Khotib sedang Khutbah jum'ah |
SHALAT JUM’AT
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester IV Mata Kuliah
Tafsir Ahkam 1
Dosen Pengampu:
Mayadina Rahma Musfiroh, M.A.
Disusun Oleh:
1. Ach. Miftachul Alim (1213001)
2. HildaFentiningrum (1213017)
3. Nur Hikmah (1213036)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
JEPARA 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami diberikan kesehatan untuk dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Salawat salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga sahabatnya.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok di Semester IV mata kuliah Tafsir Ahkam 1 fakultas Syari’ah prodi Al-Ahwal As-Syakhsiyyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU), di mana judul makalahnya adalah “SHALAT JUM’AT”
Dalam menyusun makalah ini, ternyata tidak mungkin terlaksana apabila tanpa semangat, dukungan, serta bimbingan dari pihak-pihak yang sangat kami hormati. Oleh karena itu, pertama kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mayadina Rahmi. Musfiroh, M.A. selaku dosen mata kuliah Tafsir Ahkam 1 yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Kedua, kami berterima kasih kepada kedua orang tua kami atas doa dan dukungan moril maupun materil yang telah diberikannya. Kemudian, kami juga berterima kasih kepada sahabat-sahabat kami di fakultas Syari’ah prodi Al-Ahwal As-Syakhsiyyah Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU), yang telah membantu kami demi kelancaran penulisan maklah ini.
Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan pada waktu yang diharapkan, dan kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat. Amin…
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jepara, 09 Mei 2015
Kelompok 09
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN..................................................................................................... 2
A. Ayat Tentang Shalat Jum’at................................................................................. 2
B. Terjemah............................................................................................................... 2
C. Mufradat.............................................................................................................. 3
D. Asbab al-Nuzul dan Munasabah.......................................................................... 3
E. Tafsir Ayat........................................................................................................... 5
F. Hikmah dan Hukum............................................................................................. 8
G. Ikhtilaf al-Mazhab................................................................................................ 9
PENUTUP............................................................................................................. 10
1. Kesimpulan......................................................................................................... 11
2. Saran................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat Jum’at merupakan shalat yang dikerjakan pada hari Jum’at saja. Shalat Jum’at ini mengajak kaum beriman untuk bersegera memenuhi panggilan Ilahi. Di sisi lain, dapat ditambahkan bahwa orang-orang Yahudi mengabaikan hari Sabtu yang ditetapkan Allah untuk tidak melakukan aktivitas mengail. Sikap mereka ini dikecam. Karena itu, kaum muslimin hatus mengindahkan perintah Allah meninggalkan aneka aktivitas untuk beberapa saat pada hari Jum’at karena, kalau tidak, mereka akan mengalami kecaman dan nasib seperti orang-orang Yahudi itu.[1]
Allah menurunkan ayat tentang Shalat Jum’at sebagaimana asbabun nuzul yang akan dipaparkan dalam makalah ini. Inilah yang melatar belakangi kami menulis makalah ini, untuk mengetahui apa yang ada di balik shalat Jum’at.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asbabun Nuzul dan Munasabah dari ayat tentang shalat Jum’at?
2. Bagaimana penafsiran para ulama tentang shalat Jum’at?
3. Apa hikmah dan kandungan hokum dari shalat Jum’at?
4. Bagaimana perbedaan pendapat para ulama mazhab tentang shalat Jum’at?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Asbabun Nuzul dan Munasabah dari ayat tentang shalat Jum’at.
2. Mengetahui dan memahami penafsiran para ulama tentang shalat Jum’at.
3. Mengetahui dan memahami hikmah dan kandungan hokum dari shalat Jum’at.
4. Mengetahui dan memahami perbedaan pendapat para ulama mazhab tentang shalat Jum’at.
PEMBAHASAN
A. Ayat Tentang Shalat Jum’at
Surat Al-Jumu’ah (62) ayat 9-11:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٩ فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠ وَإِذَا رَأَوۡاْ تِجَٰرَةً أَوۡ لَهۡوًا ٱنفَضُّوٓاْ إِلَيۡهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمٗاۚ قُلۡ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيۡرٞ مِّنَ ٱللَّهۡوِ وَمِنَ ٱلتِّجَٰرَةِۚ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ١١
B. Terjemah
9. Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah menuju dzikrullah dan tinggalkanlah jual beli. Itulah yang baik buat kami mengetahui.
10. Lalu apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah sebagian dari karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
11. Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka berbondong-bondong kepadanya dan meninggalkanmu berdiri. Katakanlah apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi.”
C. Mufradat
نودي = diseru
فاسعوا = maka segeralah
ذروا = tinggalkanlah
البيع = jual beli
قضيت = telah ditunaikan/dilakasanakan
انتشروا = bertebaranlah
ابتغوا = carilah
تفلحون = kamu beruntung
راوا = mereka melihat
تجارة = perdagangan
لهوا = permainan
انفضّوا = mereka bubar
تركوك = mereka meninggalkanmu
D. Asbab al-Nuzul dan Munasabah
1. Asbab al-Nuzul
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah. Dia berkata, ketika Nabi sedang berkhutbah pada hari Jum’at, rombongan para pedagang[2] sampai di Madinah.[3] Ketika itu, harga-harga di Madinah melonjak, sedang kafilah tersebut membawa bahan makanan yang sangat dibutuhkan. Tabuh tanda kedatangan kafilah di pasar pun ditabuh sehingga terdengar oleh jama’ah Jum’at. Ketika itulah sebagian jamaah masjid berpencar dan berlarian menuju pasar untuk membeli karena takut kehabisan.[4] Sehingga hanya tinggal 12 orang saja yang masih mengikuti dan mendengarkan khutbah.[5] Ada riwayat yang mengatakan bahwa hal tersebut terjadi tiga kali dan selalu pada hari Jum’at. Riwayat berbeda-beda tentang jumlah jamaah yang bertahan bersama Rasulullah saw. Ada yang menyatakan empat puluh orang, ada lagi empat, atau tiga atau dua belas orang.[6] Kemudian Allah menurunkan ayat berikut:
وَإِذَا رَأَوۡاْ تِجَٰرَةً أَوۡ لَهۡوًا ٱنفَضُّوٓاْ إِلَيۡهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمٗاۚ
“dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggakan kamu sedang berdiri (berkhutbah).”
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa apabila ada gadis-gadis yang nikah, maka berlangsunglah keramaian dengan seruling dan alat musik lainnya, sehingga orang-orang itu meninggalkan Rasulullah yang sedang berkhutbah di atas mimbar dan mereka pergi untuk melihat keramaian itu. Maka turun ayat 11 ini yang menegaskan bahwa nikmat yang diberikan oleh Allah lebih baik daripada keramaian dan perniagaan. (H.R. Ibnu Jarir dari Jabir).[7]
2. Munasabah
Dalam surat Al-Jum’ah ayat 5:
مَثَلُ ٱلَّذِينَ حُمِّلُواْ ٱلتَّوۡرَىٰةَ ثُمَّ لَمۡ يَحۡمِلُوهَا كَمَثَلِ ٱلۡحِمَارِ يَحۡمِلُ أَسۡفَارَۢاۚ بِئۡسَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥
Allah mencela orang-orang Yahudi karena mereka lari dari kematian untuk mencintai dunia dan menyukai kenikmatannya.[8] Oleh karena orang yang tidak mengamalkan kitab yang diturunkan kepadanya itu mencintai kehidupan dan meninggalkan segala yang bermanfaat baginya di akhirat.[9]
Kemudian dalam surat Al-Jum’ah ayat 10:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠
Allah menyebutkan bahwa orang-orang mukmin tidak dilarang memetik buah dunia dan kebaikannya, sambil mengusahakan apa yang bermanfaat baginya di akhirat, seperti shalat pada hari Jumat di masjid dengan cara berjamaah. Orang mukmin harus bekerja keras untuk dunia dan akhirat.[10]
Surat sebelumnya, yaitu As-Saff ditutup dengan perintah untuk berjihad, yang dinamakan sebagai perniagaan. Dan surat ini ditutup dengan perintah shalat Jumat dan pemberitahuan bahwa shalat itu lebih baik daripada perniagaan duniawiyah.[11]
E. Tafsir Ayat
Al-Jumu’ah dinamakan Jumu’ah karena kata ini terambil dari kata al-Jam’u (artinya ‘berkumpul’) karena para pemeluk agama Islam berkumpul di hari itu sekali seminggu di tempat-tempat peribadatan yang besar. Dalam bahasa Arab kuno, hari jum’at dikenal dengan nama hari Arubah.[12]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٩
Makna ذكرالله pada ayat 9 surah al-Jumuah. Secara harfiah, kata ini diartikan kepada “mengingat Allah.” Akan tetapi, ذكرالله dalam ayat ini berarti “shalat Jum’at.”[13] Dalam ayat ini ditegaskan bahwa apabila adzan Jum’at telah dikumandangkan maka orang-orang mukmin harus menghadirinya untuk mendirikan shalat Jum’at tersebut. Segala pekerjaan atau kesibukan harus ditinggalkan, baik kesibukan berdagang maupun kesibukan lainnya, karena inti perintah dalam ayat di atas adalah berdzikir kepada Allah dengan mengerjakan shalat Jum’at.[14]
Kata فاسعوا terambil dari kata سعى yang pada mulanya berarti berjalan cepat tapi bukan berlari.[15] Maksud ayat ini bukan berarti berjalan dengan cepat karena berjalan yang sperti ini dilarang sebagaimana yang telah ditegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.[16] Ada juga yang memahami kata tersebut dalam arti berjalan kaki dan itu menurut mereka adalah anjuran bukan syarat.[17]
Kata ذلكم dalam ayat ini diisyaratkan kepada perintah yang terkandung dalam ayat فاسعواالى ذكرالله dan ذرواالبيع (kepergian mengingat Allah dan meninggalkan kegiatan jual beli). Dengan demikian, penggalan ayt di atas berarti, “berangkat menghadiri shalat Jum’at di masjid dan meninggalkan kegiatan perdagangan guna mengingat Allah pada waktu adzan telah dikumandangkan, adalah lebih baik dari segalanya.” Oleh karena itu, segala pekerjaan harus ditinggalkan dan bersegera pergi melaksanakan shalat Jum’at setelah adzan dikumandangkan. Dengan kata lain, haram hukumnya bagi laki-laki yang wajib menghadiri shalat Jum’at melakukan kegiatan apa pun jika adzan Jum’at telah dikumandangkan.[18]
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠
Ayat ini menjelaskan bahwa orang-ornag muslim dipersilahkan bekerja dan berusaha kembali mencari rezeki jika shalat telah selesai dikerjakan. Artinya, carilah karunia Allah berupa rezeki untuk keperluan dunia dan akhirat.[19] Perintah bertebaran di bumi dan mencari sebagian karunianya pada ayat di atas bukanlah perintah wajib. Dalam kaidah ulama-ulama dinyatkan “apabila ada perintah yang bersifat wajib, lalu disusul dengan perintah sesudahnya, yang kedua itu hanya mengisyaratkan bolehnya hal tersebut dilakukan.”[20]
وَإِذَا رَأَوۡاْ تِجَٰرَةً أَوۡ لَهۡوًا ٱنفَضُّوٓاْ إِلَيۡهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمٗاۚ قُلۡ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيۡرٞ مِّنَ ٱللَّهۡوِ وَمِنَ ٱلتِّجَٰرَةِۚ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ١١
Ayat ini menggambarkan keadaan para sahabat Nabi ketika ayat itu diturukan. Mereka keluar dari masjid pergi menemui para pedagang yang baru sampai di Madinah untuk membeli barang dagangan, padahal, Nabi Muhammad sedang berkhutbah.[21]
Muqatil bin Hayyan, sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Katsir berkata, “dahulu, Nabi mendahulukan shalat dari khutbah sebagaimana pelaksanaan shalat hari raya. Akan tetapi, pada suatu jum’at ketika rasulullah sedang berkhutbah, masuklah seorang laki-laki ke dalam masjid dan berkata, Dahiah bin Khalifah telah tiba membawa barang dagangan.” Maka orang-orang dalam masjid bergegas pergi untuk mendapatkan barang dagangan itu, kecuali hanya sedikit mereka yang masih tetap dalam masjid. Berdasarkan kejadian ini, Nabi mendahulukan khutbah dari shalat Jum’at.[22]
Allah mencela orang yang meninggalkan khutbah di hari Jum’at karena menyambut kedatangan barang dagangan ke kota Madinah di kala itu.[23] Allah memperingatkan bahwa pahala yang ada di sisi-Nya berupa kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat adalah lebih baik dari harta, benda dan kesenangan hawa nafsu. Sebab, kesenangan yang diperoleh melalui pemuasan hawa nafsu dan berfoya-foya merupakan kesenangan yang semu, tidak abadi. Karena, di balik kesenangan yang semu itu akan muncul kesengsaraan, kesedihan, dan rasa takut yang amat dahsyat.[24]
F. Hikmah dan Hukum
1. Hikmah Shalat Jum’at[25]
a. Shalat adalah sarana manusia untuk menghubungkan diri dengan Allah.
b. Pencegah perbuatan keji/tercela dan perbuatan mungkar.
c. Memupuk sifat-sifat terpuji.
d. Berdisiplin diri (terhadap waktu).
e. Memupuk rasa persamaan, persatuan dan persaudaraan.
f. Sarana tetap menjaga kebersihan.
g. Terdapat pengajaran dan pendidikan yang permanen dan terus menerus bagi jiwa-jiwa orang-orang yang beriman.[26]
h. Berzikir kepada Allah disela-sela aktivitas mencari rezeki dan penghidupan, dan merasakan kehadiran Allah di dalamnya, itulah yang mengalihkan segala aktivitas kehidupan kepada Ibadah.
2. Hukum Shalat Jum’at
Shalat Jum’at hukumnya fardhu ain bagi setiap orang yang memenuhi syarat-syarat.[27] Seluruh ulama sepakat bahwa syarat-syarat shalat Jum’at itu sama dengan syarat-syarat shalat lainnya, seperti bersuci, menutup aurat, menghadap Kiblat. Dan waktunya dari mulai tergelincirnya matahari sampai bayangan di tempat lainnya, segala sesuatu sama panjangnya. Dan ia boleh didirikan di dalam masjid atau di tempat lainnya, kecuali mazhab Maliki mereka menyatakan bahwa shalat Jum’at itu tidak sah kecuali bila dikerjakan di dalam masjid.[28]
Dan seluruh ulama telah sepakat bahwa shalat Jum’at itu diwajibkan atas laki-laki saja, sedang wanita tidak.[29] Shalat Jum’at dinilai sebagai pengganti shalat Zhuhur. Karena itu, tidak lagi wajib atau dianjurkan kepada yang telah shalat Jum’at untuk melakukan shalat Zhuhur. [30]
G. Ikhtilaf al-Mazhab
Semua imam mazhab sepakat bahwa shalat jum’at hanya sah jika dilaksanakan dengan berjama’ah. Akan tetapi, mereka berselisih pendapat tentang jumlah jama’ah yang sah untuk shalat jum’at, berikut ini pendapat mereka.[31]
1. Malikiah, batas minimal jumlah jama’ah yang sah untuk shalat jum’at adalah 12 orang pria, selain imam.
2. Hanafiah, syarat jama’ah yang sah untuk shalat jum’at ada tiga orang, selain imam sekalipun mereka tidak menghadiri khutbah jum’at.
3. Syafi’iah, harus mencapai jumlah 40 orang, termasuk imam.
4. Hambaliah, tidak kurang dari 40 orang, termasuk imam.
Adapun yang menjadi perelisihan para ulama dalam masalah ini, apakah boleh dilakukannya jual-beli ketika adzan Jum’at dikumandangkan?. Dibawah ini adalah pendapat empat mazhab.
a. Hanafiah dan Syafi’iah sepakat bahwa jual-beli haram dilakukan ketika adzan Jum’at Dikumandangkan meskipun jual-beli itu sah. Hanya saja, Syafi’iyah memaksudkan untuk adzan yang dikumandangkan setelah khatib naik mimbar. Sementara itu, Hanafiah memaksudkan adzan yang pertama hingga shalat jum’at itu selesai.[32]
b. Malikiah, transaksi jual-beli yang dilakukan ketika adzan, hukumnya rusak dan batal kecuali jika barang yang ditransaksikan dapat berubah, seperti barang sembelihan atau barang yang sudah dimakan sebagiannya atau jika nilai barang itu dapat berubah, baik turun maupun naik. Untuk kasus seperti ini, transaksi bisa diteruskan. Yang jelas, harga barang yang ditransaksikan tetap wajib ditentukan pada hari pengambilan, bukan pada saat terjadi transaksi.[33]
5. Hambaliah, transaksi jual-beli yang terjadi ketika adzan jum’at hukumnya tidak sah.[34]
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa shalat Jum’at diwajibkan bagi kaum laki-laki. Adapun syarat-syaratnya sebagaimana syarat-syarat shalat lainnya. Namun, kegiatan yang beriringan dengan shalat Jum’at dan jumlah orang yang menghadiri shalat Jum’at ini menjadi ikhtilaf di berbagai kalangan mazhab.
2. Saran
Makalah yang disajikan ini tidak lepas dari kekurangan dan bahkan belum sempurna. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya guna perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri, Syeikh Abdurrahman. Kitab Shalat Fikih Empat Mazhab: Mudah Memahami Fikih dengan Metode Skema, trj. Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi. Jakarta: PT. Mizan Publika. 2010.
Ar-Rifaii, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. trj. Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press. 2000.
Hadhiri, Choiruddin SP. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an Jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press. 2005.
Mahali, A. Mudjab. Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002.
Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. trj. Masykur A.B. Jakarta: PT. Lentera Basritama. 2001.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an Jilid 11. trj. As’ad Yasin, dkk. (Jakarta: Gema Insani. 2004.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Yusuf, Kadar M. Tafsir Ayat Ahkam: Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum. Jakarta: Amzah. 2011.
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 58.
[2] Pedagang tersebut adalah kafilah dari Syam yang dibawa oleh Dihyat Ibn Khalifah al-Kalbi.
[3] Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam: Tafsir Tematik Ayat-Ayat Hukum, (Jakarta: Amzah, 2011), Ed. 1, Cet. 1, hlm. 56-57.
[4]M. Quraish Shihab, Op Cit., hlm. 62-63.
[5] Kadar M. Yusuf, Op Cit., hlm. 57.
[6] M. Quraish Shihab, Op Cit., hlm. 63.
[7] A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 816-817.
[8] Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Penerjemah: Bahrun Abu Bakar,dkk, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,1974), juz:28, hal.164
[9] A. Mustofa Al-Maraghi, Ibid., hal. 159
[10] A. Mustofa Al-Maraghi, Ibid., hlm. 164.
[11] A. Mustofa Al-Maraghi, Ibid., hlm. 149
[12] Muhammad Nasib ar-Rifaii, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, trj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 701.
[13] Kadar M. Yusuf, Op Cit., hlm. 56.
[14] Kadar M. Yusuf, Ibid., hlm. 57.
[15] M. Quraish Shihab, Op Cit., hlm. 59.
[16] Muhammad Nasib ar-Rifaii, Op Cit., hlm. 702.
[17] M. Quraish Shihab, Loc Cit.
[18] Kadar M. Yusuf, Op Cit., hlm. 58.
[19] Kadar M. Yusuf, Ibid.
[20] M. Quraish Shihab, Op Cit., hlm. 61.
[21] Kadar M. Yusuf, Op Cit., hlm. 59-60.
[22] Kadar M. Yusuf, Ibid.
[23] Muhammad Nasib ar-Rifaii, Op Cit., hlm. 705.
[24] Kadar M. Yusuf, Loc Cit.
[25] Choiruddin Hadhiri SP, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 256.
[26] Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an Jilid 11, trj. As’ad Yasin, dkk, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. 1, hlm. 275-276.
[27] Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Shalat Fikih Empat Mazhab: Mudah Memahami Fikih dengan Metode Skema, trj. Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2010), Cet. 1, hlm. 348.
[28]Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, trj. Masykur A.B., (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001), Cet. 7, hlm. 122-123.
[29] Muhammad Jawad Mughniyah, Ibid.
[30] M. Quraish Shihab, Op Cit., hlm. 59-60.
[31] Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri, Op Cit., hlm 368-372.
[32] Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri, Ibid., hlm. 352.
[33] Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri., Ibid., hlm. 353.
[34] Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri., Ibid.