeda – beda. Al-Ghazali menempatkan zuhud dalam sistematika : al-taubah, al-sabr, al-faqr, al-zuhud, al-tawakkul, al-mahabbah, al-ma’rifah dan al-ridla. Al-Tusi menempatkan zuhud dalamsistematika : al-taubah,al-wara’,al-zuhd, al-faqr,al-shabr,al-ridla,al-tawakkul, dan al-ma’rifah. Sedangkan al-Qusyairi menempatkan zuhud dalam urutan maqam : al-taubah,al-wara’,al-zuhud, al-tawakkul dan al-ridla.

Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan dapat ditempuh dengan mudah. Jalan itu sulit,dan untuk pindah dari maqam satu ke maqam yang lain menghendaki usaha yang berat dan waktu yang bukan singkat, kadang – kadang seorang calon sufi harus bertahun – tahun tinggal dalam satu maqam.

Para peneliti baik dari kalangan orientalis maupun Islam sendiri saling berbeda pendapat tentang faktor yang mempengaruhi zuhud. Nicholson dan Ignaz Goldziher menganggap zuhud muncul dikarenakan dua faktor utama,yaitu : Islam itu sendiri dan kependetaan Nasrani, sekalipun keduanya berbeda pendapat tentang sejauhmana dampak faktor yang terakhir.

Harun Nasution mencatat ada lima pendapat tentang asal – usul zuhud. Pertama, dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen. Kedua, dipengaruhi oleh Phytagoras yang megharuskan meninggalkan kehidupan materi dalamrangka membersihkan roh. Ajaran meninggalkan dunia dan berkontemplasi inilah yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam. Ketiga, dipengaruhi oleh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwadalam rangka penyucian roh yangtelah kotor,sehingga bisa menyatu dengan Tuhan harus meninggalkan dunia. Keempat, pengaruh Budha dengan faham nirwananya bahwa untukmencapainya orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Kelima, pengaruh ajaran Hindu yang juga mendorong manusia meninggalkan dunia dan mendekatkandiri kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman

Sementara itu Abu al’ala Afifi mencatat empat pendapat parapeneliti tentang faktor atau asal –usul zuhud. Pertama, berasal dari atau dipengaruhi oleh India dan Persia. Kedua, berasal dari atau dipengaruhi oleh askestisme Nasrani. Ketiga, berasal atau dipengaruhi oleh berbagai sumber yang berbeda- beda kemudian menjelma menjadi satu ajaran. Keempat, berasal dari ajaran Islam. Untukfaktor yang keempat tersebut Afifi memerinci lebih jauh menjadi tiga :

Pertama, faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya, al-Qur’an dan al-Sunnah. Kedua sumber ini mendorong untukhidup wara’, taqwa dan zuhud.

Kedua, reaksi arohaniah kaum muslimin terhadap sistemsosial politik dan ekonomi di kalangan Islam sendiri,yaitu ketika Islam telah tersebar keberbagai negara yangsudah barang tentu membawa konskuensi – konskuensi tertentu,seperti terbukanya kemungkinan diperolehnya kemakmuran di satu pihak dan terjadinya pertikaian politik interen umat Islam yang menyebabkan perang saudara antara Ali ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah,yang bermula dari al-fitnah al-kubraI yang menimpa khalifahketiga, UstmanibnAffan (35 H/655 M). Dengan adanya fenomena sosial politik seperti itu ada sebagian masyarakat dan ulamanya tidak inginterlibat dalamkemewahan dunia dan mempunyai sikap tidak mau tahu terhadap pergolakan yang ada,mereka mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian tersebut.

Ketiga, reaksi terhadap fiqih dan ilmukalam, sebab keduanya tidak bisa memuaskan dalam pengamalan agama Islam. Menurut at-Taftazani, pendapat Afifi yang terakhir ini perlu ditelitilebih jauh, zuhud bisa dikatakan bukan reaksi terhadap fiqih dan ilmu kalam, karena timbulnya gerakan keilmuan dalamIslam, seperti ilmu fiqih dan ilmukalam dan sebaginya muncul setelah praktek zuhud maupun gerakan zuhud. Pembahasan ilmu kalam secara sistematis timbul setelah lahirnya mu’tazilah kalamiyyah pada permulaan abad II Hijriyyah, lebih akhir lagi ilmu fiqih,yakni setelah tampilnya imam-imam madzhab, sementara zuhud dan gerakannya telah lama tersebar luas didunia Islam.



Macam-Macam Zuhud Menurut Ibnul Qayyim


Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah : Zuhud itu bermacam-macam, di antaranya :

1) Zuhud terhadap perkara yang haram, dan hukumnya adalah fardhu ‘ain.

2) Zuhud terhadap syubuhat. Hukumnya menurut tingkatan kesyubuhatannya. Jika syubuhatnya kuat, maka hukumnya wajib dan jika syubuhatnya lemah, maka hukumnya mustahab/sunnah.

3) Zuhud dalam hal keutamaan, yaitu zuhud terhadap apa-apa yang tak bermanfaat dari ucapan, pandangan, pertanyaan , pertemuan, ataupun lainnya.

4) Zuhud terhadap manusia.

5) Zuhud terhadap diri sendiri, dengan cara mempermudah dirinya dalam beribadah di jalan Allah.

6) Zuhud terhadap perkara keseluruhan, yaitu zuhud terhadap perkara-perkara selain untuk Allah dan setiap perkara yang menyibukkanmu dari diri-Nya.

Dan zuhud yang paling utama adalah memelihara zuhud itu sendiri… hati yang bergantung pada syahwat maka tidak sah zuhud dan wara’nya.



Tingkatan Zuhud


Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan:

1. Tingkatan Terendah

Yaitu bilamana yang disukai adalah keselamatan dari siksa neraka dan kesengsaraan-kesengsaraan kubur dan pertanyaan hisab penghitungan amal ini adalah zuhudnya orang-orang yang takut siksaan.

2. Tingkatan Menengah

Yaitu bilamana seseorang itu zuhud karena suka akan pahala Allah, kenikmatanNya dan kelezatan-kelezatan yang di janjikan Allah di surgaNya.

3. Tingkatan Tertinggi

Bilamana seseorang tidak karena takut atau berharap tetapi karena mempunyai kesukaan kecuali kepada Allah dan suka bertemu kepada Allah ta’ala dan juga seseorang itu tidak berpaling pada kelezatan-kelezatan dngan maksud dapat memperolehnya bahkan ia menghabiskan hasratnya kepada Allah.

Keutamaan Orang Yang Zuhud

Zuhud merupakan sifat mulia orang beriman karena tidak tertipu oleh dunia dengan segala kelezatannya baik harta, wanita, maupun tahta. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia. Tapi, orang beriman beramal shalih di dunia, memakmurkan bumi, dan berbuat untuk kemaslahatan manusia, kemudian mereka meraih hasilnya di dunia berupa fasilitas dan kenikmatan yang halal di dunia. Pada saat yang sama, hati mereka tidak tertipu pada dunia. Mereka meyakini betul bahwa dunia itu tidak kekal dan akhiratlah yang lebih baik dan lebih kekal. Sehingga, orang-orang beriman beramal di dunia dengan segala kesungguhan bukan hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat di dunia, tetapi untuk meraih ridha Allah dan surga-Nya di akhirat. Adapun dalam firman Allah SWT dalam surat Ibrahim:3 yang artinya : “Orang-orang kafir yang mendapatkan siksaan amat pedih adalah orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari kehidupan akhirat”.



BAB III

PENUTUP


A.kesimpulan

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaatdemi kehiduan akhirat

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hinanyasesuatu tersebut dan karena (seseorang) tidak memerlukannya, Mengenai zuhud disebutkan dalam sebuah hadits,



عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».



Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad yang hasan)


sedangkan tingkatan dari zuhud adalah sebagai berikut.

1. Tingkatan Terendah

Yaitu bilamana yang disukai adalah keselamatan dari siksa neraka dan kesengsaraan-kesengsaraan kubur dan pertanyaan hisab penghitungan amal ini adalah zuhudnya orang-orang yang takut siksaan.

2. Tingkatan Menengah

Yaitu bilamana seseorang itu zuhud karena suka akan pahala Allah, kenikmatanNya dan kelezatan-kelezatan yang di janjikan Allah di surgaNya.

3. Tingkatan Tertinggi

Bilamana seseorang tidak karena takut atau berharap tetapi karena mempunyai kesukaan kecuali kepada Allah dan suka bertemu kepada Allah ta’ala dan juga seseorang itu tidak berpaling pada kelezatan-kelezatan dngan maksud dapat memperolehnya bahkan ia menghabiskan hasratnya kepada Allah.

B.Saran

Didalam makalh yang telah saya buat ini tentulah jauh dari kata sempurna hal ini disebabkan karena terbatasnya serta wawasan yang saya miliki.

Belajar dari ketidak sempurnaan dan kekurangan saya mencoba untuk memperbaikinya agar sempurna sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan makalah. Maka dari itu saya selaku penulis dari makalah ini minta ma’af apabila terdapat kata, tulisan dan ejaan yang mungkin tidak dapat dinalar. Sara juga mengharap kritikan yang disertai dengan saran sebagai bahan pertimbanggan saya untuk memperbaikinya.

PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM AL-GHAZALI

PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM AL-GHAZALI

 

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil Alamin,puji syukur kami haturkan ke pangkuan Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya yang begitu luar biasa sehingga kita tidak mampu berkata apa-apa selain ucapan “Hamdallah” dari karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kolektif yang berbentuk makalah pada Mata Kuliah “ASWAJA” dengan tepat waktu,meskipun dalampengerjaan dan pelaksanaanya mengalami berbagai macam halangan. Dan tidak lupa Sholawat ma’a Salam kita panjatkan kepada Nabi Akhir Zaman Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya pada akhir zaman.

Bahan diskusi yang akan kami presentasikan ini berbentuk makalah sebagai bentuk pengimplementasiamn dari program kuliah aktif kami oleh Dosen pengajar mata kuliah Ilmu Tafsir. Dalam memahami makna ASWAJA kita perlu yang namanya pemahaman yang mendalam yang berguna untuk mengulas dan menelaah isi dan kandungan didalamnya. Maka dari itu pula kita memahami perlu persepektif yang berbeda .

Dengan tersusunya makalah ini dapat menambah wawasan ilmu dan pengetahuan baik pembaca,penulis,dan pendengar. Dalam penyusunannya makalah ini ,penyusun menyadari banyak kekurangan disana dan disitu tyang mungkun jauh dari sempurna maka oleh itu diperlukan yang namanya saran dan kritik untuk membangun pembelajaran dan penyempurnan makalah ini






BAB I

PENDAHULUIAN

A.Latar Belakang

Diskurs tentang tasawuf terkesan belum sempurna tanpa mengetengahkan al ghazali beserta pemikiranya di seputar mistik islam tersebut .ketokohan al-ghaali dalam bidang tasawuf tak dapat disangklal lagi oleh karena jasa besarnya terutasma dalam menginergrasikan tasawuf kalam fiqh , hinggga menjadi ajaran islm yang utuh , yang sebelunm,nya masing-masing berdiri sendiri bahkan saling berbenturan atas dasar ini ia di pandang sebagai seorang penyelamat tasawuf dari9b kehancuran.

.

B.Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penyusun merumuskn masdalah sbb:

1) Bagaimana biogerafi dari imam al-ghazali. ?

2) Konsepsi apa dari pemikiran al-ghazali.?



C.Tujuan Penulisan

1. Agara Memahami arti penting tasawuf

2. Mengetahui pemikiran dari tokoh-tasawuf

D. Manfaat

v Setelah mengetahui tetang tasawuf pembaca diharapkan mau mengimplementasian dalam kehidupan sehari-hari




BAB II

PEMBAHASAN

IMAM AL-GHAZALI


A.Biogerafi al-ghazali



Al-ghazali yang nama lengkapnya abu hamid ,Muhammad al-ghazali lahir pada 450h/1508 di desa ghazaleh thus khurusan . ia berasal dari keluarga miskin dan menjadi yatim sejak kecil; ayahnya adalah seorang penggerajin yang bekerja memintal wol dengan hasil tak seberapa dengan kehidupan yang sefderhana itu ayahnya mengemari kehidupan sufi.

Sepeninggalan ayahnya al ghazali di asuh oleh seorang teman dari ayahnay yang juga seorang sufi. Oleh karena keterbatasan ekonomi teman ayahnya ini al-ghazali dimasukkan ke madrassah yang menyediakan biaya hidup bagi para siswa disinilah awal mula perkembanggan intelektual dan sepirittual al ghazaliyang penuh arti sampai akhir hayatnya .

Disebutkan juga dimadrasah ini al ghazali bertemu dengan sufi yang ternama yusuf al na nasaj.tampaknya dari yusuf inilah al ghazali menemukan ajaran-ajaran sufi yang sangat berbekas di hatinya di kemudian hari

Perjalanan intelektual al-ghazali semakin berarti setelah bertemu dengan imam al-haramain al-juwani . dari pemuka teologi asyariyah . al-ghazali mempelajari teologi . dialektika . filsafat dan ssain. Tidak tertutup kemungkinan kalau al-ghazali juga mendapatkan pengetahuan sufiisme dari sang imam . hal ini al-juani pernag disebut-sebut memperdalam ilmu ini dari seorang sufisme yang termashur abu- al- nu’aim al –isfahmi . meskipun harus diakui subyek pokok study al ghazali di bawah asuhan sang imam .

Pengajaran teologi yang diberikan oleh iman al-haramain sering disisipi dengan teologi dan logika. Hal inilah yang mempengaruhu cakrawala pemikiran al-ghazali sejak dini al-ghazali telah berusaha melepaskan diri dari taklid dan na’if. Sebagai seorang mahasiswa seorang imam al-ghazali telsah di tanamkan kebiasaan penelitian persoalan dan pertentangan teologis . kondisi ini mewngantarka al-ghozali pada sifat sekeptisme terhadap pengetahiuan yang didapatnya .

Sekptis pertama bermula ketia al-ghazalimeragukan eksistensi teologi yang selama ini ia kuasai secara mendalam . ia tahu bahwa salah ssatu tujuan teologi adalah untuk mempertahankan dogma-dogma kalamillah dari usaha penyelewenggan .namun alghazali menyayangkan ternyata ahli teologi mampu menghadapi argument-argumen filsafat .

Al ghazali berpaling kepada filsafat guna merneliti barang kali disiplin ilmu ini ,menjanjikan apa yang ia kehengdaki ternyata harapan untuk mendapatkan kebenaran mutlak melalui sfilsafat tidak berhasil sama sekali.

Sebagaian sumber menyebutkan setelah al-ghazali tidak puas dengan filssafat ia pernah mengikuti pengajaran yang diselanggarakan oleh kaum islamiah, disini al-ghazali belum menemukan apa yang dicarinya .

Akhirnya al-ghazali memasuki dunia sufi yang pernah di jamahnya semasih beliau dahulu dengan menelaah beberapa karya sufi yang agung . ia meyakini bahwa hanya ilmu tasawuf yang dapat membawanya kepada kebenaran ia menyadari sepenuhnya ada sesuatju yang khas dalam ilmu ini dimana pemahaman bukan didapatka melalui pendidikan dan sepekulasi tetapi melalui pengalaman batin.


B.Corak tasawuf al-ghazali



Al-ghazali menggambarkan t6asawuf yang bercorak singkretisasi syari’ah dan hakikat . sari’ah yang dimaksudkan disini adalah segala yang berhubunggan dengan aspek lahiriah manusia, sedangkan hakikat berkenaan dengan aktivitas batinnya . singkretisasi dimaksud b dapat dilihat melalui ihya’ ulum al-din.

Sistematika ihya’ulum al-din. Secara umum menggambarkan pokok-pokok pemikiran al-ghazali sehubung dengan upaya kerasnya dalam mengkompromikan ajaran-ajaran fiqh dan tasawuf. Dapat di pahami dari sini bahwa syarai’at merupaklan langkah awal menuju tasawuf , artinya tasawuf akan baru berarti setelah melalui tahapan-tahapan syari’ah. Seseorang yang akan terjunkedalam tasawuf harus memiliki basis teologi dan fiqh yang kuat sehingga tidak kewhilanggan pijakan.

Perjalanan taswuf menurut al-ghazali di awali dengan penyucian hati serta melepaskan diri dari ketergantungan diri dari selain allah. Menurut al-gazali upaya ini merupakan kunci pembuka laksana takbirat al ikhram bagi salat . selanjutnya larut dalam dzikir dan berakhir dengan fana .

Menurut al-ghazali hati memang perlu di sucikankarena ia adalah media untuk mendapatkan ilmu pengetahuan hati lanjutnya memiliki dua pintusalah satunya menghadap keluar dan lainya enghadap kedalam . pintu yan menghadap keluar dapat menagkap pengetahuan melalui panca indera. Sementara pintu yang menghadap ke dalam akan menaggkap pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari alam ghaib. Pengetahuan yang dari alam ghaib berupa nur ilahi . dimana hati yang seperti cermin itu apabila berhasil disucikan dari kotoranan duniawi mampu menangkap cahaya ilahi sehingga didalam hatinya sendiri akan memanen bayangan –bayanggan tuhan .

Al ghazali mengangap ma’rifah adalah tujuan akhir yang harus di capai manusia yang sekaligus merupakan kesempurnaan tertinggi . ma’rifah di artikan al-ghazali sebagai ilmu yang tidak menerima keraguan . proses menuju ma’rifah ini bukanlah suatu hal yang mudah , untuk mencapai kesana para calon sufi diharuskan melewati tahapan-tahapan lainya. Al-ghazali mengemukakan 6 maqom oleh seoran sufi sebelum ma’rifah.. di antaranya adalah.

1) Taubat.


Taubat menurut imam al-ghazali di bagi 3 tingkatan. Taubat tingkat pertana masih berhubungan dg penyelesaian terhadap dosa-dosa yang dilakukan oleh anggota badan , selanjutnya pada tingkatan yan ke b2 taubat di maksudkan untuk menyesali dosa-dosa rohaniah, sedangkan yang terakhir taubat terhadap kelengahan mengigat allah.

2) Sabar


Menurut al-ghazali sabar juga dibagi 3. Sabar dalam menjalankan perintah allah, sabar dalam menjauhi larangganya , sabar dalam menghadapi cobaan dari tuhan.

3) Kefakiran


4) Zuhud


5) Tawakal


6) Mahabbah(cinta)


Cinta merupakan sifat terpuji yang tertinggi bagi seorang sufi sebelum mencapai ma’rifah. Terdapat cukup banyak agama yang memerintahkan manusia agar mencintai allah paling tidak menurut al-ghazali setiap orang wajib mencintai allah olebih dari apapun yang lain .


BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan


1. Imam al-ghazali adalah salah satu sufi yang dalam sejarah kehidupanya , hidup dalam kesederhanaan , ia menjadi yatim sewaktu ia masih kecil, beliau hidup beberapa kali di asuh oleh orang lain.

2. Konsepsi tasawuf menurut al-ghazali , pada dasarnya untuk mencapai tingkatan ayang paling tinggi yakni makridfat, seorang calon sufi harus melalui tahapan –tahapan




B.Saran dan kritikan.

Alhamdulillah , kami sampaikan kehadirat allah hu robbi, yang mana ,kita bisa mnyeleaikan akalah ini guna memenuhi tugas kolektif sebagai seorang mahasiswa, dalam makalah ini tentunya masih banyak kekurangan baik dari sisi pemaparan yang kami sampaikan, isi yang terkandung , serta subtansi yang di bahas hal i9tu semua karena keterbatasan kemampuan, nilai intelektual, serta pengetahuan yang kami miliki.

Dari situ kami minta kritikan serta sarana yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya , wabil khususu peserta presentasi . wassalam.




DAFTAR PUSTAKA


Alfatih Suryadilaga,Muhamad, 2008.Miftahus Sufi ,Seleman Yogjakarta, Teras Kompleks Polri .


Senin, 14 September 2015

Cara Mengatasi Printer Tinta Warna Tidak Keluar (Macet)

Cara Mengatasi Printer Tinta Warna Tidak Keluar (Macet)

Print
Print
Satu masalah printer yang sering kita temui adalah Tinta Warna Tidak Keluar saat mencetak. Seperti malam ini yang ku alami. Tentu saja, hal ini sangatlah mengganggu dan menghambat pekerjaan yang sedang kita lakukan. Bahkan, untuk printer tertentu, ada kasus dimana tinta warna pada printer masih penuh tetapi saat mencetak tetap saja warnanya tidak keluar sama sekali. Kenapa bisa demikian, apa sebenarnya yang terjadi pada printer kita itu? Ada beberapa sebab untuk masalah ini dan ada beberapa alternatif solusi untuk mengatasi masalah tinta warna yang tidak keluar tersebut.

Pada artikel-artikel sebelumnya sebenarnya sudah banyak kita bahas mengenai berbagai permasalahan pencetakan pada mesin printer kita. Namun situs khusus printer memang belum membahas masalah yang satu ini secara lebih rinci. Oleh karena itu pada kesempatan ini kita akan mencoba membahas seputar permasalahan tentang Printer Tinta Warna Tidak Keluar tersebut. Penting untuk kita mengetahui berbagai latar belakang yang mengakibatkan mesin printer kita tidak dapat bekerja secara normal seperti ini, karena hal ini akan berkaitan dengan cara mencegah printer mengalami masalah yang sama di kemudian hari.
 

Pada beberapa printer, masalah warna tidak keluar ini bisa terdiri dari beberapa jenis yaitu antara lain sebagai berikut:

  1. Warna merah tidak keluar
  2. Tinta warna biru tidak keluar
  3. Tinta warna kuning tidak keluar
  4. Semua warna tinta tidak keluar
  5. Hasil cetak warna tercampur (merah jadi biru, hijau jadi kuning, coklat jadi ungu dan sebagainya)

Dari berbagai tipe masalah tersebut ada yang mengharuskan kita melakukan penanganan yang berbeda dan ada juga yang dapat di atasi dengan menggunakan satu langkah saja. Lalu apa solusi untuk masalah tinta warna tidak keluar tersebut?

 Penyebab Tinta Warna pada Printer Tidak Keluar

Untuk dapat menentukan langkah apa yang tepat maka kita sebaiknya mengetahui terlebih dahulu apa yang menyebabkan tinta warna yang ada pada perangkat printer kita tidak dapat keluar saat digunakan untuk mencetak. Karena itu kita harus mencari tahu terlebih dahulu penyebabnya sebelum melakukan perbaikan. Masalah seperti ini dapat di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut:
  • Tinta telah habis
  • Tinta tersumbat
  • Cartridge rusak

Berbagai indikator penyebab terjadinya masalah pada printer tersebut di atas bisa saja terjadi karena kelalaian kita atau bisa juga karena faktor lain. Agar lebih jelas mari kita lihat satu persatu penjelasan di bawah ini.
  • Tinta telah habis

Kadang karena panik dan kurang begitu mengerti mengenai printer hal ini bisa terjadi yaitu tinta pada printer telah habis namun masih digunakan untuk mencetak. Tentu saja, karena tinta sudah habis maka saat kita mencetak maka warna tinta tersebut tidak akan keluar. Baca juga: mengatasi hasil cetak bergaris printer

Untuk mengetahuinya kita dapat memperhatikan beberapa ciri pada hasil cetakan sebelumnya. Ciri tinta printer habis biasanya akan didahului dengan hasil cetakan yang bergaris dan semakin pudar. Hal ini dapat terjadi pada semua warna yang ada. Contohnya, kalau tinta merah habis maka cetakan warna merah lama kelamaan akan bergaris dan memudar, jika yang habis tinta biru maka hasil cetakan warna biru pun akan memudar dan bergaris dan seterusnya. Lebih jelasnya, hasil cetakan dibagian atas kertas masih normal kemudian bagian tengah akan mulai pudar dan bergaris dan bagian akhir kertas akan semakin tidak jelas dan kabur.
  • Tinta tersumbat

Tinta tidak keluar bisa juga di sebabkan karena tinta tersumbat. Ada beberapa kemungkinan penyumbatan yang bisa terjadi, pertama bisa tersumbat di bagian selang tinta (jika memakai infus) atau bisa juga tersumbat pada cartridge printer-nya.

Gejala untuk penyumbatan ini juga menghasilkan hasil cetakan yang tidak sempurna yaitu bergaris, pudar dan bahkan tidak ada warna apapun yang keluar. Yang membedakan hasil cetakan tinta tersumbat dan tinta habis ini juga tidak begitu kentara apalagi jika kita tidak terbiasa dengan masalah cetak mencetak. Untuk membedakan hasil cetakan tinta habis dan tersumbat kita dapat melihat dengan teliti kertas cetakan yang ada. Jika warna pudar dan bergaris secara merata dari awal sampai akhir maka akan cenderung ke penyumbatan tinta.
  • Cartridge rusak

Kalau tinta tidak keluar bisa juga dikarenakan komponen printer kita yang bermasalah, dalam hal ini cartridge yang sudah rusak atau aus. Kalau cartridge rusak biasanya hasil cetakan akan pudar seluruhnya atau bergaris seluruhnya atau bahkan tidak keluar seluruhnya.

Jika ketiga atau salah satu penyebab tersebut terjadi pada printer yang kita gunakan maka sudah jelas bahwa hasil cetak pada printer akan mengalami masalah.

Cara Mengatasi Tinta Warna Tidak Keluar

Di atas telah dipaparkan secara rinci apa saja yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan printer ini. Sekarang dengan latar atau bekal analisa penyebab kerusakan tersebut kita dapat menentukan langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini. Langkah atau cara untuk mengatasi masalah tinta printer ini dapat kita bagi ke dalam 3 langkah sesuai dengan gejala dan penyebab yang ada.

Mengatasi Printer Tinta Warna Tidak Keluar jika Tinta telah habis

Jika kita mengalami masalah ini maka langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan memeriksa dan memastikan bahwa tinta pada printer yang kita gunakan masih ada dan belum habis. Kita dapat memastikan tinta tersebut belum habis dengan memperkirakan berat cartridge yang ada. Jika penyebabnya karena tinta yang telah habis maka solusi yang bisa kita lakukan adalah dengan mengisi lagi warna tinta yang sudah habis tersebut.

Setelah mengisi tinta, pertama kita bisa melakukan cleaning atau deep cleaning terlebih dahulu baru setelah itu mencobanya kembali. Jika setelah di isi dan setelah dilakukan cleaning (pembersihan) pada cartridge namun masalahnya belum teratasi maka kemungkinan besar penyebabnya memang bukan karena tintanya yang habis. Jika demikian maka kita bisa melakukan langkah selanjutnya yaitu memeriksa saluran tinta.

Mengatasi Printer Tinta Warna Tidak Keluar jika Tinta tersumbat

Setelah mengalami masalah ini pertama kita bisa melakukan langkah pertama di atas yaitu memastikan tinta masih cukup dan belum habis. Jika sudah dipastikan dan masalahnya belum teratasi maka selanjutnya kita bisa melakukan cek pada saluran tinta. Kita bisa cek dan memastikan bahwa saluran tinta tidak ada yang tersumbat khususnya jika kita menggunakan printer yang telah di modifikasi atau printer infus.

Cara untuk mengetahui tersumbat atau tidaknya tinta kita bisa cek pada selang tinta pada printer infus. Jika menggunakan printer standar maka yang kita cek adalah cartridge printer-nya. Untuk selang infus kita bisa mengurutnya dari awal sampai akhir dari ujung penampung sampai pada bagian cartridge. Sedangkan untuk cartridge kita bisa melakukan deep cleaning untuk mengetahuinya.

Jika selang normal maka kemungkinan besar penyumbatan terjadi pada cartridge pada printer. Kalau cartridge-nya yang tersumbat maka yang harus kita lakukan adalah menghilangkan sumbatan yang ada. Cara menghilangkan sumbatan pada cartridge ada beberapa versi yaitu:

1) Melakukan deep cleaning
2) Mengelap kepala cartridge (tempat keluar tinta) dengan tisu yang dibahasi dengan air hangat
3) Merendam kepala cartridge dengan air hangat

Masalah sumbatan yang terjadi pada cartridge merupakan masalah yang paling sering terjadi dan paling sulit untuk di atasi apalagi jika sumbatan tinta tersebut telah parah. Jika kita mengalami hal ini kita dapat mencoba mengatasinya dengan beberapa cara di atas namun sebaiknya kita mencari referensi yang lebih lengkap mengenai langkah-langkah mengatasi cartridge tersumbat yang lebih detail.

Mengatasi Printer Tinta Warna Tidak Keluar jika Cartridge rusak

Kalau yang satu ini tentu solusinya paling gampang dan paling jelas. Apa solusi-nya jika cartridge sudah rusak? Jelas solusinya adalah menggantinya dengan yang baru. Tetapi hal ini bisa saja tidak berlaku bagi kita yang mampu mengatasi kerusakan tersebut seperti seorang teknisi. Jika rusaknya karena tersumbat atau tinta beku atau tinta kering yang tidak bisa lagi di atasi dengan cara-cara di atas maka masih ada satu jalan lagi yang sedikit ekstrem.

Caranya yaitu dengan membongkar penutup bagian atas cartridge dan membersihkan sumbatan dengan pembersih. Langkahnya, pertama buka tutup cartridge, kedua ambil busa yang ada di dalam lalu rendam dengan air hangat bersihkan dan keringkan, setelah itu bersihkan sumbatan pada ujung cartridge dengan alat pembersih tinta yang disedot, pasang kembali memakai perekat dan bisa di coba.

Untuk kerusakan yang belum parah cara tersebut biasanya berhasil dan cartridge bisa digunakan kembali namun ada juga yang tidak. Dalam melakukan cara ini tentunya resikonya sangat besar, tidak dianjurkan untuk kita yang belum terbiasa karena bisa merusak cartridge. Memang, terkadang kita terjepit dan harus kreatif dalam memecahkan masalah. Jika kita mengalami masalah seperti ini jika bisa belajar Mengatasi Printer Tinta Warna Tidak Keluar tersebut jika waktunya luang dan ada bahan untuk praktek.

Tutorial atau panduan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui, informasi yang ada hanya sebatas untuk berbagi ide dan pengalaman saja. Tidak ada niat untuk menganjurkan atau memberi saran kepada pembaca siapapun itu, untuk itu jika ingin mencoba langkah-langkah di atas harap perhatikan benar bahwa kerusakan yang bisa terjadi adalah tanggung jawab masing-masing. 

Demikian sedikit tips dari kami, semoga bermanfaat...

Cara mengatasi Catridge Canon yang Tersumbat

Cara mengatasi Catridge Canon yang tersumbat

 

Catridge Canon
Catridge Canon

 

Hasil Cetak bergaris atau hasil print putus putus, ini adalah salah satu ciri Catridge tersumbat. Catrid Canon sering mengalami tersumbat. Tersumbatnya catrid Canon inilah yang akhirnya menyebabkan hasil print menjadi tidak sempurna, bergaris atau putus putus.

Penyebab Catrid Canon hasil print bergaris karena tersumbat :

1. Printer tidak digunakan dalam jangka waktu lama.

Printer yang tidak dipakai print dalam waktu lama, bisa menyebabkan tinta dalam catridge mengendap dan menggumpal. Akhirnya Catridge canon menjadi tersumbat.

2. Printer digunakan terus, akan tetapi salah 1 warna jarang digunakan.

Misalnya, printer hanya digunakan untuk print tulisan warna Hitam saja, sedangkan warna lain tidak pernah digunakan. Hal ini menyebabkan Catridge Warna idle atau menganggur atau sama saja Catridge Canon Warna tidak digunakan lama. Dan akhirnya terjadilah pengendapan dan penggumpalan tinta.

Cara mengatasi Catridge Canon yang tersumbat.

1. Isi penuh tinta pada catridge canon anda.
2. Rendam ujung head dengan cairan cleaner selama 1 malam ( untuk penyumbatan berat)
catrige direndam air hangat
catrige direndam air hangat

3. Sedot ujung head catrid dengan menggunakan Toolkit penyedot catrid Canon
4. Tempel Ujung Head catridge dengan tissu, jika tinta sudah keluar semua, Catridge siap di coba.
5. Jika masih belum sempurna keluarnya, ulangi lagi langkah no.3 penyedotan

Nah.. sudah tau kan caranya. silahkan dicoba. dan harap berhati-hati. .. selamat mencoba kawan...

Kamis, 10 September 2015

KETERKAITAN ANTARA AKHLAK DAN TASAWUF

KETERKAITAN ANTARA AKHLAK DAN TASAWUF

 
Akhlaq yang baik

MAKALAH
Tugas Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : H. BAROWI, Drs., M. Ag,
Disusun Oleh:
ACHMAD MIFTACHUL ALIM (1213001)

UNIVERSITAS  ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM SEMESTER 2 TAHUN 2015
Jl.Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara 59427 Telp : (0291)595320


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Hubungan antara Akhlak dan Tasawuf ini dengan baik meskipun terdapat kekurangan di dalamnya. Ucapan terima kasih kepada Bapak H. Barowi, Drs., M. Ag, selaku dosen mata kuliah Ilmu Tasawuf yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang Hubungan antara Akhlak dan Tasawuf. Kami juga menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jepara, 4 April 2015

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Istilah tasawwuf tidak dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama, yaitu pada masa (sahabat) dan kedua (tabiin). Sedangkan ilmu tasawwuf menurut Ibnu Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian setelah datangnya Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta genearasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran al-Quran dan Sunnah Nabi). Dalam kehidupannya, mereka gemar beribadah, berdzikir dan beraktifitas rohani lainya. Akan tetapi, setelah banyak orang Islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadah yang disebut suffiyah dan mutasawwifin.[1] Dari sinilah kemudian dia mengembangkan dan mengamalkan tasawuf sehingga diadopsi pemikirannya hingga sekarang.

Akhlak dilihat dari sudut bahasa (etimologi) adalah bentuk jamak dari kata khulk, dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai maupun tabiat.[2] Di dalam Da`iratul Ma`arif, akhlak ialah sifat – sifat manusia yang terdidik. Selain itu, pengertian akhlak adalah sifat – sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, yang disebut akhlak yang mulia, sedangkan akhlak yang buruk disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.[3]

Pokok pembahasan akhlak tertuju pada tingkah laku manusia untuk menetapkan nilainya, baik atau buruk dan daerah pembahasan akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dalam perspektif perbuatan manusia. Tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah disinilah ada titik potong antara tasawwuf dengan akhlak yang akan dibahas pada makalah ini.



B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Tasawuf ?
2. Bagaimana pengertian Akhlak ?
3. Bagaimana keterkaitan antara Tasawuf dengan Akhlak?



C. Tujuan Masalah

1. Agar pembaca dapat mengetahui pengertian dari tasaawuf.
2. Supaya pembaca mengetahui pengertian akhlak.
3. Agar pembaca dapat memahami keterkaitan antara tasawuf dengan akhlak.



BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf


Tasawuf berasal dari kata sufi. Yaitu kata-kata yang sering dipakai oleh orang Zahid bernama Abu Hasyim Al-Kufi di Irak (w: 150 H).

Adapun asal usul kata sufi adalah sebagai berikut :

1. Ahl al-Suffah (اهل السفة ( orang yang ikut pindah Nabi dari Mekkah ke Madinah dalam keadaan miskin, karena kehabisan bekal. Mereka hidup diemperan masjid Nabi dengan menggunakan pelana sebagai bantal ( suffah atau sofa “pelana”, baik dan mulia).[4]

2. Shaff ( صف ) barisan, karena kaum sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang bersih, ikhlas dan senantiasa memilih barisan yang paling depan dalam shalat berjamaah.[5]

3. Sufi ( صوفى ) dari su صافى dan fi صفى yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang disucikan dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah mensucikan dirinya melalui latihan-latihan yang berat (mujahadah).

4. Shopos dari kata Yunani yang berarti hikmah . Orang sufi berarti orang yang mempunyai hubungan dengan hikmah.

5. Suf ( سوفى ) kain wol. Orang sufi berarti orang-orang yang sering memakai wol, yang merupakan simbol kesederhanaan dan kemiskinan.

6. Sufi menunjuk pada kata safwah yang berarti sesuatu yang terpilih atau terbaik. Dikatakan demikian karena seorang sufi biasa memandang diri mereka sebagai orang pilihan atau baik.

7. Tasawuf merujuk pada kata safa atau safw yang artinya bersih atau suci. Maksudnya kehidupan seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci.

Secara terminology (istilah), tasawuf diartikan beragam. Hal ini diantaranya karena berbeda cara memandang aktifitas-aktifitas para kaum sufi. Berikut ini ada beberapa definisi tasawuf yang diformulasikan oleh ahli tasawuf.

Ma’ruf al-karkhi sebagaimana yang dikutip oleh As-suhrwardi mengatakan: Tasawuf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada ditangan makhluk.[6]

Abu bakar Al-Kattani sebagaimana yang dikutip oleh imam Al-Ghazali berkata: Tasawuf adalah budi pekerti, barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal bagimu atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk beramal, karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan petunjuk (nur) Islam. Dan orang-orang zuhud yang jiwanya menerima (perintah) untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah melakukan suluk dengan petunjuk (nur) imannya.

Menurut Al-Junaidi Al-Bagdadi (w.297 H/910 M), selaku bapak tasawuf moderat, Tasawuf berararti membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang, menekan sifat basyariah (biologis), menjauhi hawa nafsu, memeberikan tempat bagi sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, member nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah swt dan mengikuti syariat Rasulullah saw. Keberadaan bersama Allah swt tanpa adanya penghubung baginya.[7]

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Tasawuf adalah melakukan pengabdian kepada Allah dengan cara mensucikan diri, meningkatkan akhlak dan ketaqwaan kepada Allah SWT, membangun kehidupan jasmani dan rahani untuk mencapai kebahagiaan abadi atau hakiki.

Karakteristik dan Maqamat Tasawuf :


1. Karakteristik Tasawuf


Menyajikan pengertian yang lengkap tentang makna tasawuf ini adalah hal yang sulit, walau demikian ahli berusaha mengkaji tasawuf dari karakter yang paling menonjol. Pertama tasawuf diartikan sebagai pengalaman mistik. Dalam pemahaman ini tasawuf diartikan sebagai suatu kondisi pemahaman yang dapat memungkinkan tersingkapnya realitas mutlak. Pemahaman tersebut bukan berasal dari pengetahuan yang bersifat demonstrative, tetapi ilham yang menusup kedalam lubuk hati, karena itu tasawuf mustahil dapat diekspresikan atau dijabarkan, karena tasawuf itu berupa kondisi perasaan yang sulit dijabarkan kepada orang lain dengan kata-kata biasa. Cirri umum dari tasawuf ialah memiliki nilai-nilai moral yang tujuannya membersihkan jiwa yang hanya dapat diperoleh melalui latihan fisik-psikis serta pengekangan diri dari pengaruh materialism duniawi.

Berdasarkan objek dan sasarannya tasawuf diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu:

a. Tasawuf Akhlaqi

Yaitu tasawuf yang sangat menekankan pada moral atau akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna meperoleh kebahagiaan yang nyata. Ajaran yang terdapat dalam tasawuf ini meliputi ; Takhalli, yaitu penyucian diri dari sifat-sifat tercela. Tahalli, yaitu menghiasi dan membiasakan diri dengan sikap perbuatan yang terpuji. Dan Tajalli, yaitu melakukan tersingkapnya nur ilahi seiring dengan hilangnya sifat-sifat kemanusiaan pada diri manusia setelah tahapan kedua diatas atau takhalli dan tahalli.

b. Tasawuf Amali

Yaitu tasawuf yang lebih mengutamakan kebiasaan beribadah, sehingga tujuannya agar diperoleh penghayatan spiritual dalam setiap melakukan ibadah. Dan tasawuf ini juga sering disebut tasawuf Syar’i, yaitu berupa tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Ini identik dengan tharikat, sehingga bagi mereka yang masuk tarikat akam memperoleh bimbingan dari mursyid.

c. Tasawuf Falsafi

Yaitu tasawuf yang menekankan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan metafisik.[8]

2. Maqamat dalam Tasawuf

Menurut abu Nasr As-Sarraj maqamat dalam tasawuf yaitu:

a. Tobat, yaitu memohon ampun kepada Allah SWT atas segala dosa dan kesalahan serta berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak akan mengulangi perbuatan dosa yang telah dilakukan.

b. Wara’, yaitu menghindari diri dari perbuatan dosa atau menjauhi hal-hal yang tidak baik atau subhat. Dalam pengertian sufi wara’ adalah menghindari jauh-jauh segala yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (syubhat).

c. Zuhud, yaitu menjauhi dari perkara yang bersifat keduniawian.

d. Fakir, yaitu tidak meminta lebih dari pada yang menjadi haknya, tidak banyak mengharap dan memohon rizqi, kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

e. Sabar, yaitu menghindari diri dari hal-hal yang bertentangan dengan apa yang dilarang Allah SWT, tenang ketika mendapat cobaan, dan menampakkan sikap perwira walaupun sebenarnya berada dalam kafakiran dalam bidang ekonomi.

f. Tawakal, yaitu penyerahan diri seorang hamba kepada Allah SWT setelah ada usaha maksimal.

g. Ridha, yaitu menerima qadha’ dan qadar Allah SWT dengan hati senang, mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal didalamnya hanya perasaan senang dan gembira.[9]

B. Pengertian Akhlak


Secara Etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari kata khuluk yang artinya budi pekerti, tingkah laku, perangai atau tabi’at. Yang mempunyai sinonim dengan moral dan etika, moral dan etika berasal dari bahasa latin yang artinya kabiasaan. Akhlak berasal dari kata kerja khalaqa yang artiya menciptakan. Khalik artinya pencipta dan makhluk artinya yang diciptakan. Kata khalak yang mempunyai kata yang seakan diatas mengandung maksud bahwa akhlak merupakan jalinan yang mengikat atas kehendak tuhan dan manusia. Dengan demikian, akhlak dapat dimaknai tata aturan atau norma prilaku yang mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan semesta alam.

Sedangkan secara terminologi akhlak adalah:

1. Menurut Imam Ghozali:

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan.[10]

2. Ibnu maskawih :

Ahklak adalah gerak jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pikiran.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah perbuatan yang tertanam didalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi kepribadian, dilakukan secara sepontan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang, dan dilakukan dengan ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT.

Pembagian akhlak ada dua yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah.


1. Akhlak Mahmudah artinya: akhlak yang terpuji, contoh akhlak mahmudah adalah:[11]

a. Sabar, adalah mampu menahan diri atau mampu mengendalikan amarah.

b. Ikhlas, adalah mengejakan sesuatu amal hanya semata-mata karena Allah, yakni harus mengharap ridhoNya.

c. Jujur, adalah mengatakan sesuatu itu dengan apa adanya dan harus dengan hati yang lurus.

d. Pemaaf, adalah orang yang memberikan maaf kepada peminta maaf yang menyadari kesalahannya.

e. Pemurah, adalah sikap seseorang yang ringan untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain,

f. Menepati janji, adalah orang yang datang ketempat yang sudah disepakati sebelumnya.

2. Akhlak Madzmumah adalah akhlak yang buruk atau tercela, contoh akhlak madzmumah adalah:[12]

a. Ujub dan Takabur, Ujub adalah mengagumi kemampuan dirinya sendiri. Sedangkan takabur, adalah membanggakan diri karena dirinya merasa lebih dari pada yang lain.

b. Ria dan Sum’ah, Ria adalah beramal baik dan bermaksud ingin memperoleh pujian orang lain. Sedangkan sum’ah, adalah berbuat atau berkata agar didengar orang lain sehingga namanya jadi terkenal.

c. Malas dan Tamak, Malas adalah enggan atau tidak mau melakukan sesuatu, dan Tamak( serakah) adalah terlalu bernafsu untuk memiliki sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri.

d. Dendam dan Iri hati, Dendam adalah keinginan untuk membalas kejahatan yang dilakukan orang lain atas dirinya. Dan Iri hati adalah perasaan tidak senang apabila melihat orang lain mendapat kesenangan.

e. Fitnah dan Penipuan, Fitnah adalah berita bohong atau desas- desus tentang seseorang dengan maksud yang tidak baik. Sedangkan penipuan adalah perkataan atau perbuatan tidak jujur dengan maksud menyesatkan seseorang dan mencari untung dari perbuatannya tersebut.

f. Bohong dan Khianat, Bohong adalah dusta, berarti tidak sesuaidengan keadaan yang sebenarnya., sedangkan Khianat adalah perbuatan tidak setia terhadap pihak lain.

g. Bakhil dan Takut miskin, Bakhil adalah perasaan tidak rela memberikan sesuatu kepada orang lain atau untuk kepentingan agama. Dan Takut miskin adalah rasa cemas akan menderita hidupnya karena kekurangan harta.

Sedangkan tujuan dari akhlak adalah sebagai berikut:

1. Untuk membentuk pribadi muslim.

2. Bertingkah laku yang baik demi meningkatkan derajat kehidupan manusia.

3. Menyempurnakan keimanan.

4. Sebagai pengatur cara hidup berkeluarga dan bertetangga.

5. Mengatur adab pergaulan berbangsa dan bernegara.

Jadi mempelajari ilmu akhlak bukanlah sekedar untuk mengetahui mana akhlak baik dan buruk, akan tetapi yang penting adalah, mengamalkan dan menerapkan akhlak yang luhur itu dalam kehidupan sehari-hari, sesuai tuntutan ajaran Islam.


C. Hubungan antara akhlak dan tasawuf


Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawuf falsafi, yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawuf model ini menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawuf akhlaki, yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang (hijab) yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawuf amali, yakni tasawuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam tharikat.

Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.

Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.



BAB III

PENUTUP



A. Kesimpulan

Tasawuf adalah melakukan pengabdian kepada Allah dengan cara mensucikan diri, meningkatkan ahlaq dan ketaqwaan kepada Allah SWT, membangun kehidupan jasmani dan rahani untuk mencapai kebahagiaan abadi atau hakiki. Maqamat tasawuf terdiri dari tobat, wara’, zuhud, fakir, sabar, tawakal, ridho.

Akhlak adalah perbuatan yang tertanam didalam jiwa seseorang secara kuat sehingga menjadi kepribadian, dilakukan secara sepontan tanpa paksaan atau tekanan dari luar diri seseorang, dan dilakukan dengan ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT. Akhlak ada dua yaitu madzmumah (akhlak yang tercela) dan akhlak Mhmudah (akhlak yang terpuji).

Akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah SWT. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.



B. Kritik dan Saran

Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurang dan kesalahan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Saran kami setelah membuat makalah ini, agar bagi pembaca menerapkan apa yang telah kami tulis dalam makalah ini dalam kehidupan sehari-hari, trimakasih.



DAFTAR PUSTAKA

Daudy, Ahmad. Kuliah Ilmu Tasawuf. Jakarta: Bulan Bintang. 1996.
Ma`luf, Luis. Kamus Al-Munjid. Beirut: Al-maktabah al-Katulikiyah. 1998.
M.A, Asmaran As. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2000.
Jamil. Akhlak Tasawuf. Ciputat: Referensi. 2003.
Rahmawati, Ani. Aqidah Akhlak. Semarang: Akik Pusaka. 2011.




[1] Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 18.
[2] Luis Ma`luf, Kamus Al-Munjid, (Beirut: Al-maktabah al-Katulikiyah, 1998), hal. 194.
[3] Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), hal. 24.
[4] H.M Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat: Referensi, 2003), hal 30.
[5] Ani Rahmawati, Aqidah Akhlak, (Semarang: Akik Pusaka 2011), hal. 3.
[6] H.M Jamil, Op. Cit., hlm. 31.
[7] Ani Rahmawati, Op. Cit., hlm. 4.
[8] Ibid., hal. 6.
[9] Ibid., hal. 7.
[10] H.M Jamil, Op. Cit., hlm. 2.
[11] Ibid., hal. 12.
[12] Ibid., hal. 13.

Rabu, 09 September 2015

Sejarah Islam Di Indonesia

SEJARAH ISLAM DI INDONESIA

 
Sejarah Islam DI Indonesia


A. Pendahuluan

Indonesai adalah negara dengan penduduk terbesar di dunia setelah Tiongkok, Amerika dan India. Indonesia memiliki penduduk sekita 14 juta jiwa yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Hal ini menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia. Tentu hal tersebut menarik banyak kalangan untuk diteliti. Bagaimana bisa negara yang sebenarnya bukan negara Arab memiliki penduduk yang mayoritas Muslim. Banyak yang mengatakan Islam di Indonesia memiliki ciri khas dengan negara-negara lainnya apalagi Arab. Perbedaan Islam di Indonesia yang moderat dengan penyebaran yang nyaris tanpa adanya kekerasan tentunya menarik untuk dikaji.

Proses penyebaran Islam merupakan proses yang penting dalam sejarah Indonesia. Ada banyak teori mengenai kapan, dimana, dan bagaimana Islam menyebar dan berkembang di Indonesia. Teori tersebut diperdebatkan oleh banyak sejarawan yang tidak mungkin mencapai suatu kesimpulan yang pasti, karena sedikitnya bukti yang tidak cukup informatif untuk dijadikan sebuah landasan teori.

Dengan berbagai dinamika dan lika-liku permasalahan yang diuraikan di atas, penulis berusaha mencoba menjawab sedikit mengenai hal tersebut dalam makalah ini. Penulis akan menguraikan situasi peradaban Islam, kesultanan-kesultanan di Indonesia serta peninggalan peradaban masa kesultanan Islam pra penjajahan kolonial Belanda.


B. Situasi Peradaban Islam Masa Kesultanan di Indonesia


Penduduk kepulauan Nusantara (Indonesia saat ini) sebelum datangnya agama Islam sebagian besar penduduknya sudah memiliki kepercayaan Hinduisme, Budhaisme, animisme dan dinamisme. Namun pada peradaban berikutnya hal itu berbalik arah, mayoritas penduduk Indonesia saat ini beragama Islam. Proses transformasi kepercayaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ada dua teori besar mengenai kapan proses Islamisasi ini dimulai. Dua teori tersebut menyatakan bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad ke 7 M dan teori lainnya menyatakan Islam masuk di Indonesia pada abad ke 13 M.[1]

Teori pertama, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi atau abad pertama Hijriah, pendapat ini dikemukakan sejarawan seperti H. Agus Salim, M. Zainil Arifin Abbas, Hamka, dll. Pendapat ini didasarkan pada berita Tiongkok zaman Dinasti Tang. Berita ini mencatat bahwa abad ke-7 M terdapat pedagang Muslim di Desa Baros, daerah barat Sumatera Utara. Seorang orientalis Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History, menuliskan bahwa: orang Islam yang mengunjungi Indonesia pertama kali kemungkinan besar adalah saudagar Arab pada abad ke 7 M yang singgah di Sumatera dalam perjalan menuju ke Tiongkok.[2]

Pendapat ini juga sama dengan hasil “Seminar Masuknya Islam di Indonesia” di Medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M. Seminar tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:

1. Menurut sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke 7 M langsung dari Arab.

2. Daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatera, dan setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang pertama berada di Aceh.

3. Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Indonesia aktif mengambil bagian.

4. Mubaligh-mubaligh Islam yang pertama-tama itu sebagai penyiar Islam juga sebagai saudagar.

5. Penyiaran Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai.

6. Kedatangan Islam di Indonesia, membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.

Teori kedua, Islam Masuk Indonesia pada abad ke 13. Pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana, antara lain N.H. Krom dan Van Den Berg. Pendapat tersebut mengacu kepada catatan perjalanan Marcopolo yang menerangkan ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 M, dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam. Bukti yang memperkuat pendapat ini adalah ditemukannya makan Sultan Samudra Pasai yaitu Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297 M. Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, Sumatera Utara.[3]

Petunjuk yang paling dapat dipercaya mengenai kapan Islam masuk di Nusantara berupa prasasti-prasasti Islam (kebanyakan batu nisan) dan beberapa catatan musafir. Batu nisan tertua ditemukan di Desa Leran kecamatan Manyar, Gresik Jawa Timur dan berangka tahun 475 H / 1082 M. Batu nisan tersebut adalah makam Fatimah binti Maimun ibn Hibatullah. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (suatu tempat di Persia) yang meninggal tahun 822 H/ 1419 M.[4]

Mengenai datang dari mana Islam di Indonesia juga terdapat beberapa teori. Teori pertama menyatakan bahwa Islam datang dari anak benua India. Teori ini diperkenalkan oleh G.W.J. Drewes, menurut Drewes orang-orang Muslim yang menetap di Gujarat dan Malabar itulah yang menyebarkan agama Islam di Nusantara. Kemudian Snouck Hurgronje menambahkan, komunitas Islam di anak benua menyebarkan Islam ke daerah lain dengan cara perdagangan. Teori kedua, Islam datang dari Coromadel dan Malabar, pendapat ini menurut Thomas W. Arnold dan didukung oleh Marisson, menurutnya Islam di Indonesia datang dari Gujarat itu tidak mungkin karena secara politis Gujarat belum memungkinkan menjadi sumber penyebaran ketika itu dan belum menjadi pusat perdagangan yang menguhubungan wilayah Arab dengan Asia Tenggara.[5]

Proses Islamisasi Nusantara berbeda dengan daerah Arab di mana agama Islam sendiri berasal. Penyebaran agama Islam di tanah Arab kebanyakan dengan peperangan dan penaklukan. Sedangkan proses Islamisasi Nusantara dilakukan dengan berbagai bentuk atau cara, antara lain:[6]

1. Perdagangan


Para pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat memegang peranan penting, sebab di samping berdagang mereka juga menyebarkan agama Islam.

2. Pernikahan


Pernikahan merupakan saluran Islamisasi yang paling mudah. Dari pernikahan akan terbentuk ikatan kekerabatan antara dua pihak keluarga.

Contoh Islamisasi dengan pernikahan misalnya pernikahan Rara Santang (Putri Prabu Siliwangi) dengan Syarif Abdullah.

3. Politik


Penyebaran agama melalui politik dilakukan oleh para penguasa, baik dalam lingkup besar maupun kecil. Para penguasa mempunyai pengaruh dan wibawa serta disegani sehingga mereka menjadi panutan rakyat.

4. Pendidikan

Pertumbuhan Islam di Jawa sudah dikenal dengan pendidikan pondok pesantren, di antaranya Pondok Pesantren Ampel Denta dengan pengasuhnya Sunan Ampel.

5. Seni budaya


Proses Islamisasi dengan seni budaya seperti seni bangunan, seni pahat, seni ukir, seni tari, musik dan sastra.


6. Melalui tasawuf


Ajaran tasawuf berupa Teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Nusantara. Bentuk tasawuf yang diajarkan waktu itu seperti menggunakan ilmu-ilmu riyadhah dan kesaktian dalam proses penyebaran agama Islam kepada penduduk setempat.[7]


C. Kesultanan-Kesultanan di Indonesia sebelum Penjajahan Belanda


Belanda masuk ke kepulauan Nusantara sekitar abad ke 16 M.[8] Saat itu Islam sudah berkembang pesat dan banyak kesultanan-kesultanan besar yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan penyebaran Islam.

Berikut uraian beberapa periode kesultanan-kesultanan sebelum penjajahan Belanda, yaitu:[9]

1. Kesultanan Perlak (840-1292 M)


Pendiri kesultanan Perlak adalah Sultan Alaudin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, penganut madzhab Syiah. Beliau merupakan pendakwah dari Arab yang menikah dengan penduduk setempat. Kesultanan Perlak merupakan kesultanan pertama di Nusantara (tetapi masih terdapat perdebatan, ada pendapat yang menyebutkan kesultanan Samudra Pasai adalah yang pertama). Kesultanan Perlak berkuasa pada tahun 840-1292 M di wilayah Perlak, kini wilayah tersebut masuk dalam wilayah Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Kesultanan Samudera Pasai (1292-1524 M)


Kesultanan Pasai, terletak di pesisir timur laut Aceh, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh. Lahirnya Samudera Pasai diperkirakan dimulai sejak awal pertengahan abad ke 13 M. Fakta tentang berdirinya kesultanan Samudera Pasai ini didukung oleh data-data sejarah yang nyata, seperti ditemukannya batu nisan yang memuat nama Sultan Malik al-Shaleh, berangka tahun 1297 M. Sultan Malik al-Shaleh adalah sultan pertama sekaligus pendiri kesultanan Samudra Pasai.

3. Kesultanan Aceh (1514-1903 M)


Kesultanan ini berdiri sejak tahun 1514 M di ujung utara pulau Sumatera. Tokoh pendirinnya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang bertahta pada tahun 1514-1530 M. Pada tahun 1520 M, perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju hingga muncullah tokoh-tokoh ulama seperti Hamzah Fanshuri, yaitu seorang tokoh tasawuf.

4. Kesultanan Demak Bintara (1478-1546 M)


Demak adalah kesultanan pertama di pulau Jawa. Kesultanan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478 M. Raden Patah pada masa pemerintahannya mendirikan sebuah pondok pesantren. Penyiaran agama yang dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perniagaan.

Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak juga berhasil di berbagai bidang, di antaranya adalah perluasan dan pertahanan kesultanan, pengembangan Islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara’.

Masjid Agung Demak sebagai lambang kekuasaan bercorak Islam adalah sisi tak terpisahkan dari kesultanan Demak Bintara. Di sana merupakan tempat berkumpulnya para Walisango saling bertukar pikiran tentang persoalan agama, cepatnya Demak menjadi pusat perniagaan dan lalu lintas serta pusat kegiatan pengislaman.

5. Kesultanan Pajang


Pajang adalah pemegang kendali kekuasaan kesultanan Jawa setelah Demak. Kesultanan Pajang terletak di daerah Kartasura, Jawa Tengah. Kerajaaan Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir, ia adalah menantu Sultan Trenggono (sultan ketiga kesultanan Demak) yang diberi kekuasaan di Pajang.

6. Kesultanan Mataram


Kesultanan Mataram berdiri Pada tahun 1582 M. Pusat kesultanan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta. Periode kesultanan Mataram hanya berlangsung singkat mulai tahun 1582-1677 M, yang pernah dipimpin oleh dua Sultan yaitu Panembahan Seno Pati dan Panembahan Krapyak.


D. Pembangunan Peradaban Islam Masa Kesultananan Pra Penjajahan Belanda


1. Bangunan dan Seni Arsitektur


Kemajuan peradaban Islam pada kesultanan-kesultanan Islam banyak meninggalkan bangunan-bangunan yang bernilai seni tinggi. Misalnya adalah Masjid Baitur Rahman, bangunan ini dibuat oleh Sultan Iskandar Muda tahun 1022 H/1612 M yang terletak tepat di pusat Kota Banda Aceh dan menjadi pusat kegiatan keagamaan di Aceh Darussalam.[10] Masjid ini dilapisi emas sehingga dikagumi bangsa Barat.[11] Hal ini menunjukan tingkat kemakmuran ekonomi dan selera seni arsitektur yang tinggi.

Sewaktu agresi tentara Belanda kedua pada 10 April 1873, Masjid Raya Baitur Rahman sempat dibakar. Namun kemudian, Belanda membangun kembali Masjid Raya Baitur Rahman pada tahun 1877 untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa Aceh. Sampai saat ini, Masjid Raya Baitur Rahman menjadi objek wisata religi yang termasuk salah satu masjid dengan arsitektur terindah di Indonesia.[12]

Masjid Raya Baitur Rahman adalah masjid yang memiliki bentuk yang sama dengan masjid-masjid di negara Islam lainya (negera Arab). Pada mulanya bentuk masjid yang dibangun dipengaruhi oleh Hindu dan Budha. Misalnya, Masjid Demak, Ampel, Cirebon dan lain-lain. Ciri-ciri model seni bangunan lama yang merupakan tiruan atau terpengaruh oleh seni bangun Hindu-Budha, adalah sebagai berikut:[13]

a. Atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan yang paling atas biasanya semacam mahkota.

b. Tidak ada menara sebagai pertanda pemberitahuan waktu shalat karena digantikan dengan bedug.

c. Di belakang masjid terdapat rangkaian makam-makam. Rangkaian macam ini hakikatnya dari fungsi candi pada zaman Hindu-Budha.

2. Bidang Militer


Dalam bidang militer kesultanan-kesultanan Indonesia sudah mengalami kemajuan, itu terbukti pada peninggalannya berupa benteng-benteng pertahanan. Misalnya Benteng Indra Prata peninggalan kesultanan Aceh dan persenjataan yang dimilikinya walaupun pada akhirnya kesultanan-kesultanan Islam dapat ditaklukan kolonial Barat.

3. Bidang Ekonomi


Kesultanan Islam di Indonesia mengalami kemajuan dan kemakmuran yang cukup besar. Hal ini karena letak geografis Indonesia yang berada pada jalur perdagangan Internasional, sehingga kemajuan di bidang ekonomi, kesultanan Islam terpusat pada perdagangan dan pelayaran. Misalnya kesultanan Samudra Pasai, bahkan kesultanan ini sudah menggunakan mata uang koin dari emas.

4. Pendidikan


Menurut Muhammad Yunus, para pedagang muslim sambil berdagang, mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang di sekelilingnya. Dimana ada kesempatan, mereka memberikan pendidikan dan ajaran agama Islam. Bukan saja dengan perkataan, melainkan juga dengan perbuatan.

Didikan dan ajaran Islam mereka berikan melalui perbuatan, yaitu dengan contoh dan suri tauladan. Mereka berlaku sopan santun, ramah- tamah, tulus ikhlas, amanah dan menjaga kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji, serta menghormati adat istiadat anak negeri. Pendeknya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia. Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan ajaran Islam.

Sistem pendidikan yang berlaku pada masa Kerajaan Samudera Pasai tentu tidak seperti zaman sekarang ini. Sistem pendidikan yang berlaku pada saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis taklim dan halaqah.

Di Jawa Islam diajarkan oleh para walisongo, diantaranya juga sudah ada yang mengenal dengan lembaga pendidikan pesantren, misalnya adalah Pondok Pesantren Ampel Denta oleh Sunan Ampel.

5. Karya Sastra


Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajan Islam. Tema dan isi karya itu sering kali mirip antara satu dengan yang lain.

Pada abad enam belas, di Jawa mulai muncul naskah-naskah Jawa yang memuat ajaran-ajaran keislaman, terutama ajaran tasawuf dengan ditemukannya naskah Jawa yang bertuliskan Hanacaraka yang kemudian dalam pembahasan akademis diberi judul Het Boek Van Bonang. Demikian pula di Aceh muncul naskah-naskah Melayu yang berisi ajaran-ajaran keislaman terutama hasil karya empat tokoh ulama sufi Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pase, Al-Raniri dan Abdul Rauf Singkil.[14]



E. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, kapan kedatangan agama Islam di Indonesia terdapat dua teori. Teori pertama, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M atau abad pertama Hijriah. Pendapat ini didasarkan pada berita Tiongkok zaman Dinasti Tang. Berita ini mencatat bahwa pada abad ke-7 M terdapat pedagang Muslim di Desa Baros, daerah barat Sumatera Utara. Pendapat tersebut juga sama dengan hasil “seminar masuknya Islam di Indonesia” di Medan tahun 1963.

Teori kedua, Islam Masuk Indonesia pada abad ke 13. Pendapat tersebut mengacu kepada catatan perjalanan Marcopolo yang menerangkan ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 M, dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam. Proses Islamisasi Nusantara dilakukan dengan berbagai bentuk atau cara, antara lain: Perdagangan, Pernikahan, Politik, Pendidikan, Seni budaya maupun melalui tasawuf.

Belanda masuk ke kepulauan Nusantara sekitar abad ke 16. Saat itu Islam sudah berkembang pesat dan banyak kesultanan-kesultanan yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan penyebaran Islam. Di antaranya: Kesultanan Perlak, Kesultanan Samudra Pasai, Kesultanan Aceh, Kesultanan Demak Bintara, Kesultanan Pajang dan Kesultanan Mataram.

Pembangunan peradadaban kesultanan masa pra penjajahan Belanda sudah merambah di bergagai bidang, di antaranya bidang bangunan dan seni arsitektur, bidang militer, bidang ekonomi, pendidikan dan karya sastra.

Sebagai penutup, penulis mohon maaf dengan segala kekurangan dalam tulisan dan oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan dari pembaca. Semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan tambahan wawasan akan masa lampau khususnya tentang sejarah peradaban agama Islam di Indonesia. Wawasan itu dilihat dari segala aspeknya sehingga generasi sekarang dan yang akan datang akan sadar bagaimana sejarah bangsanya sendiri dan melanjutkan proses sejarah ke depan dengan baik, demi mewujudkan cita-cita bangsa yang luhur dan mulia. Amin.









DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2013.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2011.
Maryam, Siti dkk. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Lesfi. 2004.
Stanton, Charles dkk. Studi Islam Asia Tenggara. Surakarta: Muhammadiyah University Press. 1999.
Sunanto, Musrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo persada. 2012.
Syaefudin, Machfud. Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta. 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara _(1800-1942), Diakses 28-05-2015.
http://jagosejarah.blogspot.com/2015/03/peninggalan-kerajaan-aceh-yang-harus.html, Diakses 27-05-2015.



[1] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 302.
[2] Ibid, hlm. 303.
[3] Machfud Syaefudin, dkk., Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu Yogyakarta, 2013), hlm. 247.
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 193.
[5] Machfud Syaefudin, Op. Cit., hlm. 249.
[6] Machfud Syaefudin, dkk., Op. Cit., hlm. 251.
[7] Samsul Munir Amin, Op. Cit., hlm. 307.
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara _(1800-1942), Diakses 28-05-2015.
[9] Machfud Syaefudin, dkk., Op. Cit., hlm. 253.
[10] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 228.
[11] Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2004), cet. II, hlm. 326.
[12] http://jagosejarah.blogspot.com/2015/03/peninggalan-kerajaan-aceh-yang-harus.html, Diakses 27-05-2015.
[13] Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2012), hlm. 96.
[14] Charles Stanton, dkk., Studi Islam Asia Tenggara, ( Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1999), cet. II, hlm. 177.

MADZHAB-MADZHAB ILMU HUKUM

MADZHAB-MADZHAB ILMU HUKUM

 

MAKALAH
Tugas Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hukum
Dosen Pengampu : Wahidullah, S.H.I., M.H.
DisusunOleh:

ACHMAD MIFTACHUL ALIM (1213001)

UNIVERSITAS  ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM SEMESTER 2 TAHUN 2015
Jl.Taman Siswa (Pekeng) Tahunan Jepara 59427 Telp : (0291)595320

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Madzhab-Madzhab Ilmu Hukum ini dengan baik meskipun terdapat kekurangan di dalamnya. Ucapan terima kasih kepada Bapak Wahidullah, S.H.I., M.H. selaku dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah memberikan tugas kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang Madzhab-Madzhab Ilmu Hukum. Kami juga menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jepara, 8 Mei 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ilmu hukum adalah ilmu yang mempelajari peraturan-peraturan yang ditunjukkan pada masyarakat dan untuk mengkaji layak atau tidaknya hukum tersebut dalam lingkungan. Berbicara mengenai ilmu hukum, pasti dalam pikiran kita terbesit adanya beberapa madzhab atau perbedaan yang berkembang mengenai hukum itu sendiri.
Pemikiran tentang hukum telah muncul sejak zaman kerajaan Yunani kuno dan zaman kerajaan Romawi beberapa adab yang lalu. Bangsa Yunani memberikan pemikiran besar terhadap hukum hingga ke akar filsafatnya. Sedangkan bangsa Romawi cenderung memberikan konsep-konsep dan teknik yang berhubungan dengan hukum positif.
Berikut saya akan menguraikan garis besar dari sebagian madzhab atau aliran yang dikenal dalam ilmu hukum. Makalah ini juga akan membahas tentang bagaimana perbedaan-perbedaan hukum itu. Selanjutnya, dari beberapa perbedaan itu timbul suatu aliran-aliran yang dianut oleh beberapa orang ahli untuk mengatur suatu masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sehingga terciptalah suatu keadilan hukum.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut.
1.    Bagaimanakah pengertian madzhab hukum kodrat itu?
2.    Bagaimana penjelasan madzhab  sejarah tersebut?
3.    Apakah madzhab sosiologi itu?


C.    Tujuan Masalah
1.    Agar pembaca dapat memahami bagaimanakah pengertian madzhab hukum kodrat.
2.    Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana penjelasan madzhab  sejarah.
3.    Supaya  pembaca dapat mengetahui apakah madzhab sosiologi tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Madzhab Hukum Kodrat atau Hukum Alam

Apabila orang mengikuti sejarah hukum alam, maka ia sedang mengikuti sejarah hukum umat manusia yang berjuang untuk menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya. Pada suatu saat ketika ide tentang hukum alam muncul dengan kuatnya, pada saat yang lain lagi ia diabaikan, tetapi bagaimanapun ia tidak pernah mati. 
Sebagian besar filsuf meyakini bahwa terdapat asas-asas tertentu yang sifatnya lebih tinggi dan lebih superior ketimbang hukum buatan manusia atau negara. Hukum yang lebih tinggi dan lebih superior itulah yang mereka namakan hukum alam. 
Hukum alam lebih kuat daripada hukum positif, karena menyangkut makna kehidupan manusia sendiri.  Hukum ini juga mendahului hukum yang dirumuskan dalam undang-undang dan berfungsi sebagai asas bagi hukum yang dirumuskan dalam undang-undang tersebut. Dengan kata lain hukum adalah aturan, basis bagi aturan itu ditentukan dalam aturan alamiah yang terwujud dalam kodrat manusia.
Salah satu dari pemikiran hukum alam yang khas adalah tidak dipisahkannya secara tegas antara hukum dan moral. Berbeda halnya dengan hukum positivis yang sangat tegas membedakan antara moral dan hukum. Penganut madzhab ini memandang bahwa, hukum dan moral merupakan pencerminan dan pengaturan secara eksternal maupun internal dari kehidupan manusia serta yang berhubungan dengan sesama manusia.
Menurut pandangan ini, kaidah hukum adalah hasil dari titah Tuhan dan langsung berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, ajaran ini mengakui adanya suatu hukum yang benar dan abadi, sesuai dengan ukuran kodrat, serta selaras dengan alam. Dicurahkan  ke dalam jiwa manusia untuk memerintahkan agar setiap orang melakukan kewajibannya dan melarang supaya setiap orang tidak melakukan kejahatan.
Dari pemikiran penganut madzhab hukum alam dapat kita tangkap  beberapa pandangan umum yang dinamakan sebagai pokok-pokok pikiran hukum alam. Pemahaman hukum tentang apa yang dimaksud sebagai hukum adalah:
1.    Hukum itu tidak dibuat oleh manusia maupun negara, tetapi ditetapkan oleh alam.
2.    Hukum itu bersifat universal.
3.    Hukum berlaku abadi.
4.    Hukum tidak dapat dipisahkan oleh moral.
Meskipun dewasa ini kaidah hukum alam tidak berlaku lagi, namun konsep-konsep yang bersumber dari hukum alam telah memberikan konstribusinya terhadap dunia hukum kita di era modern. Menurut Friedman, sumbangan hukum alam adalah:
1.    Ia telah berfungsi sebagai instrumen utama pada saat hukum perdata Romawi kuno ditransformasikan menjadi suatu sistem internasional yang luas.
2.    Ia telah menjadi senjata yang dipakai oleh kedua pihak, yaitu pihak gereja dan kerajaan dalam pergaulan antara mereka.
3.    Atas nama hukum alamlah kesahan dari hukum internasional itu ditegakkan.
4.    Ia telah menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan perjuangan bagi kebebasan individu berhadapan dengan absolutisme.
5.    Prinsip-prinsip hukum alam telah dijadikan senjata oleh para hakim Amerika pada waktu mereka memberikan tafsiran terhadap konstitusi mereka, dengan menolak campur tangan negara melalui perundang-undangan yang ditujukan untuk membatasi kemerdekaan ekonomi.
Di dalam aliran hukum alam ini terdapat suatu pembedaan-pembedaan, yaitu hukum alam sebagai metode dan hukum alam sebagai substansi. Hukum alam sebagai metode adalah yang tertua yang dapat dikenali sejak zaman yang kuno sekali sampai pada permulaan abad pertengahan.  Hukum ini memusatkan perhatiannya pada usaha untuk menemukan metode yang bisa digunakan untuk menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk mengatasi keadaan yang berlainan.
Berbeda dengan yang pertama, hukum alam sebagai substansi justru berisi norma-norma.  Sehingga orang dapat menciptakan sejumlah peraturan yang dialirkan dari beberapa asas yang absolut, yang lazim dikenal sebagai hak-hak asasi manusia.
Tokoh Hukum Alam dari masa ke masa
a.    Tokoh Hukum Alam Yunani, antara lain Socrates, Plato dan Aristoteles.
b.    Tokoh Hukum Alam Romawi, antara lain Cicero dan Gaius.
c.    Tokoh Hukum Alam abad pertengahan, antara lain Augustine, Isidore dan Thomas Aquinas.
d.    Tokoh Hukum Alam abad keenambelasan hingga kedelapanbelasan antara lain, John Locke, Montesquieu dan Rousseau.
e.    Tokoh Idialisme Transendental, antara lain Kant dan Hegel.
f.    Tokoh kebangkitan kembali Hukum Alam, antara lain Kohler, Stammler dan Leon Duguit.

B.    Madzhab Sejarah atau Madzhab Historis

Dalam rentang sejarah, perkembangan aliran pemikiran hukum sangat tergantung dari aliran hukum sebelumnya, yaitu sebagai sandaran kritik dalam rangka membangun kerangka teoritik berikutnya. Kelahiran satu aliran sangat terkait dengan kondisi lingkungan tempat suatu aliran itu pertama kali muncul.
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap para pemuja hukum alam, di Eropa timbul suatu aliran baru yang di pelopori oleh Carl von Savigny (1779-1861).  Von Savigny berpendapat bahwa hukum itu harus dipandang sebagai suatu penjelmaan dari jiwa atau rohani sesuatu bangsa; selalu ada sesuatu hubungan yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu bangsa.  Ia juga memandang bahwa hukum tidaklah berada demi dirinya sendiri. Artinya, dia terjadi dan berada karena dikehendaki. Hukum itu lahir karena dalam kehidupan manusia ia memerlukan hukum.
Madzhab sejarah berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempat. Salah satu timbulnya madzhab sejarah adalah dorongan nasionalisme yang tumbuh pada akhir abad XVIII sebagai reaksi terhadap semangat revolusi dan ekspansi Prancis.
Hukum bukanlah sesuatu yang disusun atau diciptakan oleh manusia, tetapi hukum itu tumbuh sendiri di tengah-tengah rakyat.  Hukum itu penjelmaan dari kehendak rakyat, yang pada suatu saat juga akan mati apabila suatu bangsa kehilangan kepribadiannya.
Sebagaimana bahasa, hukum itu timbul melalui suatu proses yang perlahan-lahan. Hukum hidup dalam kesadaran bangsa, maka hukum berpangkal pada kesadaran bangsa. Menurut pendapat tersebut, telah jelas bahwa hukum merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat terpisahkan dari sejarah suatu bangsa. Karena itu, hukum selalu berubah-ubah menurut tempat dan waktu. Pendapat ini bertentangan dengan ajaran madzhab hukum alam bahwa hukum itu berlaku abadi di mana-mana bagi seluruh manusia. 
Hukum itu tidak berlaku secara universal, karena hukum lahir dari jiwa rakyat yang memiliki latar belakang bangsa yang berbeda. Hukum hanya berlaku pada suatu masyarakat tertentu.
Ciri khas kaum historis hukum adalah ketidakpercayaan mereka pada pembuatan undang-undang dan ketidakpercayaan terhadap kodifikasi.  Bagi mereka hukum itu tumbuh dan berkembang, sehingga terdapat hubungan yang terus-menerus antara sistem yang ada sekarang dengan yang ada dimasa silam. Oleh karena itu, hukum yang ada pada saat ini mengalir dari hukum yang ada pada masa sebelumnya.
Aliran sejarah merupakan reaksi dari aliran hukum alam. Dari sudut pandang pengaruh historisme, hukum adalah fenomena historis; hukum mempunyai sejarah. Dan sebagai fenomena sejarah, berarti hukum tunduk kepada perkembangan yang berlangsung secara terus-menerus.
Menurut Savigny, ia mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoprasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat. 
Inti ajaran madzhab sejarah adalah sebagai berikut:
1.    Hukum menurut Savigny adalah kehidupan manusia itu sendiri. Hukum sama dengan bahasa, yang tidak dibuat tetapi lahir dari jiwa suatu bangsa dan hukum tersebut tumbuh bersama bangsa itu sendiri.
2.    Orang itu harus mencari hukum dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat, karena setiap bangsa memiliki hukum tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain.

C.    Madzhab Sosiologi

Madzhab sosiologi dipelopori oleh Eugen Ehrlich, Max Weber dan Hammaker. Madzhab ini merupakan hasil pertentangan-pertentangan dan hasil pertimbangan antara kekuatan-kekuatan sosial, cita-cita sosial, institusi sosial, perkembangan ekonomi dan pertentangan serta pertimbangan kepentingan-kepentingan golongan-golongan atau kelas-kelas dalam masyarakat.
Sosiologis adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hubungan antara gejala masyarakat yang satu dengan gejala masyarakat yang lain, sedangkan ilmu pengetahuan hukum menurut madzhab sosiologis memberikan suatu gambaran tentang tingkah laku manusia dalam masyarakat. Maka demikian hukum itu merupakan fakta atau petunjuk yang mencerminkan kehidupan masyarakat, guna memahami kehidupan hukum itu dari suatu masyarakat maka seorang ahli hukum harus mempelajari perundang-undangan, keputusan-kepututusan pengadilan dan kenyataan sosial.
Madzhab sosiologis memusatkan perhatiannya bukan pada hukum  tertulis atau perundang-undangan, tetapi hukum adalah kenyataan sosial. Ia memandang bahwa hukum itu dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum yang terdapat dalam masyarakat, seperti faktor ekonomi, politik, sosial dan budaya. Metode yang digunakan adalah deskriptif, yaitu dengan menggunakan teknik-teknik survey lapangan, observasi perbandingan, analisis stasistik dan eksperimen.  
Pemikiran sosiologi pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam:
1.    Sociological jurisprudence, kajian ini di tunjuk sebagai suatu studi yang berkarakter khas tertib hukum, yaitu merupakan suatu aspek ilmu hukum yang sebenarnya.
2.    Sosiology of law, menunjuk kajian ini sebagai studi sosiologi yang sebenarnya yang didasarkan pada suatu konsep yang memandang hukum sebagai suatu alat pengendalian sosial. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan mengapa perangkat hukum dan tugas-tugasnya dibuat, sosiologi memandang hukum sebagai produk suatu sistem sosial dan sebagai alat untuk mengendalikan dan mengubah sistem itu.
Esensi ajaran penganut sosiologis di dalam ilmu hukum adalah bahwa:
1.    Yang dianggap sebagai hukum, bukanlah aturan-aturan yang tertuang dalam perundang-undangan, melainkan yang diterapkan apa danya di dalam masyarakta.
2.    Hukum itu tidak otonom, artinya pembuatan dan pelaksanaan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya non hukum, seperti faktor ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Menurut aliran hukum yang bersifat sosioligis hukum itu tidak perlu diciptakan oleh negara, karena hukum sebenarnya tidak merupakan pertanyaan-pertanyaan tetapi terdiri dari lembaga-lembaga hukum yang diciptakan oleh kehidupan, golongan-golongan dalam masyarakat.
Menurut madzhab sosiologis, hakim itu bebas untuk menggali sumber—sumber hukum yang terdapat dalam masyarakat yang berwujud kebiasaan-kebiasaan, perbuatan-perbuatan dan adat.
Eugene Ehrlich menyatakan bahwa hukum hanya dapat dipahami dalam fungsinya di masyarakat.  Berlakunya hukum tertantung pada penerimaan masyarakat dan sebenarnya tiap golongan menciptakan sendiri masing-masing hukumnya yang hidup. Daya kreativitas masing-masing golongan saling berbeda dalam penciptaan hukumnya. Dalam kenyataan ini faktor masyarakat menjadi sangat penting untuk mengetahui evektivitas hukum dalam masyarakat.
Ehrlich juga berpendapat bahwa, pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak dari badan-badan legislatif, keputusan badan-badan yudikatif ataupun ilmu hukum, tetapi justru terletak dalam masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks ini Leon Gubuit berpendapat bahwa, tujuan ahli hukum adalah menetapkan suatu peraturan hukum yang mutlak dan tidak dapat ditentang sekaligus obyektif, bebas dari kesewenagan manusia dan keinginan akan kekuasaan sebagai pelindung  negara. 
Tokoh dalam madzhab sosiologi yang paling terkenal adalah Roscoe Pound (1870-1964). Ia mengatakan bahwa, hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum, tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentanngan,  dan menjamin kepuasan kebutuhan-kebutuhan maksimal dengan pengorbanan minimal.
Menurut Pound, cara membentuk masyarakat adalah dengan selalu memberikan keseimbangan antara berbagai kepentingan dalam masyarakat sehingga menuju ke masyarakat yang lebih baik.




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Aliran hukum alam merupakan suatu aliran ilmu hukum yang menekankan pentingnya peran dari hukum alam (natural law) terhadap hukum yang dibuat oleh manusia. Aliran hukum alam ini, secara garis besar, mencakup empat teori. Yaitu teori hukum alam klasik, teori hukum alam para tokoh gereja, teori hukum alam yang rasionalis dan teori hukum alam modern.
Aliran sejarah merupakan aliran yang memberikan tekanan pada peran sejarah terhadap hukum yang dipelopori oleh Carl von Savigny. Ajaran tersebut merupakan reaksi terhadap pemerintahan Jerman waktu itu untuk memberlakukan code civil Prancis di Jerman, tentang hukum alam yang berlaku dimana-mana.
Tokoh sosiologi yang paling terkenal adalah Roscoe Pound. Dengan teori bagaimana cara membentuk masyarakat agar selalu memberikan keseimbangan antara berbagai kepentingan dalam masyarakat sehingga menuju ke masyarakat yang lebih baik.

B.    Kritik dan Saran
Kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih ada banyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya berupa penambahan wawasan tentang Madzhab-Madzhab Ilmu Hukum.
Kami  hanya  manusia  biasa  yang  tidak  terlepas  dari  kekurangan, maka  dari  itu  kami  mohon  maaf  apabila  ada  kesalahan  dalam  penulisan  maupun  yang  lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta: Kencana. 2013.
Donald Albert Rumokoy dan Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2014.
Ghofur Anshori, Abdul. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2009.
Kansil. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Balai Pustaka. 2008.
Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2009.
Kusumohamidjojo, Budiono.  Filsafat Hukum; Problematik Ketertiban yang Adil. Bandung: Mandar Maju. 2011.
Prasetyo, Teguh. dkk. Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2014.
Syarifin, Pipin. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia. 1998. 
Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: Refika Aditama. 2007.
Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006.